بسم الله الرحمن الرحيم
اللهمّ صلّي على سيدنا محمد وعلى عليّ سيدنا محمد
☪︎☪︎☪︎
“Wahai orang-orang yang beriman! Memohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
[Q.S Al-Baqarah: 2/153]
☪︎☪︎☪︎
Hari sudah malam, Pak Sabar menepati perkataannya bahwa ia akan ke rumah sakit waktu malam hari. Kini Pak Sabar sudah datang dan duduk di sebelah anak gadisnya yang masih membaca Al-Quran sehabis salat magrib.
Pandangan Pak Sabar tak lepas dari Lesa, kedua sudut bibirnya tertarik menatap anak gadisnya begitu rajin membaca Al-Quran di rumah sakit. Ia pikir anak gadisnya akan libur membaca kitab-Nya karena di rumah sakit, nyatanya tidak. Karena saat di rumah setelah salat magrib berlangsung, Lesa akan membaca Al-Qur'an di dalam kamar dengan suara lantang. Ia merasa bangga bisa mendidik anaknya di sini. Apa istrinya di atas sana bangga dengan Lesa yang sekarang?
“Sadaqallah hul azim.” Usai menutup Al -Qurannya Lesa menciumnya tiga kali dari dahi, hidung, dan bibir secara bergantian.
“Bapak bangga, gak punya anak kayak aku?” tanya Lesa menatap bapaknya usai meletakkan Al-Quran di meja sebelahnya.
Tatapan wajah Pak Sabar menjadi biasa saja, “Biasa saja.” Oke, dari sini kita tahu kalau sifat gengsi Lesa menurun dari siapa.
“Hallah Bapak bohong sama aku. Bohong itu dosa, Pak,” kata Lesa mencolek lengan bapaknya yang di balut jaket.
“Mau bapak banggakan atau tidak, tetaplah menjadi diri sendiri. Bapak hanya takut, kalau Bapak membanggakan anak Bapak, tapi saat orang lain memandang anak Bapak tidak sesuai dengan perkataan Bapak, buat apa? Kita itu bakal berbeda-beda di mata orang lain.”
Lesa mengangguk mengerti, “Mau Bapak banggakan atau tidak, tapi aku tahu kok, Bapak itu bangga punya anak kayak aku. Ya walaupun suka ngeyel, hehe.”
Mbak Tari yang duduk di pojok ruangan memutar bola matanya malas mendengar pembicaraan antara adiknya dengan bapaknya, “Kalau kamu dibanggain Bapak entar jatuhnya sombong,” katanya sedikit menyindir.
“Ya iyalah, kudu bangga tahu, wlek,” jawab Lesa menjulurkan lidahnya mengejak.
“Awas aja kamu kalau besok udah sembuh. Separing di kasur sama aku,” tanang Mbak Tari dengan wajah sombong.
“Pak lihat tuh, Mbak Tari,” adu Lesa dengan wajah cemberutnya.
Pak Sabar hanya terkekeh melihat pertengkaran kecil kedua anaknya. Hari ini jadwal menemani Lesa adalah dirinya, bukan Julian. Julian sengaja ia suruh pulang untuk istirahat, awalnya ia menolak, tapi karena perkataan Pak Sabar yang tidak sabar itu mampu meluluhkannya.
“Pak, kalau bapak punya menantu anak pesantren, gimana?”
Pak Sabar dan Mbak Tari tertawa bersamaan membuat Lesa kesal.
“Anak pesantren kalau gak kerja buat apa? Nak, bukan Bapak berarti melarang kamu mencari pasangan anak pesantren, tapi Bapak hanya menyuruh kamu satu hal. Carilah seorang laki-laki yang sudah berpenghasilan dan bisa membimbing kamu dan keluargamu ke jalan lurus-Nya. Tugas seorang laki-laki yang sudah berkeluarga itu berat, ia harus menghidupi dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Jangan asal mencari pasangan hidupmu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bawah Langit Subuh (Seson 1||SELESAI)
Подростковая литератураLangit Univers seson 1 Aku hanyalah perempuan akhir zaman yang sedang berusaha menahan diri untuk tidak ikut masuk ke dalam lubang kemaksiatan. Tapi, Allah lebih tahu bagaimana cara mencintai setiap hamba-Nya. ~Alesa Tirta Negara Lantas, bagaimana k...
