Joo-ha's dad

142 11 0
                                    

Joo-ha kembali kerumah dengan keadaan lengang seperti biasa. Bau harum masakan tercium dari dapur saat kakinya mulai menaiki tangga menuju lantai dua. Ibunya memasak lebih malam setiap hari demi menyuguhi makan malam untuk ayah. Dia tidak suka makanan dingin yang dipanaskan. Bahkan, lebih mau menunggu daripada harus makan makanan dingin.

Ibu, dengan segenap hati dan menganggap itu tanggung jawabnya, rela memasak dua kali dalam satu malam.  Pertama untuk Joo-ha pada jam enam sore, dan masakan ke dua dikerjakan satu jam sebelum ayah pulang kerja. Ibu sangat penurut pada ayah, tipikal asisten rumah tangga yang baik yang patuh pada majikan.

Joo-ha seringkali menebak nebak apakah ayahnya benar-benar jatuh cinta kepada 'mama'?. Karena sejujurnya, mama pantas mendapatkan suami yang lebih baik dari ayah. Sama seperti ibu kandungnya, tidak ada yang pantas bersanding dengan ayah yang tempramental itu. Sikap ayah pun sangat kaku meski tak pernah berlaku keras kepada mama.

Kau ingat saat Joo-ha bilang tidak betah dirumah saat ada ayah? Dia sama sekali tidak bohong soal itu. Dia sangat bersyukur tidak harus menemani ayah makan malam karena harus belajar dikamar.

Saat dia tidak sedang ingin belajar, dia akan berpura pura menghadap buku, menunggu ayah melongok kekamar sebentar lalu menguncinya kembali saat ayah pergi ke kamarnya sendiri.

Kemudian mematikan lampu kamar agar ayah menganggapnya telah tidur meskipun sebenarnya tidak sama sekali. Ia akan duduk di balik ranjang yang cukup tinggi dan memakan cemilan yang disembunyikan nya dibawah kolong. Hanya mengandalkan lampu handphone yang ia hadapkan memunggungi arah pintu agar tak keliatan.

Dia sudah melakukan hal itu selama tinggal di rumah tersebut tanpa ketauan. Pernah satu kali ayah mengetok ngetok pintu yang terkunci tengah malam karena tidak percaya terhadap apa yang dilakukannya didalam kamar. Berujung mama yang membujuk dengan mengatakan bahwa Joo-ha sudah tidur dan tidak mungkin mendengar ketukan pintu agar dibukakan.

Joo-ha yang sudah mengunyah mie didalam berhenti bergerak seketika dan tahan diam. Menunggu apa yang akan lakukan sembari berfikir bagaimana jika ayah mendobrak masuk.

Bagusnya, ayah menurut. Dan tak pernah melakukan nya lagi jika malam sudah terlalu larut.

Malam ini, tak terpikirkan olehnya, dimana ia akan menjumpai ayah yang masih dengan setelan kemeja nya berdiri ditengah kamar saat pintu kamar dibukanya dari luar.

Tangannya bersedekap, dengan mata khasnya yang memicing. Menyaksikan rambutnya yang mulai memutih tertata rapi.

Joo-ha tak jadi melangkah masuk, masih berdiri kaku di ditengah ambang pintu. Tidak tahu dia akan lebih baik tetap masuk atau tidak.

Jantungnya tetap berdegup kencang saat menghadapi ayah meski sudah mempersiapkan diri Beratus kali jika berhadapan dengannya yang  memasang raut wajah tak menyenangkan.

Terlebih saat merasakan ayah menendang sesuatu ke arah kakinya. Bekas cup Indomie yang sudah diremas sampai tak berbentuk.

Dia lupa. Tak membuang sampah dikamarnya tadi malam.

Joo-ha menunduk. Sebesar apapun keinginannya untuk membela diri hanyut begitu saja saat sadar bahwa dia akan tetap dipukul. Satu satunya cara paling aman adalah mendengarkan dan tak melawan dengan cara apapun.

Jika kau berpikir bahwa dia seharusnya melaporkan kepada komisi perlindungan anak atau semacamnya, dia juga pernah berpikir seperti itu.

Namun kemudian, dia juga menyadari jika itu terjadi,  reputasi ayah akan hancur dan perusahaan nya akan bangkrut. Usahanya sebagai pewaris tunggal akan terbuang sia sia jika itu terjadi. Joo-ha tidak mau, dia sudah terlalu menderita sejak memutuskan mengubur mimpinya demi perusahaan. Ia tidak akan mau menderita lagi jika harus bersusah payah membangun kembali apa yang sudah hancur. Dia hanya perlu bersabar hingga perusahaan jatuh ke tangannya. Ia akan melakukan segala yang ia sukai diwaktu itu.

OVER THE BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang