Saat kembali ke parkiran sekolah, panggilan telepon ke empat yang sedari tadi hanya berdering, akhirnya diangkat si empunya. Jason menghela nafas, bersender di jok motor yang dibawanya tadi pagi. Mempersiapkan diri mendengarkan penjelasan apa lagi yang akan ibu katakan.
Bunyi pintu yang dibuka dan ditutup terdengar dari seberang. Beserta obrolan beberapa orang yang masih bisa Jason dengar lewat telepon. Sepertinya ibu sudah berada di rumah sakit.
"Apakah Juan mendaftar sekolah menggunakan namaku? " Jason langsung saja bertanya setelah ibu nya berucap hallo.
Tidak ada jawaban. Ibu mungkin saja sudah mempersiapkan diri mendapat pertanyaan ini. Namun tidak memiliki jawaban tepat yang dapat di lontarkan.
"Bagaimana bisa? Sementara namaku sudah terdaftar di sekolah yang lain? "
Hening sejenak, Jason berharap ibu memberi penjelasan yang masuk akal kali ini, namun itu tidak terjadi. Ibu masih tetap diam.
"Apa ibu membayar lagi? Apakah ayah tau? Aku harap ibu bisa menjelaskan alasannya kepadaku"
Meski tidak berharap lebih, Jason masih tetap mencoba.
"Juan tidak mau sekolah setelah kau pergi. Kecuali menggunakan identitas mu? "
Jawaban yang sangat konyol. Apakah Juan berpikir sedangkal ini? Dia tau Juan masih kekanakan. Tapi, untuk urusan seserius ini, dia seharusnya tidak main main bukan?
"Tapi kenapa? Apakah ibu tau bagaimana kedepannya nanti jika ini terus berlanjut? Jika aku tidak disini, ibu tidak akan memberitahu ku kan? Juan juga tidak akan memiliki ijazah kelulusan atas namanya sendiri, lalu bagaimana dengan kuliah nanti? "
"Itu__ itu hal yang tidak perlu di pikirkan" ibu sedikit terbata menjawab, nada bicara Jason sangat serius.
"Maksudnya? Ibu akan membayar lagi?"
Jason menghela nafas lebih berat, pembicaraan ini tidak akan cepat selesai.
" Sudah berapa kali aku bilang, bukan seperti itu cara ibu mendidik anak. Berhenti memanjakan dan mengabulkan segala permintaan konyol Juan. Apakah ibu juga akan terus membelanya bahkan saat dia menghilangkan nyawa orang?"
"Jangan bicara seperti itu! Apakah kau mengharapkan kakakmu menjadi kriminal? "
Nada bicara ibu meninggi, terdengar gemetar hingga ingin menangis.
Jason coba menenangkan dirinya terlebih dahulu, kalau dia emosi, perkara ini tidak akan berakhir dengan baik.
"Berhenti melakukan itu bu, entah aku ataupun Juan, aku harap ini menjadi yang terakhir ibu melakukan itu. Jika memang kita berbuat salah, tolong biarkan kami menerima ganjaran. Biarkan kami belajar bagaimana bertanggung jawab atas hidup kami sendiri"
"Mulai sekarang, aku akan hidup sebagai 'Jason' yang dijalani oleh Juan. Tidak ada lagi Juan yang hidup atas nama Jason, aku akan hidup sebagai Jason yang bersekolah disini sedari awal, bukan Jason si siswa pindahan . Sebelum Juan bangun, tolong pikirkan baik baik apa yang harus ibu lakukan untuk Juan ketika dia bangun nanti"
Final.
Jason masih tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi.
Dia memang berniat untuk berpura-pura sebentar menjadi Juan sampai mengetahui bagaimana kejadian sebenarnya yang menimpa Juan hingga koma.
Namun, diluar perkiraan nya, kini dia harus melanjutkan hidup Juan sepenuhnya di sekolah.
Melirik jam sebentar, Jason mengantongi kembali telfon genggamnya. Berjalan kembali ke arah bangunan sekolah. Sedikit buru buru karna setengah jam sudah berlalu semenjak bel masuk berbunyi. Tanpa menyadari dari balik mobil yang terparkir seseorang juga sedang berjalan tergesa gesa.
Pundak kanan Jason merasakan tubrukan cukup keras disusul bunyi benda jatuh berurutan. Memudarkan pandangannya ke arah bunyi berasal.
Seseorang berseragam sama dengannya jatuh terduduk, hendak terjengkang. Tangannya cepat bergerak membereskan benda berceceran yang tadi dibawanya tanpa melihat Jason sama sekali.
Jason tidak melihat wajahnya jelas dari atas, hanya melihat rambutnya yang berwarna coklat tua, sedikit bergelombang. Badannya terlihat kurus, dan mungkin cukup ringkih untuk ukuran laki laki karena dia terjatuh hanya dengan menabrak bahunya. Jason bahkan tidak bergeser se inchi pun saat di hantam tadi.
"Ah, maafkan aku. Aku tidak tau kau lewat" ucap Jason turut berjongkok membantu mengumpulkan barang barang yang jatuh tadi.
Tangan yang bergerak cepat tadi tiba tiba berhenti, saat Jason mendongak, netra nya bersibobrok dengan netra milik orang didepannya.
Mata besar di wajahnya yang terlihat kecil itu sekejap membola, lalu kembali normal dan kembali memalingkan muka. Memungut satu barang terakhir, lantas pergi tanpa sepatah kata. Meski melihat sebentar, netra Jason masih menangkap ada bekas luka yang masih cukup basah di ujung bibirnya, serta memar di pipi kiri.
Anak itu baik baik saja bukan?
Jason mematung, kejadiannya begitu cepat hingga susah ia cerna.
Apakah laki laki itu mengenalnya?
Wajahnya terlalu pucat, apa dia tidak pernah makan? Jika benar, Jason takan lagi terkejut.
'Bagaimana mungkin, aku yang ditabrak saja tidak bergerak seinchi pun, bukankah dia terlalu dramatis? '
'Atau badanku terlalu besar? Eyy, aku selalu olahraga meski makan banyak'
"Aishh... " Jason menghentikan lamunannya, kembali melangkah menuju bangunan sekolah.
Tunggu.
'Sepertinya aku pernah melihatnya? '
KAMU SEDANG MEMBACA
OVER THE BLUE
FanfictionSaat kembali bangun, dia harus menghadapi suasana pelik yang penuh kesalahpahaman.