dua puluh satu; gajelas

22 2 18
                                    


🧶 тαηgℓє∂ 🧶


"Woiii, anjirrr!! Kok nggak ada yang bilang suruh hafalin doa Iftitah sih???"

"Yeu bocah tolol nggak pernah shalat ya lo?"

"Sunnah, nggak pernah gue baca soalnya."

"Yakan sama shalatin jenazah, jadi wajib. Aah gimana sih lo!"

Fanny terkekeh mendengar keributan di kelas. Sesekali ia menggeleng, heran dengan anak-anal hutan ini.

Apalagi 2 minggu ini dihantam dengan ujian praktek. Memang tidak setiap hari, tapi sudah cukup membuat mereka stress. Dan sepertinya sebentar lagi akan jadi gila.

Gilirannya sudah selesai beberapa menit yang lalu bersama siswi lainnya, jadi sekarang tinggal para siswa sementara ia duduk santai di kursinya.

Jayden terlihat masuk ke dalam kelas, kakinya melangkah ke arah meja. Fanny berdiri, membirakan laki-laki itu masuk dan duduk di kursinya.

Claudia dan Tata dari meja sebelah hanya melirik. Mereka tahu bagaimana canggungnya hubungan dua temannya itu, tapi juga tidak bisa membantu apa-apa.

Sesekali Fanny melirik Jayden yang sekarang sedang sibuk dengan ponselnya. Sepertinya laki-laki itu sedang bertukar pesan pada seseorang. Beberapa kali Fanny menghela napas tanpa disadari.

Jayden yang menyadari itu, menoleh ke arah teman sebangkunya. "Kenapa?" tanyanya.

Fanny dengan cepat menoleh. "H-hah?"

"Dari tadi begitu terus. Ada masalah?"

"Masalahnya tuh elo, Jay! Kenapa kita jadi asing banget sih?!" Seandainya Fanny bisa berkata seperti itu.

"Fan?" panggil Jayden lagi saat gadis itu malah melamun daripada menjawab pertanyaannya.

"Oh, nggak kok. Eum... cuma capek aja sama ujian." Ujian hidup. Tambahnya dalam hati.

Jayden mengangguk, lalu fokusnya kembali pada ponselnya. Dan sudah, hanya begitu interaksinya dengan Jayden. Sudah sangat berbeda dari beberapa bulan yang lalu.

"Uhm, Jay...?" panggil Fanny lagi.

"Hm?" Jayden menoleh.

"Lo nggak jadi daftar SNBP, ya, kemarin?"

Laki-laki itu menggeleng.

"Pantesan, nama lo nggak ada di daftar. Hesa sama Sean masuk UI padahal,"

Jayden tersenyum kecil. "Azka juga,"

Mendengar nama Azka disebut Jayden, rasanya ada sedikit sakit. Bukan sakit karena ia menyesal, tapi entah, rasanya sakit saja.

"Kalau gue... punya tujuan lain." Tambah Jayden.

Fanny mengernyit. "Uhm?"

"Gue mau kuliah bareng Kakak gue, makanya nggak daftar kemarin."

"Hah??" gadis itu terkejut. "Kakak lo bukannya... di Inggris?"

Jayden mengangguk. "Sorry, ya."

"Haha, kenapa minta maaf coba?"

"Gue udah ngacauin lo sama Azka."

Jleb!

"Gue nggak bisa jagain lo lagi, begitu juga Azka. Tapi nanti kalau lo kuliah, jangan ragu buat cari yang bisa buat lo nyaman, ya."

Dada Fanny terasa panas namun juga dingin, sebab tangan Jayden menepuk-nepuk punggung tangannya yang ada di atas meja.

Jujur saja, Fanny tidak tahu harus bereaksi bagaimana sekarang. Ia sedih, juga marah. Ingin menangis tapi masih di sekolah, mau marah pun tidak ada hak.

TANGLEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang