chapter 19

211 15 5
                                    

- Elemental showdown part 4.

Halilintar dan liya saling memandang bulan. Bulan disini jauh lebih terang dan indah tentunya. Keduanya duduk bersebelahan dengan jarak tak lebih dari beberapa sentimeter.

"Seperti biasa bulan malam ini juga terlihat indah" ucap halilintar kagum.

"Bagi kami para elf. Bulan lambang ke anggunan juga kesucian, bulan memang selalu memiliki pesona yang menakjubkan" ujar liya membalas.

"Cara mu memandangnya jauh lebih indah" Balas halilintar.

Liya terkekeh kecil. "Berhentilah menggoda ku, kenapa tidak ceritakan tentang dirimu?" Tanyanya.

"Diriku?" Beo halilintar.

Melihat liya menunggu, halilintar tidak kuasa untuk menolaknya. Tapi bahkan sekarang ingatannya ambigu, dia tidak bisa mengingat secara rinci siapa dirinya.

"Rumah!. aku punya beberapa rumah, aku tidak bisa mengingatnya secara rinci" ucap halilintar termenung. "Rumah pertamaku, ia adalah pemimpin negara yang adil dan memiliki jiwa kesatria, kupikir itulah yang membentuk sifat dasarku" Lanjutnya.

Halilintar tidak bisa mengingat siapa tapi jelas sekali kalau rumah pertamanya adalah planet gurlatan. Namun dia tidak mengingat siapa dirinya saat itu.

"Rumah kedua entahlah, tidak ada kenangan menyenangkan. Aku hanya melihat pembantaian dimataku" ujar Halilintar menghela nafas. "Rumah ketiga adalah hal berbeda" Lanjutnya.

"Berbeda?" Tanya liya.

"Aku bisa melihat diriku yang lain, entah siapa. Mereka sedikit menyebalkan tapi aku tidak keberatan" ujar halilintar meneruskan. "Rumah pertama aku selalu sendirian, rumah kedua entahlah aku tidak tau apa itu, dan rumah ketiga sangat menyenangkan" Lanjutnya.

Sebuah telapak tangan menyentuh pipi kanan halilintar. Wajahnya nampak terkejut, sebelum tersenyum begitu tulus.

"Aku ini aneh bukan?" Tanya halilintar.

"Tidak" Jawab liya. "Aku juga ingin menceritakan sebuah kisah" Lanjutnya.

"Silahkan" ucap halilintar.

"Dulu. Aku punya seorang guru dan juga nenek yang baik, ia begitu cantik dan Anggun" ujar liya menatap langit. "Hari-Hari itu benar-benar menyenangkan, ia mengajariku banyak hal" Lanjutnya.

Tatapan liya langsung murung seperti mengingat sesuatu yang tidak ingin dia ingat kembali. Helaan nafas berat terdengar.

"Nenek melatih ku dan mempercayai masa depan tempat ini padaku. Aku tidak tau apakah aku layak untuk itu" ucap liya. "Nenek pernah cerita kalau dia pernah jatuh cinta pada makhluk selain elf, namun seseorang itu tidak bisa ia selamatkan" Lanjutnya.

"Aku turut berduka" Balas halilintar.

"Ya. Sebenarnya bukan itu yang mengganggu ku" balas liya. "Suatu hari tempat ini menjadi medan perang. Saat itu aku terlalu takut, ayah dan ibu sangat sibuk. Nenek menolong ku, aku yakin ia bisa menang, walaupun musuh sangat banyak. Tapi aku salah, ia tiada dan aku tidak berbuat apa-apa" Lanjutnya panjang lebar.

"Kita memiliki masa lalu yang buruk" ujar halilintar.

"Kau benar. Namun terkadang ingatan buruk itu harus di ingat" Balas liya.

Halilintar berdiri. "Aku akan mengantar mu, pulang" ucapnya sambil mengulurkan tangan.

uluran tangan diterima. Halilintar membantu liya untuk bangun, pandangan mereka bertemu. Keduanya saling menatap, bibir halilintar bergerak maju, hanya tinggal beberapa sentimeter.

Boboiboy: Elemental clash in dxdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang