Pot Bunga

38 5 0
                                    

"Anak ibu sudah ganteng, sini ibu sisirkan rambut kamu." Sarah menyisir dengan telaten sehingga rambut itu sudah tertata rapih.

"Tunggu sebentar? Ini muka kamu lebam kenapa? Kamu berantem," Sarah melihat lebam sudah membiru mungkin kalau tidak diteliti lebih dalam tidak akan terlihat. Lebam nya juga hampir tersamarkan, jadi tidak begitu terciri.

"Shaka kemarin jatuh terus ngga sengaja kebentur meja. Udah gak apa-apa kok Bu, besok juga ilang bekasnya." Shaka mana mungkin bilang kalau ini bekas di pukul Elvan beberapa hari lalu, bisa-bisa ibu bakal khawatir dengan nya. Sedangkan Shaka sangat tidak suka membuat orang sekitar nya khawatir.

Sarah tidak ingin percaya begitu saja, tapi dia sudahi tidak mau bertanya lebih jauh takut Shaka merasa tersinggung.

"Mas, kalau ada apa-apa harus bilang ibu ya? Ibu tahu kalau mas tidak ingin orang sekitar, apapun itu tolong tetap bilang sama ibu. Kamu ngerti kan?"

Shaka hanya tersenyum sebagai tanggapan. Sejujurnya ingin sekali Shaka mengeluarkan semua emosi nya pada siapapun, mau ibu atau siapa saja. Tetapi terasa berat sekali untuk dia ungkapkan masalah dia selama di sekolah.

Shaka mampu diam memendam perasaan ini, Shaka tidak bisa.

~~~~~~~~
~~~~~~~~

Pelajaran kali ini adalah pelajaran olahraga beberapa kelas ikut bergabung bersama karena memang kebetulan memiliki jadwal yang sama. Shaka dia berada di kejauhan menghindari murid-murid yang sedang sibuk memilih akan berolahraga apa. Pilihan nya ada basket, voli atau sepak bola. Shaka tidak bisa memainkan semua hanya bisa diam melihat teman-teman bermain.

Tatapan tertuju pada kaki yang terbalut sepatu putih, kaki nya terasa kaku untuk digerakkan sudah melakukan terapi hasilnya masih sama. Kecelakaan dua tahun lalu membuat dia lumpuh, dokter memang bilang kalau ini hanya sementara. Sudah melakukan terapi selama dua tahun terakhir hasilnya tetap tidak ada.

"Shaka kamu mau ikut bermain?" tanya seorang guru menghampiri Shaka yang tidak bicara atau sesemangat murid lain.

"Bapak serius ngajak anak lumpuh kaya dia? Ngga salah, mana bisa main orang ngga bisa jalan gitu!"

"Bener banget. Udahlah pak, mending suruh dia pergi aja. Percuma di sini juga ngga guna!"

"Dasar anak lumpuh,"

Sindiran pedas yang hanya bisa Shaka dengar tidak ada niat buat membalas. Shaka memutar roda kursi roda nya berniat untuk pergi, namun tangan seorang guru mencegahnya.

"Tidak perlu dengarkan mereka. Biar saya ajarkan main voli untuk kamu sendiri? Saya yakin dengan keterbatasan ini tidak membuat kamu tidak bisa melakukan hal seperti ini!"

"Saya lumpuh, tidak ada yang bisa diharapkan." balas Shaka dengan pelan.

"Tidak, banyak loh pemain atlet yang memiliki keterbatasan. Tapi lihat mereka bisa melakukan itu layaknya manusia normal, Shaka dengarkan saya kekurangan apapun tidak membuat kita harus pesimis menjalani sesuatu."

"Kamu bisa saya yakin!"

Di tengah ribuan kata menyudutkan ada satu orang membuat kata itu patah. Guru olahraga yang memang dikenal sangat baik sekali, Shaka berterima kasih dalam hati membuat dia kembali semangat.

"Ayo kita belajar pelan-pelan ya," Shaka mengangguk senang tatapan sinis berasal dari teman yang lain tak diindahkan kali ini Shaka harus mengabaikan mereka.

"Bagus, ayo coba sekali lagi." Baru percobaan pertama Shaka sudah berhasil menangkis bola voli itu membuat guru tersebut tersenyum lebar.

Shaka tertawa kecil menyenangkan sekali setelah berapa lama dia tidak memainkan olahraga ini. Biasanya setiap pelajaran olahraga Shaka tidak pernah absen, sekarang sangat sulit untuk sekedar ikut-ikut saja.

Shaka And Wish Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang