Ketika hujan adalah musuhmu namun salah satu penikmatnya adalah alasan degup sarkas itu.
Hanya sebuah kisah sederhana beberapa insan manusia di masa putih abu-abu. Hujan, bola, aksara, raih cita, pendidikan dan semarak perbedaan makhluk hidup bumi b...
Maaf, karena saya terlalu pengecut untuk menghadapi kenyataan.
🍃
🍃
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🍃
🍃
Mentari pagi sudah menyapa menghangat setiap jiwa manusia yang memunculkan raga, menantang hari dan memastikan sebuah waktu akan tepat memberikan kasihnya bagi para pejuang asa.
Huan menapaki jalur koridor kelas Jurusan IPA. Meniti tiap langkah yang agak gontai karena rohnya masih menempel, melekat pada kasur nyaman di rumah.
Tangan kiri gadis itu membawa sebuah kotak berukuran persegi, ditopang dengan pinggang rampingnya. Tersenyum dan menyapa balik orang-orang yang melakukan ramah lebih dulu. Masuk ke dalam kelas yang hanya berisi beberapa orang termasuk ketiga sahabatnya.
Salsa tengah duduk bersebelahan dengan Anin, mendiskusikan sesuatu yang membuat keduanya sesekali terkekeh gembira. Anjar duduk di kursi milik Huan, memperhatikan dua orang tersebut. Matanya sayu, mengantuk.
"Selamat Pagi, orang-orang yang akan selalu sukses?" sapa Huan dan meletakkan tas singgasananya, duduk di tempat yang sebenarnya milik Anin dan barang bawaan tambahan itu di atas meja.
Salsa, Anin dan Anjar membalas sapa itu serentak dengan wajah bingung melihat apa yang dibawa oleh Huan.
Huan menoleh ke arah Anjar yang kini sudah merebahkan kepalanya di atas tas milik Huan. "Tamu, ya?" Huan malah berbalik tanya dan dijawab dengan anggukan oleh Anjar.
Huan mengelus-ngelus kepala Anjar, menyampaikan rasa berbela rasa dan menyalurkan kekuatan agar Anjar bisa melewati hari-harinya dengan kuat.
Tamu bulanan untuk perempuan, siapa yang bisa menghindarinya?
"Itu apa, Wan?" Salsa bersuara, mengulang pertanyaan yang tadi terdistraksi oleh lesunya Anjar.
"Kepo," balas Huan dan menjulurkan lidahnya.
Salsa mencebik dan ingin menjambak rambut Huan tapi ditahan oleh bundanya Mukbang Squad, Anin.
"Nyebelin banget sih pagi-pagi juga," gerutu Salsa.
"Udah, Sal," lerai Anin.
Salsa diam dan melanjutkan kegiatan keduanya menatap layar gawai. Menggeser-geser benda touchscreen tersebut dengan gembira. Entahlah, Huan tidak peduli. Ia sibuk menepuk-nepuk pelan pinggang Anjar yang serasa ingin putus.
"Huan, dicari Alan!" seru Bara yang sejak tadi duduk di luar kelas. Kepalanya menyembul ke dalam lewat jendela.
Huan mendongak dan mendapati Alan yang berdiri menjulang di belakang wakil ketua kelasnya itu.