Asap rokok mengepul tak berhenti di ruangan sempit berukuran 3 x 3 meter dengan penerangan yang cukup gelap. Dinding yang lumayan kumuh -seperti tak pernah dibersihkan- mengelilingi ruangan yang hanya terisi dua buah sofa lapuk yang berhadapan dengan batas meja di tengah.
Bungkus dan puntung rokok yang tak pernah dibuang mengumpul di sudut ruangan bercampur debu dan lebu yang jatuh dari atap ataupun yang terbawa angin dari ruangan lain. Disampingnya, satu kardus berisi kumpulan botol miras terkumpul tak beraturan.
Suasana ruangan begitu hening kecuali suara lanturan tak jelas yang berasal dari seorang anak laki laki dengan wajah babak belur penuh dengan biru lebam yang sedang terlentang di sofa sambil mengkonsumsi minuman keras di tangan kanannya. Tangan kirinya tidak diam begitu saja, satu Putung rokok yang sudah berganti entah keberapa tak berhenti ia hisap meski kepalanya sudah mulai teler.
Laki laki lain yang berekspresi lebih santai duduk diam mengamati, di sofa dengan sepuntung rokok ber merk sama meski tak menghabiskan sebanyak si laki laki pertama. Ia menghisap rokok dengan lebih tenang, kadangkala tersenyum miring mendengar racauan laki laki yang kini tergeletak di sofa depannya.
"Jadi kau kalah dengan Biru lagi Max?"
Satu jam yang lalu, Maxime membuka pintu masuk dengan kasar kedalam ruangan yang dihuni laki laki bermata sipit dengan rambut buzz cut nya yang makin memperjelas tampilan wajahnya yang terlihat bengis. Ruangan itu bukan rumah utamanya, dia menamakannya sebagai markas tempat dia mengatur pekerjaan dan mempekerjakan orang.
Maxime tak repot repot menyapanya, langsung menyambar miras diatas meja dan menegaknya hingga habis. Laki laki buzz cut tersebut mengalihkan perhatiannya kearah Maxime dan ikut mendudukan tubuhnya di sofa lain yang tak di tiduri oleh Maxi.
Setelah memberesi barang 'dagangan' nya, si rambut buzz cut mematik rokok dan larut dalam hisapan hisapan nya yang berasap.
"Kau tidak malu dengan tubuhmu yang lebih besar ?" Wajah Max makin memerah, mulut nya mengumpat di setiap perkataan yang keluar.
"Biru sialan! Dia sangat lemah sebelumnya, aku kira dia akan lemah juga untuk seterusnya "
"Tapi dia menang dan membuatmu babak belur? " Si buzzcut memotong sebelum Max menyelesaikan perkataan nya.
Maxime berdecih, meringis saat darah masih keluar ketika dia meludah ke tanah. Biru memukulnya tanpa ampun setelah ia hanya sanggup melayangkan tinju kearah Biru sekali.
"Sial! Padahal dia selalu lemah dan kalah jika berhadapan dengan Jason"
Si Buzzcut tertawa kencang, membuat Max melirik sinis.
"Lalu, kenapa tidak memintanya untuk membantu mu lagi?"
"Idiot itu hilang ingatan dan berubah jadi arogan dan sombong. Dia juga berlaku baik pada Biru "
"Apa kau kesal?"
"Itu menyebalkan. Dia (Biru) seperti orang berbeda saat memukuli ku tadi, pukulan nya jelas jelas tidak sama saat kita berkelahi dikelas dulu"
"Kau melantur? Mungkin saja dia memang pura pura menjadi lemah untuk memancing mu"
"Aku yakin, itu pukulan yang sama dengan kejadian hari itu"
"Maksudmu, orang yang memukuli mu di stasiun waktu itu juga bukan Biru yang biasa kau temui? Kau sudah terlalu berkhayal "
ucap si Buzzcut berhenti sebentar, kemudian melanjutkan,
"Kau harus berhenti mengurusi Biru, kau sudah tahu dia tidak lemah seperti yang kau bayangkan, semenjak kejadian itu"
Maxime tak menjawab, satu tegakan masuk ke mulut lagi.
"Kenapa? Tidak bisa? Kau masih membencinya karena wanita? Kau masih yakin kalau Joo-ha menyukainya? Kenapa tidak mendandani dirimu saja agar Joo-ha menyukaimu? Kau tidak percaya diri karena Biru? Anak yang selalu berpakaian lusuh dan pucat seperti tak sehat itu? Bukankah kau seharusnya malu? "
"Diamlah jika tak bisa mengatakan hal yang berguna!" Hardik Maxime hampir berteriak jika saja tidak ingat bahwa ujung mulutnya akan robek jika mulutnya terbuka terlalu lebar.
"Ya ya ya. Lakukan semaumu sampai kau mati sia sia"
"Tidak akan" jawab Max mantap ditengah kesadarannya yang sudah buram.
si Buzzcut menghisap asap rokoknya lagi kemudian mengeluarkan nya lewat mulut. Menggelengkan kepalanya saat melihat Max masih berceloteh meski tau bibirnya hampir robek.
"Katamu akan membantu ku melenyapkan nya? " Tanya Maxime, tersenyum dikala matanya mulai menutup karena terlalu mabuk.
"Hey! Aku tidak pernah menjanjikan itu, aku tidak mau bermain main dengan nyawa manusia. Yang aku mau hanya uang, daripada membunuh, akan lebih baik membuat orang terjebak selamanya sebagai pekerja ku yang harus selalu menghasilkan uang"
"Aku akan membayar berapapun yang kau mau"
"Kita sudah pernah melakukan itu, tapi gagal bukan? Berhenti lah! Lanjutkan saja hidupmu, atau bekerja saja denganku. Lagipula, dia sedang terlilit hutang bukan? Kalau kau berhasil menjebak nya untuk bekerja kepadaku, dia akan menderita seumur hidup. Lakukan yang seperti kemarin, Jason tak akan ingat apa apa, tidak ada yang akan membantunya sekarang "
Maxime menimbang nimbang perkataan orang di sampingnya sekarang. Meski mabuk bukan main, otaknya masih sanggup berjalan untuk berfikir. Tidak ada rugi baginya juga jika itu benar benar terjadi. Bukankah ia akan senang melihat Biru menderita?
"Sudah. Pikirkan itu besok, obati dulu wajahmu yang tidak karuan itu, kau tidak ingin mati karena infeksi bukan? "
"Tapi aku ingin sekali dia mati!" Ujar Max geram.
Si Buzzcut menghela nafas, membuang puntung rokok yang tinggal setengah kemudian menginjak nya.
"Lakukan dulu pilihan pertama dariku, jika tetap gagal, aku akan mempertimbangkan keinginanmu yang kedua"
Maxime tersenyum lebar, melemparkan botol Miras yang sudah kosong ke sudut ruangan. Hendak membuka botol lain kalau saja tidak dihentikan Buzzcut.
"Kau ingin mati keracunan alkohol hah?! Ingat! Kau harus membayar ku dengan semua hartamu saat aku berhasil mengabulkan keinginan mu!"
"Kau tenang saja, bukankah selama ini, selalu begitu? Aku bahkan memberikanmu modal untuk berdagang 'barang barang' itu? Kau hanya punya kekuatan fisik, tidak dengan uang, aku bahkan bisa mencabut semua yang kau miliki sekarang jika kau macam macam"
Si Buzzcut terdiam, yang di katakan Maxime benar dan juga tidak benar. Anak itu terlalu bodoh jika berpikir dia akan terus bergantung pada uang milik anak bodoh itu.
Apakah anak itu tidak berpikir bahwa dia punya rencana dan cara lain yang bahkan bisa membuat anak itu menderita juga?
KAMU SEDANG MEMBACA
OVER THE BLUE
ФанфикSaat kembali bangun, dia harus menghadapi suasana pelik yang penuh kesalahpahaman.