○ KAMPOENG KOERAWA 19 ●

221 48 111
                                    

Dwiko memeluk Salsabila dengan mata terpejam karena keduanya bermalam di apartemen yang dapat melihat jembatan soehat di Malang. Oh ayolah sudah lama sekali keduanya tidak bercumbu berdua.

Dan ya malam kemarin setelah tragedi gak sido ndadi, Dwiko mengajak Salsabila check in di tempat seperti bias untuk pertama kalinya semenjak Salsabila menikah.

"Bwabwabwabwa," oceh bayi diatas sofa membuat Salsabila terjengat kaget, mengingat putranya itu ikut check in karena jika tidak diajak putranya akan rewel dan mengganggu orang rumah.

Salsabila melepaskan pelukkan Dwiko, ia turun dari ranjang dengan hanya menggunakkan g-string berwarna merah menyala. Ia menggendong putranya yang terbangun dari tidurnya itu.

"Sssstttt, mik cu le?" tawarnya sambil menimang Daren yang mengoceh bayi.

Daren menunjuk Dwiko yang tidur dengan tengkurap diatas ranjang. "Pah!" pekiknya.

"Pah, pah, gundule. Aku guduk papa mu." protes Dwiko setengah sadar dengan suara serak.

Daren tertawa cekikikan bayi sambil mengemut dua jarinya. Sementara Salsabila duduk diatas sofa memangku putranya yang sepertinya lapar karena bangun di dini hari.

"Mohhhh," celoteh Daren memukul-mukul payudara ibunya yang padat dan berisi.

"Loh kok emoh? Wes nggak mau susu tah?"

"Bwahhh..." Daren berteriak sambil menunjuk Dwiko.

"Cok menengo! Gak usah bengok-bengok aku gak iso turu malean!" [Cok Diem! Gak usah feriak-teriak, aku jadi gak bisa tidur] frustasi Dwiko bangun dari kasurnya dengan memakai celana boxer ketat bermotif hello kitty, ia mengambil lakban dari tasnya lalu memplester mulut Daren.

Plak!

"Ya Allah mas! Ojok ngawur!" Salsabila memukul tangan Dwiko karena gerakkan Dwiko begitu cepat saat memplester mulut Daren menggunakkan lakban.

Saksabila melepaskan lakban tersebut secara perlahan dari mulut putranya. "Edan papah mu ki."

"Papah elo ndek kuburan!" kata Dwiko menunjuk sinis Daren.

Daren kini menangis kencang karena merasakan sakit diarea kulit mulutnya dan hampir susah bernafas. Sang ibu menyumpal bibirnya dengan puting ditengah tangisannya.

"Cup, cup, cup." Salsabila mengelus-elus pipi putranya yang memerah bekas lakban. "Edan bapakmu ncen."

"Anake sopo seh aslie?" tanya Dwiko.

"Mas Bagoes. Lah emang kamu nek mau nikahin aku sek tetep gak mau nerima anak-anak ku tah? Kamu katae mau nikahin aku." ucap Salsabila tanpa menatap wajah Dwiko.

"Ora."

"Aku mek mau sama kamu tok, hidup berdua." sambungnya.

"Yowes," [Yaudah] jawab Salsabila setenang mungkin.

Dwiko melanjutkan acara tidurnyayang sempat terganggu tadi. Kemudian Salsabila memakai pakaiannya kembali, ia menggendong putranya yang tidur itu tuk keluar apartemen.

Pukul menunjukkan jam empat pagi membuat Salsabila berani nekat pulang sendiri tanpa berpamitan pada Dwiko.

Ting!

Pintu lift terbuka, Salsabila pun masuk ke dalam lift tersebut.

"Dek," suara panggil seseorang laki-laki yang sangat ia kenali. "Kamu kok tega toh dek? Aku salah apa?"

"Astagfirullah!" pekik Salsabila kaget saat menoleh ke belakangnya terdapat sosok mantan suaminya dengan wajah pucat tengah menatap sayu dirinya. "Pergi o mas! Kamu wes mati!" teriaknya.

KAMPOENG KOERAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang