🩰 Terowongan Tak Berujung

13.4K 1.9K 692
                                    

💌Birdy|Wings

Update lagi setelah sekian lama, iya emang lama karena ngurus beberapa hal, termasuk rencana terbit cerita ini

Kalian apa kabarnya?

Ada cerita menarik apa yang terjadi selama seminggu belakangan ini?

Hayuk setor absen kebangsaan dulu di sini 🐮🍓

Mari bakar lagi part ini ❤️‍🔥

Mari bakar lagi part ini ❤️‍🔥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa perutnya?"

"Kayak diremas-remas gitu, Sab. Sakit banget."

Mendapat tamu bulanan di akhir bulan, Peony duduk di dekat kaki ranjang sambil meremas kuat perutnya. Sabda yang baru selesai mandi mendapatinya sudah dalam posisi itu.

Sabda berlalu dan nampak acuh. Sudahlah, lagipula ini bukan saatnya untuk Sabda peduli, dia juga harus pergi bekerja. Ya, setidaknya Peony menghibur diri.

Setengah hari ia habiskan berbaring di atas ranjang, menggeliat kesakitan. Hari pertama haid benar-benar seperti simulasi lahiran. Tapi kata orang-orang belum ada apa-apanya dibanding melahirkan sungguhan.

Ia jadi teringat dulu ketika nyeri haid, Harbi pernah memberikannya botol berisi air hangat. Itu juga pakai botol minuman Harbi.

Peony membantu dirinya berdiri, niatnya ingin turun ke bawah, walau di kamar ada air hangat, ia tetap memaksa untuk berjalan agar tidak memanjakan diri terus.

"Siang, Non. Ada kiriman untuk Non Raeya."

Seorang pelayan sudah berdiri di ujung tangga, memberinya sebuah paket bertuliskan namanya. Pengiriman cepat.

Tidak ada nama pengirimnya. Peony duduk di sofa, membuka paketnya. Isinya sebuah bantal penghangat perut. Peony yang sedari tadi meringis kesakitan baru bisa tersenyum setelah melihat isi paketnya. Tak perlu bertanya, ia jelas tahu siapa pengirimnya.

Ia mengecas bantal hangat itu beberapa menit kemudian menaruhnya di balik pakaian, tepatnya di atas perut sambil berbaring di sofa bawah. Nyerinya berkurang, ia merasa jauh lebih nyaman sekarang. Sampai tertidur siang di sana.

Di dalam tidurnya, seolah ada tangan yang mengayun menyentuh keningnya. Kelopak matanya bergerak.

Saat membuka mata, ternyata memang ada sebuah tangan yang menyentuh keningnya.

"Kok bangun? Tidur lagi lah. Gue ngebangunin lo ya?"

Iya, yang datang langsung adalah pengirim bantal hangatnya.

Peony menaruh lengannya menutupi mata. "Makasih bantalnya, Sabda. Nyeri perutku enakan sekarang."

"Baik kan gue?"

Sepatu Pencuri Takdir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang