Dark Cloud

89 8 0
                                    

Sean tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia melihat seorang ibu muda meletakkan bayi didepan panti asuhan tempat nya tinggal ketika ia selesai menyalakan kembang api di malam tahun baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sean tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia melihat seorang ibu muda meletakkan bayi didepan panti asuhan tempat nya tinggal ketika ia selesai menyalakan kembang api di malam tahun baru.

Setelah hari itupun ia beberapa kali melihat ibu itu bertemu dengan ibu Mei seperti membicarakan sesuatu. Sean masih terlalu kecil untuk mengetahui apa apa yang terjadi saat itu. Dia tidak begitu mengerti kenapa ibu Mei menampakkan wajahnya yang serius saat mereka berdua berbicara.

Nama Bayinya Angkasa. Sean mengetahui nya sendiri karena nama tersebut tertulis di keranjang bayi yang ia hampiri untuk pertama kali di malam itu.

Sean menyaksikan sendiri bagaimana Angkasa tumbuh dengan sehat dan tenang. Dia hampir tidak pernah menangis. Tidak tantrum seperti bayi pada umumnya saat merasakan tidak nyaman atau sakit. Bahkan ibu Mei sempat khawatir karena Angkasa tidak menangis. Ia khawatir jika Angkasa sebenarnya memiliki disabilitas.

Namun, hal itu terpatahkan saat di umurnya yang ke dua, saat sepasang orang tua hendak mengadopsi nya. Angkasa tiba tiba menangis tanpa henti sesaat setelah pasangan itu mengatakan niatnya untuk mengadopsi Angkasa.

Ibu Mei dan juga Sean sangat terkejut karena ini pertama kalinya ia mendengar Angkasa menangis. Dan tidak berhenti hingga hampir dini hari tiba hingga Bu Mei kewalahan. Tangis Angkasa berhenti saat Sean mengatakan bahwa ia tidak jadi dibawa pulang oleh pasangan sebelum nya.

Awalnya, Sean mengatakan itu dengan tidak serius. Sebagai anak kecil yang masih suka berceloteh, ia hanya mengatakan apa yang dipikirkannya nya. Ia tidak menyangka perkataan nya sanggup membuat Angkasa berhenti menangis.

Dihari selanjutnya, ibu Mei mengatakan kejadian malam itu kepada pasangan yang hendak mengadopsi Angkasa. Meminta maaf karena belum bisa memproses pengadopsian karena suatu hal.

Hal seperti itu bukan hanya sekali dua kali terjadi. Angkasa akan terus menangis dikala seseorang akan mengadopsinya. Jadi, Bu Mei memutuskan untuk tidak menerima permintaan adopsi terhadap Angkasa hingga anak itu cukup besar untuk dapat berpikir sendiri.

Entah kenapa, Sean cukup senang. Ia sudah jatuh hati kepada bayi kecil yang di temukan nya itu. Setiap kali ia pulang dari sekolah, ia akan menghampiri Angkasa dan mengelus elus pipi bulat Angkasa yang terlihat sangat lucu. Sean sudah menganggap nya sebagai adik sendiri.

Sean memang menyayangi semua anggota yang lebih muda atau tua layaknya saudara sendiri, namun Angkasa memiliki tempat tersendiri di hati Sean. Ia sangat mengagumi mata biru Angkasa yang bersinar saat melihat sesuatu yang menarik perhatian.

Meski tidak banyak bicara ataupun membalas perkataan perkataan Sean, dia tetap senang menemani Angkasa setiap hari hingga dia tumbuh lebih besar.

Saat itu Angkasa memasuki usianya yang ke lima. Seperti biasa, Sean akan menemani nya bermain dengan anak anak lain di panti. Angkasa lebih senang bermain sendiri, jadi Sean memutuskan untuk disampingnya agar dia lebih mudah mengetahui jikalau Angkasa membutuhkan sesuatu.

Siang itu, Sean mendengar perkataan yang cukup mengejutkan dari Angkasa. Dia berbicara dengan tidak semestinya.

"Kau tahu kenapa aku dibuang disini? "

Sean mengerutkan dahi bingung. Darimana Angkasa mengerti perkataan seperti itu?

"Darimana kau mengetahui hal hal seperti itu? Apa kau sedih berada disini sebagai adik kaka?"  Sean bertanya dengan lembut.

"Aku tidak mengatakan bahwa aku tidak bahagia. Aku hanya mengatakan bahwa aku tahu kenapa ibu membuang ku disini"

Meski baru berumur 10 tahun, Sean sudah cukup mengerti bahwa anak seumuran Angkasa belum seharusnya memiliki pemikiran seperti itu. Apakah dia mendengar seseorang mengatakan itu?

"Apa seseorang mengatakan itu padamu?"

Angkasa menggeleng. "aku mendengar sendiri dari ibu"

"Maksud mu ibu Mei?"

Angkasa menggeleng lagi. "Bukan. Ibu kandungku"

Sean makin bingung. Angkasa tidak pernah bertemu dengan ibunya semenjak dia masih berumur tiga bulan. Bagaimana bisa ia tahu siapa ibunya?

"Kau baik baik saja? Apa kau sakit? "

Angkasa menghela nafas. Meletakkan mainan yang ia gunakan sedari tadi.

"Ibu membuangku karena aku memiliki bola mata biru. Katanya, aku dikutuk dan akan tumbuh dengan sesuatu yang buruk"

"Kau Taukan itu salah? Kau tidak seperti itu, matamu juga sangat cantik"

Angkasa tidak menghiraukan perkataan Sean. Berlalu pergi menaiki perosotan dan bermain lagi sendiri.

Siang itu adalah terakhir kalinya Sean berbicara panjang dengan Angkasa. Apalagi saat Sean sudah memasuki tingkat SMP dan cukup sibuk dengan kegiatan sekolah. Waktu untuk bermain dengan anak anak panti menjadi berkurang karena ia harus di sekolah hingga petang menjelang.

Kabar baik datang saat Angkasa untuk pertama kali dari sekian lama menerima permintaan adopsi dari sepasang orang tua yang terlihat baik dan sopan.  Sean tidak begitu memperhatikan karena ia juga harus mengurusi anak anak lain yang hendak masuk SMP. Yang pasti, ia harus lega karena ibu Mei mengatakan orang tua tersebut sangat baik dan mapan. Dia tidak perlu terlalu khawatir kepada Angkasa. Dan di waktu itu pula untuk terakhir kalinya ia melihat Angkasa.

🥀

Dia pikir, melukai adalah salah satu bentuk kasih sayang. Ibu memecutnya dengan ikat pinggang malam itu , rasanya sangat sakit, tapi mungkin itulah sebuah wujud kasih sayang seorang ibu ke anaknya.

Dia tahu, Biru sangat menyayangi kucing putih yang berkeliaran di pekarangan belakang. Jadi, ia memutuskan melakukan sesuatu untuk menunjukkan bahwa ia juga menyayangi apa yang disayangi saudara kembarnya. Dan itu berhasil membuat ibu memukulnya lagi lebih keras.

Namun, sebelum hari itu, ia melihat ibu menyuapi Biru sebelum berangkat sekolah. Mengelus kepalanya dan menciumnya sebelum menaiki mobil dengan Ayah. Biru tersenyum lebar dan ceria melambaikan tangan ke arah ibu.

Ia kemudian tersadar. Apa yang ibu lakukan kepadanya tidak membuat nya tersenyum seperti Biru. Kasih sayang bukanlah apa yang selama ini ia terima. Semua yang dimiliki Birulah wujud kasih sayang. Ia juga ingat saat kak Sean atau ibu Mei mengelus kepalanya sebelum tidur. Itu membuat hatinya menghangat. Bukan malah membuat sakit dan sesak seperti yang dilakukan ibu padanya.

Malam itu, kepalanya terasa sangat berat . Ia merasakan sakit yang teramat sangat di sekujur tubuh nya, sebelum sesuatu terasa merasuk perlahan ke seluruh tubuh nya. Semua rasa sakit nya berhenti tak lama setelah itu. Kepalanya menjadi jauh lebih ringan dari sebelumnya. Badannya terasa lebih segar dan kuat. Dihatinya tumbuh sebuah tekad yang kuat hingga seperti membuncah.

Angkasa, seorang anak yang baru memasuki umur ke enam, keluar dari gudang dimalam yang mencekam itu dengan tekad akan menyingkirkan segala sesuatu yang membuat Biru -saudara kembarnya- tersenyum.

Sebagai sepasang saudara, bukankah harus merasakan hal yang sama satu sama lain?

Katanya, saudara kembar itu terikat satu sama lain. Jika ia tidak bisa mendapatkan kasih sayang yang ia ingin, Biru tidak seharusnya mendapatkan itu.

"Benarkan?"

OVER THE BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang