Bab 1. CUEKNYA SANG ISTRI

7.3K 323 36
                                    

Bismillah...
Assalamu'alaikum

Teman-teman, brhubung cerita ISTRIKU TIDAK MENARIK LAGI. Akan tamat, aku udah buat novel baru nih. Hehehe.

Semoga suka ya.

Di KK udah sampai Bab 29 looohhhh...

Happy Reading....

***

"Fera, handukku mana?!" seru laki-laki berusia 35 tahun yang tengah menggigil ke dinginan di dalam kamar mandi. Namun, yang ditunggu tidak juga datang membuatnya kesal bukan kepalang. Sang istri tidak pernah seperti ini, saat ia tahu jika dirinya akan masuk ke dalam kamar mandi sudah pasti handuk akan segera disiapkan.

Terpaksa ia harus keluar dengan kondisi memalukan guna mencari handuk dan menutup tubuhnya. Ia masih saja dibuat tercengang sebab di atas ranjang tidur mereka tidak ada pakaian yang terlipat rapih seperti biasanya. "Ya ampun, ke mana sih perginya wanita mandul itu!" Ia menggerutu sembari membuka lemari dan mengacak-acak pakaiannya—inilah alasan sang istri kenapa selalu menaruh pakaian ganti di atas ranjang, sebab sikap Yuda benar-benar semborno.

Pria itu menyisir rambut pendeknya ke belakang, menyemprot parfum sekedarnya lalu segera keluar kamar guna mencari sang istri yang tentu saja harus ia caci maki. Seenaknya saja tidak melayani dirinya seperti biasa!

"Fera!" Kembali ia berteriak saat melihat wanita itu asik duduk sembari menonton televisi dengan tangan memegang roti panggang isi coklat kacang. Tak terima melihat hal itu ia langsung merebutnya dengan kasar. Bukannya terkejut atau ketakutan sang istri justru diam tak bergeming. "Apa sih maksudmu, Fer?!" sentaknya. "Suami pulang kerja bukannya dilayani malah diabaikan. Kamu itu harus tahu diri dong, di rumah ongkang-ongkang kaki saja, tidak ada anak juga, malah sok sibuk sendiri. Jangan kelewatan kamu ya!"

Fera akhirnya menoleh membuat Yuda bersiap untuk memakinya lagi. "Cerai saja aku, Mas!" Ia pun beranjak dari sana, merapihkan rok pendeknya sejenak lalu pergi. Sang suami masih melongo setelah mendengar apa yang disampaikan sang istri. Sungguhkah itu Fera?

Saat Yuda hendak lebih murka pintu depan terbuka dan muncul sang ibu serta adiknya. Mereka nampak senang terlihat dari wajahnya yang ceria dan bibir yang tersenyum lebar, di tangan kanan kirinya terdapat barang belanjaan yang cukup banyak. Yuda pun tersenyum menyambut orang tercintanya. "Mama, Cicil, kalian habis belanja?" tanyanya dengan riang. Sebagai seorang anak laki-laki tentu akan bangga jika bisa menyenangkan keluarganya.

"Iya, dong. Uang darimu itu sungguh membuat kami senang, terima kasih ya sayang," ucapnya sembari menaruh barang belanjaan kemudian memeluk singkat tubuh sang putra. Cicil sang adik memilih untuk langsung duduk di sofa, membongkar dan memamerkannya.

"Kak, lihat deh, bagus nggak?" Ia memperlihatkan dress mini berwarna merah terang. "Ini mau aku pakai untuk pesta ulang tahun temanku nanti malam." Ia menerangkan tanpa diminta.

Yuda pun turut duduk di sisi sang ibu yang mulai sibuk membuka dan memperlihatkan pada sang putra. "Ya, itu bagus, tubuhmu pasti cocok memakainya. Kamukan Adikku yang paling cantik." Ia memuji membuat Cicil kegirangan.

"Kak, besok antar aku ke kampus ya, biar mereka tahu siapa Cicil!" Matanya berbinar-binar.

"Siap, Adikku." Mereka pun mengobrol dengan heboh sembari memamerkan semua barang belanjaan yang dikhususkan untuk mereka saja. Tidak ada satu potong pun untuk sang kakak yang telah memberikan uang begitu banyak setiap bulannya.

Sementara itu Fera yang lewat dengan membawa es jeruk hanya melirik membuat Cicil yang melihatnya sontak berdiri. "Eh, Mbak, mau ke mana?!" serunya. Istri Yuda itu berhenti melangkah dan berdiam diri tanpa berniat beranjak dari tempatnya berdiri. "Itu es jerukan?" tanyanya. Kembali Fera mengangguk tanpa mengucap kata. "Buatku dong, haus nih habis jalan-jalan sama Mama, sekalian juga buatin untuk Mama dan Kakaku ya." Ia kembali sibuk memamerkan pakaian barunya pada sang kakak sementara Fera lanjut jalan tanpa peduli titah sang tuan putri.

Setelah sekian lama akhirnya ia sadar. "Loh, Kak. Kok Mbak Fera lama banget ya bikin es jeruknya?" Barulah Yuda dan Yeni saling pandang curiga.

"Kalian di sini saja, biar Kakak yang lihat." Mereka mengangguk dan kembali sibuk.

Yuda ke dapur tapi tempat memasak itu nampak lengang, bahkan tidak ada bekas apapun untuk membuat es jeruk. Ia menggeram kesal dengan sang istri yang makin kurang ajar itu. Padahal selama pernikahan tidak pernah sekalipun Fera berani padanya, ia selalu patuh dan menurut. Kenapa sekarang jadi berani dan cuek begini?

Ia pun berinisiatif ke kamar dan saat membuka pintu, ia tercengang melihat sang istri asik duduk di kursi, dengan laptop menyala di atas meja, segelas es jeruk dan cemilan di sisinya. "Wah, apa ini, macam Bos saja kamu sekarang?" ejeknya sembari masuk dengan tangan menutup pintu. Fera menoleh tapi tak memberi respon apapun, ia justru menutup laptop dengan wajah malas. "Kenapa di tutup, lanjut saja kerjanya, memang apa sih yang bisa dikerjakan oleh wanita mandul sepertimu, hm?" Ia terkekeh.

Kini mereka semakin dekat, pundak kecil itu dicengkram lembut lalu perlahan menjadi semakin kencang. Hebatnya ekspresi Fera masih saja datar membuat Yuda makin kesal dan membaliknya dengan kasar. Kini, wajah mereka berhadapan. "APA SIH YANG KAMU LAKUKAN, KENAPA KAMU SEOLAH SENGAJA MEMBANGKANG?!" bentaknya. Fera menyingkirkan cengkraman itu dengan cukup kuat lalu menatap sang suami. "Wah, kamu benar-benar sudah berani padaku ya, Fera?"

"Kenapa aku harus takut padamu, Mas Yuda?" Ia menyeringai. Setelah lepas dari cengkraman sang suami, Fera meraih gelas es jeruk lalu menyesapnya. "Kau bilang benci padaku bukan, lalu untuk apa kau pertahankan rumah tangga ini?"

Glek, Yuda meneguk ludah susah payah, kenapa tatapan sang istri begitu menakutkan baginya. "Ah, kamu ini bicara apa sih, sudah sana ke dapur buatkan es jeruk untukku, Mama dan Cicil, aku tunggu!" Yuda balik badan dengan perasaan tak enak. Saat ia hendak buka pintu ia menoleh lagi. "Kalau kamu lelah, tidak usah." Brak! Pintu dibanting hingga tertutup sempurna.

Fera menghela nafas, memejamkan mata. "Lelah sekali diri ini...."

***

Saat membuka mata di pagi hari, Yuda mendengar kegaduhan di luar sana. Ia mengusap mata dan melirik pada jam dinding, sudah pukul tujuh pagi. Ia pun perlahan duduk, lalu tersentak saat mendapati sang istri masih asik di depan meja riang, tangannya terampil merias wajahnya yang tirus dengan hidung mancung sempurna. Bibirnya tipis nan kenyal itu dipoles dengan lipstick warna nude yang cantik dan elegan. Nampak kecantikannya terpancar ditambah rambut yang bergelombang. Oh, apakah ini mimpi? Yuda mengucek matanya karena sudah lama tidak melihat sang istri berdandan seperti ini. Apalagi dikala pagi, seharusnyakan Fera di dapur, berkutat membuat sarapan untuk mereka semua.

"Fera, kok kamu masih di kamar?" Akhirnya ia bertanya juga setelah sekian lama bungkam. Wanita cantik itu menatapnya melalui cermin. Sungguh, Yuda terpesona pada sosok istrinya sendiri. "Kamu goda aku ya?" tanyanya penuh percaya diri. "Tapi, aku malas, kamu tahukan aku enggan menyentuhmu saat Dokter mengatakan kau mandul. Jadi, apa gunanya kita tidur bersama jika tidak akan menghasilkan anak?" Ia meracau sendiri.

Fera tersenyum tipis lalu bangun dari duduknya, menyemprotkan parfum mahal yang jarang sekali ia pakai karena kata Yuda itu pemborosan. "Loh, kamu kok pakai parfum, sih? Mau ke mana, kalau nggak pergi nggak usah pakai begitu, boros banget. Parfum itukan mahal!" Ia kembali mengomel.

Fera balik badan, ia tersenyum manis sembari berucap. "Ke Pengadilan Agama, sayang."

Deg.

BALAS DENDAM SANG ISTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang