Dwiko mengeluar-masukkan ular phyton-nya perlahan ke dalam lembah rimba milik Salsabila yang sedang berada dibawahnya. Tangan kirinya menahan mulut sang wanita supaya tidak mengeluarkan suara desah karena mereka sedang di dalam kamar Dwiko.
Di pagi yang cerah ini keduanya sedang melakukan aktivitas yang biasa disebut wleowleo. Otomatis banyak warga kampoeng koerawa yang melakukan aktivitas diluar rumah ketika pagi, maka dari itu Salsabila harus menahan aungannya.
Saat akan mencapai puncaknya, Dwiko mencabut miliknya lalu mengapitkan ular phyton-nya di belahan dada Salsabila hingga ular-nya muntah-muntah.
"Argh...." lenguhnya membuat Salsabila menggelinjang sambil meremat sprei bantalnya. "Hmphh...."
"Dwiko nandi?" [Dwiko kemana?] tanya Eka baru saja masuk rumah melihat Chaterine sedang menyapu ruang tamu.
"Di kamarnya mas wleowleo," jawab Chaterine.
"Oalah," ucap Eka lalu masuk ke dalam kamarnya di samping kamar Dwiko. Ia mengambil kalung emas untuk istrinya yang baru saja ia beli kemarin hasil uang kondangan. "Nanti kalo ketemu Dwiko bilang aku nang puskesmas anterin Ningsih kontrol."
"Siap mas." jawab Chaterine.
Ningsih melihat kamar Salsabila yang kosong sambil menggendong Yola. "Sal," panggilnya mencari adiknya itu.
"Ibuk mana?" tanya Yola yang baru saja diantar ibunya ke rumah Salsabila.
"Sek ya, paling ibuk mu ke pasar." jawab Ningsih lalu mencari Salsabila keluar rumah. Ia melihat suaminya berjalan menghampirinya. "Yang kamu lihat Salsa ora?"
"Di kamare Dwiko, kenopo?"
"Oalah bocah ra eling lek dititipi anake wong," [bocah ra eling lek = bocah gak inget kalau] kata Ningsih memberikan Yola kepada Eka.
Eka menggendongnya lalu menggandeng tangan istrinya itu, "Ayo jalan-jalan katae pengen jajan pasar nagasari."
"Yola kasih ke Salsa dulu dia belum mandi, mamae tadi kesusu berangkat." [Kesusu = keburu]
"Gapapa diajak, tak raupi sek ae ben gak keliatan korep." [Tak raupi sek ben gak korep = Ku basuh dulu aja mukanya biar gak keliatan belum mandi] kata Eka membawa Yola ke dalam rumahnya tuk membasuh wajah Yola.
Ningsih melihat Chaterine yang sedang menyapu teras rumah Pandawa. "Hpl-nya kapan Kat?"
"Dua bulan lagi kayaknya tapi bisa maju kata bidannya."
"Cowok apa cewek?"
"Cewek."
"Awakmu gak muntah-muntah lek mangan?"
Chaterine menggelengkan kepalanya tidak. "Nggak mbak, aman."
"Oalah jancok, anake Eka megelno." [Oalah jancok, anaknya Eka ngeselin]
"Kenapa mbak?"
"Suka pilih-pilih makanan."
"Dah wes ayo budal," [Budal = berangkag] Eka menggandeng tangan Ningsih tuk berjalan kearah pasar di kampungnya.
"Hai," sapa Nakoela kepada Chaterine tiba-tiba.
Seketika itu juga pipi Chaterine memerah karena ia malu disapa oleh pria manis di kampoeng koerawa. "H-hai juga..."
"Dwiko ada apa nggak?"
"Ada kok di dalem, bentar tak panggilin." ucap Chaterine masuk ke dalam rumah pandawa berpapasan dengan Salsabila yang keluar dari kamar Dwiko dengan rambut singa.
"Astaga mbak." kaget Chaterine.
Salsabila juga ikut kaget lalu ia buru-buru masuk ke kamar mandi rumah Pandawa tuk membersihkan tubuhnya dari muntahan ular phyton milik Dwiko. Sementara Chaterine melihat Dwiko tengah tengkurap diatas kasur dengan keadaan setengah telanjang, hanya bercelana pendek diatas lutut tanpa memakai kaos.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMPOENG KOERAWA
Fiksi PenggemarKampoeng Koerawa-salah satu kampung pemukiman padat dan rata-rata isinya kaum adam berada di dalah satu kota daerah Jawa Timur. akseraaaa, 2024.