أربعة عشرة

127 7 0
                                        

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهمّ صلّي على سيدنا محمد وعلى عليّ سيدنا محمد

☪︎☪︎☪︎

"Seharusnya yang kamu benci itu sifatnya, bukan orangnya. Orangnya tidak salah, yang salah itu sifatnya. Sifat yang membuatnya dibenci hampir semua orang di sekitarnya."

[Pak Sabar]

☪︎☪︎☪︎


"Lha maksud e? Sendalku ilang nendi?"

[Lha maksudnya? Sendalku hilang di mana?]

Sepasang sendal selop warna hitam tak ada di tempat terakhir Lesa memakai. Yang ada hannyalah sendal jepit warna putih dengan tali jepit biru tua. Lesa duga itu milik bapak-bapak yang ada di masjid An-Nahdliyah, mengingat ukuran sendal itu yang tak wajar di kakinya.

"Lha mau nendi, Mbak?"

[Lha tadi di mana, Mbak?]

Lesa menyudahi berjalan ngalor ngidul, ia berhenti di depan pintu masuk serambi dengan wajah kesal.
[ke utara ke barat.]

"Mboten retos, Mbak. Wau niku kula delehke teng mriki." Kata Lesa menunjukkan tempat terakhir sendalnya sebelum ia masuk ke dalam masjid.

[Gak tahu, Mbak. Tadi itu aku letakkan di sini.]

Oke, jika mengingat kejadian tadi, saat di masjid setelah selesai tadarus Al-Quran bersama ibu-ibu jamaah dan remaja-remaja seumurannya, sangat membuatnya kesal bukan main.

Sudah menjadi kebiasaan jamaah salat Masjid An-Nahdliyah setiap malam Rabu mengadakan tadarus bersama bagi kalangan ibu-ibu, ada juga beberapa anak remaja yang berkenan. Salah satunya Lesa. Ia paling suka kalau ada acara terkait keagamaan, entah itu tadarus ataupun hanya mendengarkan tausiah di saat-saat tertentu.

Soal Lesa kesal, tadi. Waktu yang seharusnya selesai tadarus ingin cepat-cepat pulang dan beristirahat, sirna gara-gara insiden hilangnya sandal saat ia pakai ke masjid. Sandal selop hitam. Ia menduga kalau sendalnya itu di pakai orang. Tak hanya di depan masjid, tapi juga di dapur samping masjid ia cari.

Siapa tau di pakai orang yang akan ke dapur masjid.
Ternyata dugaannya benar. Benar sekali. Dan orang yang memakai sendalnya adalah seorang laki-laki tua yang tidak disukai hampir seluruh jamaah masjid itu. Dan lebih membuatnya kesal, kenapa harus sandalnya yang di pakai. Jelas-jelas tadi di dekatnya ada sendal ukuran telapak kaki umumnya bapak-bapak.

Jelas saja laki-laki itu tak disukai hampir seluruh jamaah, selain suka memakai sendal sembarangan saat di masjid, ia juga suka cari perhatian kepada ibu-ibu jamaah masjid.

Contoh kecilnya adalah dia itu sksd. Sok kenal sok dekat. Padahal sudah jelas-jelas ibu-ibu itu memiliki suami, tapi dia itu sok tidak tau. Kan suaminya jadi cemburu. Suami mana sih yang gak cemburu kalau istrinya di caperi laki-laki lain?

Rasa kesal Lesa masih ada begitu sampai rumah. Begitu ia cerita kepada bapaknya. Bapaknya malah berkata seperti ini....

"Harusnya kamu bilang kalau sendal yang di pakai itu sendalmu. Malah pura-pura gak tau. Harus berani bilang."

Di Bawah Langit Subuh (Seson 1||SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang