tiga; tanda-tanda

46 6 123
                                    

🧶 тαηgℓє∂ 🧶


"Kak, ini buat bekal aja boleh?"

Jayden mencomot bihun goreng yang ada di meja makan.

"Boleh. Pakai nasi nggak?"

"Nggak usah deh, bihun doang udah kenyang." Jayden duduk di meja makan, sementara Jean mengambil kotak makan di lemari.

"Biasain kalau siang makan nasi." Juan menutup kulkas usai mengambil susu kotak. "Sekolah lo itu sampai sore, nggak sebentar."

"Pulang juga langsung makan."

"Iya kalau langsung pulang." Cibir Juan.

"Kalian kalau nggak debat pagi nggak indah kah harinya?" sindir Jean.

Jayden hanya melirik kakaknya, sementara Juan nyengir tanpa rasa bersalah. "Mas hari ini lembur, ya."

"Lagi?" tatap Jean.

Juan mengangguk. "Mau ada peluncuran aplikasi baru bulan depan, jadi kejar target."

Jean mengangguk saja, sebab dia tidak terlalu paham dengan pekerjaan kakaknya yang merupakan seorang software developer.

"Kamu kuliah pagi?" tanya Juan.

Gadis itu mengangguk sambil menyuap sarapannya.

"Berangkat sama siapa?"

"Naren,"

"Nggak sama soulmate, Kak?"

"Mana ada."

"Kak Sania?"

"Ck! Kamu tuh. Naksir, ya?"

Jayden mengernyit sambil memundurkan kepalanya. "Dih, tipeku bukan yang lebih tua. Sorry, ya."

"Sombong! Ternyata jodohnya sepuluh tahun lebih tua," celetuk Juan.

"Lo kali, jodohnya nenek-nenek!" Balas Jayden, lalu menyudahi acara sarapannya. Ia ambil kotak makannya lalu langsung dimasukkan ke dalam tas. "Aku langsung jalan, Kak. Mau jemput temen dulu,"

"Punya pacar ya lo?"

"Emangnya lo, jomblo!" Kemudian anak itu pergi.

"Dasar bocah," ucap Juan kesal. "Aman kan dia selama ini?"

Jean menatap Juan sekilas. "Aman."

"Kalau ada apa-apa sama Jayden bilang Mas, ya."

"Iya." Jawab Jean singkat, lalu keduanya melanjutkan acara sarapannya lagi.

Sementara Jayden, ia tidak berbohong soal ingin menjemput temannya. 20 menit setelah meninggalkan rumah, ia sampai di tempat tujuannya.

"Lo potong poni, ya?"

Yang ditanya memegang poninya. "Udah seminggu, anjir."

"Oh. Naik!" Kata Jayden pada temannya itu, tidak lupa ia turunkan footstep belakang.

"Motor lo tinggi amat sih," protes Fanny sambil naik ke atas motor Jayden.

"Lo-nya yang pendek."

"Tinggi gue 170, btw!"

"Oh, berarti Kakak gue yang pendek." Cengir Jayden, lalu memberikan helm pada Fanny.

"Nggak usah, kan deket. Nggak ada polisi juga."

TANGLEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang