STORY XXXXXXII

137 1 0
                                    

Dokter belum juga keluar dan lampu diruang operasi masih menyala. Semua orang tengah berdoa, bagaimana kisah hidup Azely selanjutnya. Apakah nyawanya sudah tidak menyatu dengan jasadnya lagi? atau masih ada sedikit harapan untuk ia hidup kembali?

Aaliesha dengan penuh dendam mengepalkan amarahnya. Sudah, cukup sudah! semuanya tidak boleh dibiarkan lagi, tidak ada yang bisa menyakiti keluarganya lagi!

"Sha, gue tau lo pasti marah banget dengan semua ini, tapi tolong jangan gegabah yah, kita cari bukti itu sama-sama" ucap Jihan, menenangkan.

"Han, gue takut, gue takut Jely kenapa-napa" ucap Aaliesha.

Jihan langsung menggeleng.
"Gak, Sha. Pokoknya Azely selamat, dia baik-baik aja" ucap Jihan.

Aaliesha melihat kearah jodohnya, Alfaka. Yang saat ini sama hancurnya, sangat jelas tersirat dari raut wajah Alfaka yang begitu khawatir pada adik kecil kesayangannya.

Aaliesha bergerak melepas pelukan Jihan dengan perlahan.
"Han, gue mau nyamperin Alfaka yah?" tanya Aaliesha pada Jihan.

"Lo.. serius, Sha?" tanya Jihan kembali.

Aaliesha mengangguk dengan mantap.
"Han, gue udah janji ke diri gue sendiri, kalo gue gabakal nyerah, sebelum gue bener-bener lelah. Gue masih mau perjuangin cinta gue" ucap Aaliesha.

"Gue tahu, Sha. Cinta lo setulus itu" ucap Jihan.

Aaliesha menghampiri Alfaka yang saat ini sedang melamun di kursi tunggu. Dengan pakaian serba hitam dan topi yang menutupi wajahnya, ia menunduk menatap lantai rumah sakit itu. Ia berpikir, apakah ini benar-benar karma untuknya?

Aaliesha memegang pundak Alfaka dengan perlahan. Tetapi, Alfaka malah mengira jika itu adalah Azela, adiknya. Jadi, dia langsung mendekap tubuh Aaliesha, "Dek, tenang. Semuanya bakal baik-baik aja, percaya sama abang"

Aaliesha yang diperlakukan seperti itu sontak kaget, ia diam membeku. Tubuhnya juga menjadi dingin dan jantungnya berdebar begitu cepat.

"Alfaka, ini aku" ucap Aaliesha dengan terbata-bata. Ia takut, ia takut jika Alfaka akan memukulnya lagi.

Alfaka mengangkat wajahnya dengan perlahan, ingin melihat siapa yang ia peluk saat ini. Wajah sayunya berhasil menyihir Aaliesha. Mata itu, seperti tidak ada kehidupan.

"Lo, kenapa lo gak berhenti buat deket sama gue?" tanya Alfaka dengan lirih.

"Gue, gue udah jahat banget sama lo" ucap Alfaka.

Aaliesha agak kaget, ada apa dengan mereka berdua? Kak Tzoya yang tiba-tiba meminta maaf dan Alfaka yang menjadi sedikit lembut pada Aaliesha.

"Aku, aku cuman mau jadi tempat sandaran kamu, Fa. Aku mau kamu berbagi semuanya ke aku" ucap Aaliesha.

"Gue udah gagal jadi semuanya, Sha. Gue gagal jadi abang, gue gagal jadi pacar dan gue gagal jadi jodoh lo" lirih Alfaka.

Aaliesha menggeleng.
"Fa, mau aku pesenin teh anget? kamu pucet banget, sama nasi yah?" tanya Aaliesha.

Alfaka menggeleng.
"Gak, Sha. Gue gamau ninggalin Jely" jawab Alfaka.

"Gak ninggalin kok. Nanti aku yang beliin, kamu bisa makan di sini" ucap Aaliesha.

Alfaka diam, ia tidak merespon apapun. Hanya menatap lekat mata jodohnya ini. Karena tidak mendapat respon apapun, Aaliesha berdiri dan pergi menuju kantin.

"Bibik, nasi goreng pedesnya 1 yah" ucap Aaliesha.

"Iya non, minumnya apa?" tanya Bibik.

"Teh anget yah bibik, 1 juga" jawab Aaliesha sembari tersenyum manis.

"Baik non, tunggu sebentar yah" ucap Bibik.

Aaliesha mengganguk, "Iya, Bik" ucap Aaliesha.

Selang berapa menit. Bibik pun datang dengan membawa pesanan Aaliesha.

"Non, hidup ini memang tidak bisa ditebak takdirnya, tapi percaya saja, Allah tidak akan membuat Hambanya selalu menderita, terkadang untuk naik kelas, memang perlu ujian kan? untuk masuk ke kampus saja perlu ujian. Maka dari itu, non tidak perlu bersedih, non harus banyak belajar dari ujian-ujian sebelumnya, agar non bisa melewati ujian kali ini, dan mencapai kebahagiaan tertinggi yang selalu non dambakan, apa yang non iming-imingi pasti akan ter-Aamiini, jadi jangan menyerah untuk kali ini, yah non" ucap Bibik.

Aaliesha terharu mendengar semua itu.
"Aamiin ya Allah, terimakasih banyak Bibik" ucap Aaliesha.

"Sama-sama non" balas Bibik.

Aaliesha menyodorkan selembar kertas berwarna biru, "Ini, Bik" ucap Aaliesha.

"Eh, tidak non. Ini gratissss, non Asha kan keluarganya den Bintang" ucap Bibik.

"Beneran, Bik?" tanya Aaliesha.

"Iya, non" ucap Bibik sembari mengangguk.

"Terimakasih banyak yah, Bik. Sekali lagi terimakasih" ucap Aaliesha dan berpamitan untuk kembali ke ruang rawat Azely.

Aaliesha berjalan dengan semangat, ia berharap ini akan menjadi awalan yang bagus untuk rumah tangga mereka. Aaliesha pun sampai di ruang rawat Azely, pintu ruang operasi terbuka lebar, menunjukkan seorang dokter yang keluar dari ruang rawat Azely dengan tergesa-gesa. Aaliesha langsung melepaskan kresek yang ia bawa setelah melihat ranjang Azely yang didorong keluar untuk dipindahkan keruangan lain. Tapi, ini bukan soal ranjang itu, ini soal manusia yang ada diranjang itu dan ditutupi kain putih..

"JELY" teriak Aaliesha dengan histeris, ia terus teriak sembari memegangi ranjang, membuat para perawat kesusahan untuk memindahkan Azely.

"Sha, udah. Jangan dipegangin terus ranjangnya, Sha. Kasihan Jely" ucap Jihan sembari menarik tangan Aaliesha, melepaskan genggamannya dari ranjang.

Aaliesha memeluk erat Jihan, tubuhnya benar-benar lemah sekarang, Azely meninggal? tidak, tidak, tidak.

"Tidak, Han. Jely gak kenapa-napa, Jely baik-baik aja Han" ucap Aaliesha.

Jihan hanya diam, ia hanya mempererat pelukannya pada Aaliesha, Jihan tidak bisa mengatakan apapun, ia juga tidak berdaya, ia bingung, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Wajah Aaliesha merah padam, seperti menyimpan dendam yang sangat dalam.

"Siapapun itu, gue gak peduli apapun, Han. Pelaku dibalik ini semua, juga harus mati" ucap Aaliesha dengan mengepalkan kedua tangannya.

"Sha, lo tenang yah" ucap Jihan.

AALFAKASHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang