○ KAMPOENG KOERAWA 16 ●

235 50 113
                                    

Salsabila menimang putranya yang wajah mirip sekali dengan wajahnya versi laki-laki, mendiang suaminya hanya kebagian turunan mata rabun kepada putranya.

Untung saja dirinya dan putranya itu selamat berkat tidakkan gercep rumah sakit karena jika tidak ditindakki dengan cepat nyawanya dan bayinya dapat melayang.

Entah kenapa perasaannya setelah melahirkan dan belum empat puluh harinya Bagoes tiada perasaannya bukannya sedih kehilangan malah takut. Ntahlah akhir-akhir ini mendiang suaminya datang ke mimpinya dan selalu berteriak meminta tolong dan mengatai dia jahat.

Jadi salah ki opo toh mas? batinnya.

"Mama wisuda ku jadi ora?" tanya Salma kepada ibunya yang sedang melamun sambil menimang adiknya.

"Astagfirullah Sal, masih di suasana berduka kamu sek bingung wisuda seng mahal iku? Gak sek." [Sek = dulu] jawab Salsabila kesal lalu ia masuk ke dalam kamarnya.

"Ih mama nyebelin! Ya Allah plis balikkin ayah Bagoes, ambil aja ayah Maxwell semua ikhlas." ucap Salma.

Salsabila meletakkan putranya diatas kasur, ia membuka hp-nya tuk melihat roomchat lamanya dengan Dwiko. "Jadi kangen ke Songgoriti sama mas Dwi..."

"Tapi mas Dwi gak kirane mau lagi sama aku. Apalagi aku nambah anak sama mas Bagoes," monolognya menoleh kearah putranya dengan Bagoes sedang tidur.

Tok. Tok. Tok.

Salsabila keluar kamarnya kemudian berjalsn kearah pintu utama. "Sat sut ilang ae Salma iki." katanya melihat di dalam rumahnya sudah tidak ada Salma lagi.

Ia membuka pintunya menampilkan Dwiko yang sedang membawa kantong kresek merah besar berisi sembako.

"Sepurane baru bisa jenguk, gak bisa bantu nguburin suami mu."

"Kamu habis darimana aja seh mas?" tanyanya.

Dwiko meletakkan sembako pemberiannya di ruang tamu rumah mendiang suami Salsabila itu. "Banyak acara tanggapan sound system di daerah luar kota terutama Gresik sama Kediri jadi aku harus terjun kesana."

"Rame ya usahanya."

"Disyukuri ae," jawab Dwiko.

"Mau di bikinin kopi apa teh mas?"

"Air putih ae," ucap Dwiko.

Salsabila memberikan botol mineral yang masih tersegel dari kardus kepada Dwiko. "Besok ikut tahlil ya mas disini, empat puluh harinya mas Bagoes."

Dwiko meminum air mineral tersebut. "Sorry nggak iso, aku onok bookingan turis buat bikin tatto mereka."

"Oh gitu." jawab Salsabila kemudian ia mendengsr putranya dari dalam kamar menangis. "Sek mas Daren nangis." katanya masuk ke dalam kamarnya.

Daren? batin Dwiko.

Salsabila membawa keluar putranya itu tuk menghadap kearah Dwiko. "Cok mirip pol karo awakmu," [Cok mirip banget sama kamu] kaget Dwiko melihat wajah putra Salsabila itu.

"Kayake ini anak mu deh mas." ucap Salsabila.

"Gundule," jawab Dwiko. "Wong yo kamu hamil pas dua bulan setelah menikah sama cak Bagoes, dadi ra mungkin." elaknya.

"Loh kok apal mas?"

"Dikandani Mas Eka." [Dibilangi mas Eka] ucap Dwiko.

Salsabila tersenyum tipis melihat raut protes Dwiko yang agaknya panik. "Guyon mas, emang ini anaknya mas Bagoes." [Guyon = Bercanda]

"Gak mau gendong tah mas?" tawar Salsabila.

"Emoh," [Gak mau]

"Ayo talah mas sekali-kali gendong bayi." kata Salsabila merayu Dwiko dengan memberikan putranya.

KAMPOENG KOERAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang