Potongan Kedua puluh lima

4 1 0
                                    


Puguh meletakkan kardus berisi hiasan tambahan untuk dekorasi pesta di atas dipan. Melihat Pram yang tidak menyambutnya dan malah melamun di tepi atap memancingnya untuk berbuat jahil. Pemuda berkemeja kuning tersebut berjalan mengendap-endap dan mengagetkan mantan bosnya tersebut hingga berteriak. Ia pun tertawa puas setelahnya.

"Ngagetin aja kamu."

"Lagian dari tadi saya di sini masa nggak kelihatan?" protes Puguh. Pemuda berkemeja kuning tersebut berjongkok dan mengeluarkan barang-barang dari kardus, Pram yang melihatnya pun segera membantu seraya menyentil dahi mantan karyawannya tersebut.

Puguh mengaduh sembari menekan-nekan area yang terkena sentilan dan menggerutu kesal. "Mas Pram, tuh, kebiasaan banget nyentil-nyentil kening berharga ini. Kalau sampe ninggalin bekas bisa hilang ketampanan saya."

Pram mendecih dan menggelengkan kepala. "Ini nggak ada yang kurang, kan? Awas aja kalau ada, nggak saya terima lagi lamaran kamu ke toko."

Puguh hanya berdecak dan tidak menanggapinya dengan serius. Kedua lelaki itu pun segera menyelesaikan pekerjaan masing-masing sambil menunggu yang lain datang. Puguh meniup balon-balon yang semuanya berwarna ungu muda, sementara Pram mendekorasi tali jemuran dengan melilitkan tinsel berwarna putih dan ungu tua.

"Dengar-dengar, ada yang mau ganti status, nih."

Pram tersedak ludahnya sendiri. Ia menghentikan kegiatannya dan meraih botol air yang tersisa setengah lantas menenggaknya hingga habis. Lelaki itu mengatur napasnya seraya melemparkan botol kosong ke arah Puguh. Pemuda itu berhasil menghindar dan kembali mengejeknya dengan juluran lidah.

"Kata siapa?"

"Pertanyaan Mas Pram itu salah. Harusnya nanya 'siapa' bukan 'kata siapa'. Emangnya saya ngomongin Mas Pram?"

Pram menatap Puguh kesal, bisa-bisanya ia dipermainkan oleh bocah itu. "Beneran nggak saya terima, ya?"

"Dih, ngancem mulu kerjaannya."

Pram pun menggelengkan kepala dan meminta Puguh untuk segera menyelesiakan semuanya. Matahari makin turun dan ia juga harus menyiapkan acara cadangan. Kue sudah siap tadi malam beserta hadiah yang telah lama ingin ia berikan pada Anya. Setelah selesai mendekorasi atap, Pram meminta Puguh untuk menyiapkan makanan dan kue lainnya. Puguh merasa heran dengan persiapan yang menurutnya terlalu berlebihan untuk pesta yang hanya dihadiri oleh beberapa orang saja. Namun, ia tidak memedulikan itu selama ada banyak kue yang tersaji.

Pram merogoh saku celananya ketika ponselnya berdering. Nama Dhara yang tertulis jelas di layar membuatnya menyunggingkan senyum. "Ya, Ra?"

"Pram, kayaknya aku nggak bisa datang tepat waktu. Soalnya ada kerjaan mendadak yang nggak bisa ditinggal. Tolong nanti temani Anya dulu, ya? Rista juga bakal datang nanti."

Seketika senyum Pram meluruh. "Oh, gitu? Iya, nggak apa-apa. Serahin ke aku aja. Kamu hati-hati, ya. Nggak usah buru-buru pas nyetir."

Panggilan pun terputus. Lelaki itu mendengkus seraya menghampiri Puguh yang selonjoran di dipan sembari menjilati es loli. "Kenapa, Mas? Mbak Dhara nggak bisa datang, ya?"

Lelaki itu pun mengangguk. "Gimana rasanya terjebak friendzone, Mas?"

"Hah?"

Puguh menggigit es lolinya, mengunyahnya dengan tenang dan berhasil membuat bulu kuduk Pram berdiri karena merasakan ngilu ketika melihatnya.

"Mas Pram, tuh, bego, ya?"

"Heh!"

Puguh tergelak ketika mendapati ekspresi Pram yang memelotot padanya. Memang semenyenangkan itu mengganggu Pram.

✓ You are the Apple of My PieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang