32 : Tangga

214 30 6
                                    

Pagi ini Jia bangun lebih pagi dari biasanya. Masih ada banyak waktu, jadi ia gunakan untuk lari pagi saja.

Earphone, ponsel, air mineral dan handuk kecil menjadi atribut yang dibawa untuk lari paginya.

Sudah cukup lama Jia tidak melakukan lari pagi di jalanan area gedung. Menghirup udara pagi seperti ini cukup menyenangkan, hanya saja Jia terkadang tidak memiliki waktu.

Sembari menyusuri jalan, Jia menikmati musik lewat earphone di telinganya. Musik yang ia dengarkan cukup untuk membangkitkan semangatnya, membuat aktivitas lari paginya menjadi lebih menyenangkan.

Hal yang disukai Jia dari olahraga ialah mampu membuat dirinya selalu berfikir positif. Tubuh akan menjadi rileks dan bebas dari stres.

"Huh," Jia berhenti dengan nafas terengah setelah berlari cukup jauh dari area gedung apartemennya. Ia berhenti tepat di sekitar lapangan umum.

Di tepi lapangan tersebut terdapat besi pembatas, Jia memilih duduk disana sejenak untuk menenggak minumannya.

"Huh," Jia mengelap keringat di lehernya.

Selagi beristirahat, Jia memeriksa ponselnya. Pesan dari Jeno berada di deretan paling atas, sementara pesan yang ia kirimkan pada Haechan, berada di urutan yang kedua. Haechan hanya membalas singkat pesannya saja. Dia pasti masih kesal padanya yang lebih banyak bertemu dengan Jeno.

"Omo, siapa ini? Aku tidak salah lihat, kan?"

Mendengar suara itu, Jia lantas mendengak dari ponselnya. Pandangannya langsung berubah datar melihat siapa itu.

Sialan.

Di dunia yang luas ini, kenapa ia harus bertemu dengan anak sialan ini?!

"Eonni? Waah, benarkah?" gadis itu berlagak terkejut. Tingkahnya berubah drastis setiap kali berhadapan dengannya.

"Bagaimana eonni ada disini? Disini kan area elit." senyumnya mengandung ledekan.

Jia tertawa malas. "Ya, bocah. Bisakah kau pergi saja? Tidak usah berlagak mengenalku."

"Aigoo, aku tidak seperti itu Eonni. Mana mungkin aku mengabaikan kakakku? Kita kan sudah lama tidak bertemu." bocah yang masih memakai seragam sekolah itu, mulai mengoceh sampah.

Jia berdecih malas.

Mata bocah itu menangkap ponsel di tangan Jia, lalu berseru. "Omo! Ponselmu sangat mahal, Eonni, pasti kau sangat bekerja keras untuk membayar cicilan."

Jia mengangkat satu alisnya memandang ponselnya sendiri. Ini hadiah ulang tahun dari Haechan.

"Sok tau." decihnya.

Pandangan Jia tak sengaja memandang ponsel adiknya. Matanya kontan terpaku melihat apa yang tertempel disana. Disana terdapat poca Haechan dan terdapat poca Mark di tas sekolahnya.

Waah, ini serius?! Jia merasa tak terima Haechan memiliki fans seperti anak ini yang sialnya sedarah dengannya.

Jia lalu berdiri dari duduknya. Menyudahi acara reuni yang tidak diinginkan ini. "Berangkat sekolah sana! Mengganggu orang saja." 

"Arraseo. Tapi Eonni, ternyata kau tahu cara memanfaatkan kecantikanmu untuk bertahan hidup." katanya seenak mulutnya.

"Mworago?" Jia terperangah heran mendengar rentetan ocehan omong kosong bocah itu.

Sebelum bocah itu benar-benar pergi, dia kembali mengoceh. "Semoga kita tidak bertemu lagi. Aku agak malu memiliki saudara sepertimu yang jual diri."

"Hhaah?!" Jia melongo mendengar tuduhan seenaknya bocah itu.

POISON [LEE HAECHAN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang