تسع

163 6 1
                                        

بسم الله الرحمنالرحيم

اللهمّ صلّي على سيدنا محمد وعلى عليّ سيدنا محمد

☪︎☪︎☪︎

“Al umm madrasatul ula idza a'dadtaha sya'ban thayyial 'araq. Artinya ibu adalah madrasah pertama, apabila engkau mempersiapkannya maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik.”

[Hafiz Ibrahim]

☪︎☪︎☪

“Sa, tulung ejolke gas nang warung. Mbak arep mangkat kerjo.”

[Sa, minta tolong tukarkan gas di warung. Mbak mau berangkat kerja.]

Pagi-pagi sekali Mbak Tari sudah menyuruh adiknya untuk membeli gas elpiji di warung terdekat

Wegah.” Tolak lesa mentah-mentah.

[Gak mau.]

Hal yang paling tidak sukai Lesa untuk ke sekian kalinya adalah ia paling tidak suka kalau pagi-pagi di suruh ke warung, menurutnya itu adalah yang memuakkan. Ia harus berdesak-desakan dan harus mengantre di saat waktu tersebut bisa di gunakan untuk kegiatan yang lain, seperti mandi dan bersiap ke sekolah, misalnya.

“Emang awakmu ora ngombe.”

[Emang kamu gak minum?]

“Ora, banyu mentah sumur okeh.”

[Enggak, air mentah sumur banyak.]

Entah sifat suka membantah saat di suruh-suruh itu dari siapa, dari bapaknya atau dari almarhum ibunya. Pasti, setiap Lesa di suruh melakukan hal ini dan itu, ia pasti membantah terlebih dahulu. Padahal aslinya itu adalah pengalihan jawaban menyetujuinya, ia hanya gengsi untuk mengatakan ‘ya’ ataupun ‘oke’ saat di suruh.

Menurutnya, kalau orang di suruh untuk melakukan ini dan itu, itu adalah orang yang tidak paham dengan keadaan, dan seperti anak kecil yang butuh didikan. Padahal aslinya Lesa itu setuju dan mau kalau di suruh, hanya sifat membantahnya inilah yang membuatnya terlihat seperti orang pembangkang dan melawan.

“Koe ora peduli karo wong seng nang ngomah?”

[Kamu enggak peduli dengan orang yang ada di rumah?]

“Rak, wong ngomah e ora peduli karo aku kok.”

[Gak, orang rumah saja nggak peduli sama aku kok.]

“Rumangsamu wong ngomah iku ora mikirke awakmu, piye carane iso mangan?”

[Menurutmu orang rumah itu enggak mikirin kamu, bagaimana caranya bisa makan?]

Deg

Jarak antara dapur dan kamar Lesa sangat dekat dan hanya di pisahan oleh tembok pembatas saja. Hal itu membuat Lesa tak bisa melihat ekspresi wajah Mbak Tari, ia hanya bisa mendengarkan suaranya yang paruh seperti mau menangis.
Lesa terdiam menyadari ucapan yang baru saja keluar dari bibirnya. Seperti ada tangan tak kasat mata yang menampar bibirnya untuk memberikan pelajaran.

“Rumangsamu wong ngomah iku ora mikirke awakmu?”

[Menurutmu orang rumah itu enggak mikirin kamu?]

Lesa terdiam di dalam kamar. Gagang sapu lantai yang ia pegang ia remat tanpa sengaja. Otaknya langsung berbicara memaki-makinya. Sedangkan hatinya berdenyut nyeri.

Di Bawah Langit Subuh (Seson 1||SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang