Pengungkapan Seno

25 3 0
                                    

Davian memijat bahu dan kepala nya yang sangat pegal sekali.

"Badanku rasanya remuk sekali. Aduh, pinggang juga berasa encok padahal cuma abis duduk doang!" keluh Davian sepanjang jalan

Baru sampai dekat ruang tamu dia mendengar teriakan kencang dari arah ruang tamu. Davian sedikit berjalan cepat kesana, melihat apa yang terjadi.

"Kenapa ayah baru bilang sekarang. Kenapa, yah?" teriakan Delvin sangat frustasi sampai berlutut di depan Seno.

"Kenapa baru sekarang ayah bilang kalau dia masih hidup. Dia yang sudah kita anggap mati, ternyata masih hidup—"

Delvin memukul lantai sebagai pelampiasan, sungguh sakit hatinya. "Ayah sudah membohongi semua orang 16 tahun, lamanya. Kenapa? Kenapa, yah ...."

"Kalian kenapa?" Seperti bukan waktu yang tepat untuk Davian datang. Tapi, ini sangat membingungkan dia yang tidak tahu menahu tentang bertengkar nya mereka.

Matanya melirik Delvin masih meringkuk di lantai, bergantian mata nya bergulir menatap Seno menunduk seperti merasa bersalah.

Tidak ada yang menjawab pertanyaan nya, malah semakin membuat Davian bingung. Situasi macam apa ini, sangat menegangkan sekali. Rumah yang slalu terlihat hangat kini berubah menjadi ketegangan, seperti mereka akan berperang untuk saling menyakiti satu sama lain.

"Kamu bisa duduk dulu." di sana ada Seno yang masih mengatur napas agar kembali merasa tenang. Dia tidak boleh kembali emosi, harus tetap bersabar.

Tidak ingin kembali menyakiti perasaan siapapun. Sudah cukup—dirinya menyembunyikan kebohongan besar. Jangan lagi, sampai melukai kembali hati putra-putra nya.

"Ayah, sudah membuat suatu kebohongan besar. Dan mungkin akan sulit di maafkan, karena sudah sangat keterlaluan." ucap Seno menjelaskan semua dari awal lagi supaya Davian bisa mengerti dimana letak permasalahan ini bermula.

Davian mengernyit. "Maksud ayah? Kebohongan apa?" kebohongan seperti apa sampai membuat Delvin begitu marah. Sangat membuat dirinya semakin dalam kebingungan, Delvin kakaknya masih terdiam duduk di lantai.

"Ayah sudah membohongi, kalau anak ketiga ayah sudah meninggal bersamaan dengan ibu kedua kakakmu."

Seno kembali mengingat masa lalu. "Saat itu ayah kebawa emosi, membenci anak tidak bersalah yang sudah di lahir kan dengan susah payah oleh istri ayah. Ayah, membawanya ke sebuah panti asuhan dan menaruhnya disana–"

Davian menutup mulut seolah tidak percaya apa yang baru saja ia dengar.

"Ayah tinggalkan dia, tidak pernah tahu bagaimana kondisi dia. Setahun setelah kepergian istri ayah, ayah menikah lagi dengan ibu kamu. Ayah, sudah tidak peduli dengan anak itu,"

"Kemarin baru saja ayah temui dia. Dia tumbuh dengan sangat baik, walaupun dia sedikit cacat karena lumpuh."

Davian tidak tahu jika Seno masih memiliki anak lain selain kedua kakak yang selama ini bersamanya. Kata lumpuh itu—mengingatkan dia dengan seseorang.

"Ayah tahu siapa nama dia?" tanya Davian berusaha sedikit memastikan pikiran salah. Siapa tahu bukan dia, lagipula mana mungkin.

"Ayah yang memberi dia nama sebelum ditaruh di panti itu. Nama ada Shaka Alden Fellino. Memang sudah ayah persiapkan sebelum kelahiran nya,"

Davian mendesah panjang, astaga dugaan benar. Ternyata dia adalah saudara nya juga, sungguh sangat tidak bisa dipercaya.

"Sudah lah, Davian sudah lelah. Mau istirahat," Davian pergi ke kamar untuk mencari ketenangan di sana. Kepala sudah pusing, ditambah badan dia sangat tidak enak.

Shaka And Wish Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang