|STORY 23|
🍧 SUDAH TERBIT TAPI CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI ENDING 🍧
Peony terlahir kaya, ia terbiasa hidup dalam segala kemewahan. Tak ada yang mempersiapkannya untuk menjadi miskin. Ketika ayahnya dipenjara dan dimiskinkan karena kasus korupsi, d...
makasi kalian selalu bikin nembus banyak komentarnyaaa huhuhu
Absen sapi stoberinyaaa 🍓🐮
Part ini mengandung unsur 18+ Adegan yang agak menganggu (Epilog)
Selamat membaca 🌝
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Siapa Peony di mata kamu, Sab?" sudah dua kali ia mengulangi pertanyaan yang sama, namun Sabda tetap mengunci mulutnya rapat.
Di balkon dengan cahaya manis dari bulan di atas sana, manik mata keduanya saling beradu. Ada sesuatu yang berpendar di dalamnya. Peony gagal menebak apa yang Sabda pikirkan tentangnya.
"Stoberi?" tanya Peony. 8 tahun lalu Sabda memberikan jawaban itu, jadi apakah artinya itu? Ia ingin tahu meski risikonya Sabda mungkin akan curiga padanya. Terserahlah, ia mulai muak menjadi Raeya.
Tidak nampak terkejut, Sabda justru melewatinya tanpa kata. Seolah tak masalah jika istrinya tahu ia menganggap gadis lain stoberi.
Peony meremas gaunnya, diabaikan lagi oleh Sabda. Ia kira begitu.
Tetapi suara berat dari belakang telinganya membuatnya bergidik. "Cemburu?" Napas Sabda menyapu daun telinganya. Suara laki-laki itu menembus sampai ke dalam-dalam.
"Dia cuma teman." Peony belum mempersiapkan tubuhnya yang tiba-tiba menegang karena merasakan jilatan lembab di belakang telinganya. "Nggak peduli siapa Peony buat gue, kenyataannya dia nggak bisa gue jilat kayak apa yang gue lakuin sekarang ke lo."
Mengeratkan pegangannya pada gaun, Peony memejamkan mata. Dadanya naik turun karena kesusahan bernapas.
"Gue ahli dalam hal menjilat. Anggap aja sekarang testimoni, kalau lo suka, gue bisa lakuin di area lain."
Sabda sialan, Sabda menjijikkan, Sabda gila! Peony membaca mantra ini di dalam hati. Berharap itu akan menyelamatkannya dari rasa gugup.
"Kenapa diam? Suka?"
"Jangan lakuin hal itu lagi lain waktu," tekan Peony. Masih enggan melihat wajah Sabda.
"Kata siapa nggak boleh? Kan lo istri gue. Tubuh lo milik gue, bisa gue sentuh kapan pun."
"Apa kamu salah makan? Kenapa kamu jadi seliar ini?!"