○ KAMPOENG KOERAWA 23 ●

234 47 73
                                    

Dwiko menuntun Daren yang sedang belajar jalan di jalan perkampungan sempit kampoeng koerawa. Ntahlah akhir-akhir ini dia dekat dengan anak janda kembang kampoeng koerawa. Padahal sebelumnya dia benci anak-anak bukan?

Dimana Salsabila? Mengapa ia membiarkan putranya dengan Dwiko?

Salsabila sedang ada tanggapan atau bisa disebut di undang di acara festival agustusan sebagai biduan di kampoeng koerawa.

Jadi Daren memilih ikut bersama dengan Dwiko ketimbang kakaknya—Salma.

"Wes koyok bapake ae rek." [Udah kayak bapaknya aja rek] celetuk Dimas.

"Yo yokpo, wong anake ojob ku." [Ya gimana, orang anaknya pacar ku] balas Dwiko.

"Siap ojob, wes rabi ta?" [Siap pacar, udah nikah tah?]

"Wes."

"Kapan? Kok ora undang-undang?"

"Gawe opo? Aku introvert." [Buat apa? Aku introvert."

"Padahal Salsa gawene cerito pengen rabi geden-geden ala artis ben kabeh ero lek dekne rabi," [Padahal Salsa biasanya cerita pengen nikah besar-besaran ala artis biar semua tau kalau dia nikah]

"Tenan e wes rabi?" [Beneran udah nikah?]

"Yo gak lah asu, lek rabi tenan sak introvert-introvert ku pasti ngundang kon pas acara akad."

"Kapan rabi ne?"

"Ngenteni lek onok duwek." [Nunggu kalo ada uang] jawab Dwiko kemudian menggendong Daren ke arah rumah pandawa.

Dwiko tidak mengikuti acara festival dan jalan sehat agustusan Kampoeng Koerawa, ia memilih di rumah menjaga anak? Oh tidak begitu maksudnya, begini. Kalian dapat menyimpulkan sendiri, bukan?

Dwiko membantu melepaskan sandal jepit swalow Daren berwarna hitam di depan rumahnya. "Seng anteng, aku te kerjo cah." [Yang diem (jangan ganggu), aku mau kerja]

"Yah," jawab Daren kemudian merangkak kearah anjing peliharaan Triswara yang sedang tidur dibawah kolong meja ruang tamu.

Dwiko merebahkan dirinya di kamarnya dengan menyalakan hp-nya, Yang tepenting semua pintu rumah tertutup, toodler pasti aman.

Ia mulai memulai pekerjaannya dari hp dengan membuat ritme lagu tuk bisnis sound system-nya.

Lek proyek iki cair, Salsa tak tukokno emas enem gram.

Tiba-tiba ia mencium wangi melati yang sangat wangi hingga membuat kepalanya terasa pusing, saking wanginya.

Cok mambue wangi men, batinnya dengan memegang kepalanya.

"Mas," panggil suara wanita dengan nada merdu.

Dwiko menoleh ke sumber suara, ia melihat ibu Daren sedang mengenakkan kebaya berwarna hijau disertai roncean melati di sanggul-nya. "Kon lapo cok gawe klambi koyok ngono? Te karnavalan ta?" tanyanya reflek dengan kasar.

Salsabila mendekat dengan senyum yang menurut Dwiko aneh dan agak creepy. "Cok medeni mesem mu." [Cok nyeremin senyum mu] ucapnya seakan menolak kedatangan Salsabila.

Tiba-tiba wajah Salsabila berubah menjadi sosok wanita yang berupa tegas bak ratu namun menurut pandangan Dwiko, itu termasuk wajah menyeramkan. "COK SOPO KOEN?!" [COK SIAPA KAMU?!]

"Rabien aku toh mas, hihihi...." [Nikahin aku toh mas, hihihi....]

"WEGAH COK!" [GAK MAU COK!]  sentaknya lalu menampar pipi sosok tersebut.

Plak!

"Mas! Sakit!" seru Salsabila tiba-tiba membuat Dwiko melongo. "Loh?"

Salsabila memegang pipinya dengan sesunggukkan karena merasa panas dan sakit dibagian pipinya yang habis di tampar oleh Dwiko. "Hiks...."

KAMPOENG KOERAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang