41. Karma

2.7K 63 4
                                    



~~~

Ceilo mengacak dan menarik-narik rambutnya sendiri dengan tak beraturan, keadaannya kacau balau, tubuhnya kebas seolah tak merasakan apapun. Sudah tiga hari semenjak Kalana pergi dan keberadaan perempuan itu tak bisa ia temukan seujung jari pun. Ceilo ingin sekali mengelilingi Jakarta meski tak tentu arah agar bisa menemukan Kalana.

Jika saja ketiga sahabatnya tak menentang ide bodoh Ceilo, pasti Ceilo saat ini tengah luntang-lanting di jalan untuk menemukan keberadaan Kalana. Ceilo bahkan tak berniat memasukan makanan sedikitpun ke dalam perutnya sejak ia mendapati fakta bahwa Kalana memang benar bukanlah anak Intan Wardani dari mulut ayahnya langsung.

"Kalanaya bukan putrinya Intan, nak. Papa nggak tau apa yang sekarang terjadi sama kamu sampai kamu tanya soal Kalana. Kalau kamu punya kekhawatiran tentang suatu hal, papa berani sumpah kalau papa nggak ada hubungan lagi sama Intan atau perempuan lain yang manapun. Papa nggak akan berani ngulangin kesalahan papa nak."

Ceilo masih ingat dengan jelas setiap bait kalimat yang diucapkan oleh ayahnya, saat itu Ceilo hanya tersimpuh dilantai dengan lemas dan tak mampu menjelaskan duduk perkara pada kedua orang tuanya.

Bagaimana bisa selama ini Ceilo terlalu bodoh karena tak mencari tahu lebih lanjut tentang hubungan antara Kalana dan Intan, semua yang ia ketahui hanyalah berdasarkan asumsi dari selembar foto keluarga yang membuat hidup Ceilo berantakan.

Jika saja Ceilo mengetahui kebenarannya sedari awal makai ia tak perlu menyakiti Kalana yang mana sesungguhnya juga menyakiti dirinya sendiri.

Dendam sudah sepenuhnya membutakan Ceilo hingga ia akhirnya mengorbankan hidupnya sendiri untuk suatu hal yang sangat sia-sia. Juga mengorbankan perempuan yang ia cintai.

"Ilo, ini udah tiga hari dan lo nggak ada makan sedikitpun. Minum air putih doang nggak akan nolong lo, seenggaknya kalo lo emang mau nyari Kalana, badan lo harus sehat biar lo bisa nyari dia kemanapun kaki lo mau ngelangkah." Radit kembali berujar untuk kesekian kali, rasanya sudah puluhan kali hari ini Radit membujuk Ceilo agar mau menelan makanan, namun sedikitpun Ceilo tak menggubris perkataan Radit.

Radit dan Stefan sepakat untuk menemani Ceilo di apartemen nya agar lelaki itu tak gegabah dalam melakukan suatu hal yang berkemungkinan besar membawa dampak buruk bagi diri Ceilo sendiri. Lagipula mereka tak mungkin tega membiarkan sahabatnya seorang diri dalam kesusahan.

Sementara Tian mengambil alih untuk mencari Kalana dan menggali lebih banyak informasi tentang Kalana, termasuk juga akan menjelaskan permasalahan Ceilo kepada kedua orang tuanya.

Mereka membagi tugas dan bekerja sama agar Kalana bisa ditemukan dan agar kesalahpahaman ini lebih cepat bisa diluruskan.

"Dit sekarang jam berapa?" Ceilo yang tampak linglung bertanya pada Radit, mereka berada diruang tengah apartemen Ceilo tanpa melakukan apapun selain membujuk Ceilo agar lelaki itu bersedia untuk menelan makanan, meski hanya sesuap.

"Jam 6 sore Cel, lo butuh sesuatu?" Radit dengan sigap mengambil langkah ke dapur untuk mengambil makanan apapun di kulkas yang bisa ditelan oleh Ceilo.

"Nanti jam 7 malem Kalana pulang kok, biasanya dia mandi dulu terus bakal nyiapin makan malam. Gue nunggu masakan Kalana aja buat makan." Tatapan Ceilo lurus, matanya kosong dan nampak cukup santai.

Hal yang diucapkan oleh Ceilo membuat Radit dan Stefan saling bertatapan, kemudian segera saling meringis pilu.

"Sial, padahal baru tiga hari." Ucap Radit menghela nafas gusar.

Stefan segera menimpali, "Emangnya mungkin ya Dit kalau penyakit Ceilo balik lagi?"

"Mana gue tau. Gue bukan psikolog Fan, tapi sumpah gue takut banget sekarang." Radit menyahut dengan semakin gelisah.

Like A StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang