enam; salting

26 5 81
                                    

🧶 тαηgℓє∂ 🧶

Pagi ini Bianca enggan berangkat ke kampus sebab Banu tidak bisa menjemputnya. Padahal, Sania sudah menawarkan diri untuk menjemputnya, namun ia tolak dengan alasan rumahnya terlalu jauh.

Tapi, bukan Sania kalau tidak memaksa. Tiba-tiba gadis itu muncul di depan rumah gedong Bianca sambil nyengir. Padahal si empunya rumah sudah mengamuk karena tidak mau berangkat.

"Jangan males-males, hari ini kita UTS." Kata Sania.

"Lagian Banu tiba-tiba nggak bisa jemput, bete gue."

Sania mendelik. "Terus kalau dia nggak bisa jemput, lo nggak ke kampus? Even lagi ujian sekalipun, gitu? Jangan tolol ah,"

Bianca merengut. "Gue belum sisiran lagi." Katanya saat Sania memberikan helm.

"Halah, kena helm juga berantakan lagi." Jawab Sania enteng.

"Yaudah," Bianca pasrah dan akhirnya memasang helm di kepalanya. "Jean sama siapa kalau nggak sama lo?"

"Dia punya supir dua, tenang aja."

"..." Bianca mengernyit.

"Naren sama Haqqi elah,"

"Enak banget. Gue cuma satu,"

"Yeu malah adu nasib. Gue malah nggak ada."

Bianca menggetok helm Sania. "Nggak ada bedanya, adu nasib juga."

Sania nyengir di depan, kemudian mulai menjalankan kendaraan roda duanya.

"Anyway, lo belum cerita soal cowok yang waktu itu jemput di kampus." Ucap Bianca penasaran.

"Kata orang, kalau baru memulai jangan diumbar, takut nggak jadi." Jawab Sania.

"Lo sama cowok itu mau emang? Maksud gue, lo tertarik sama dia kah?"

Tanpa Bianca tahu, Sania mesem-mesem di depan. "Liat gimana nanti aja, Bi. Baru kenalan kok."

"Orang baik nggak?"

"Berisik dah emak-emak, udah tenang aja. Nanti nih kalau gue udah semakin yakin, gue bakal cerita ke kalian."

"Ck! Tapi jawab dulu, dia baik nggak?"

"Baik, elah."

Bianca mengangguk, enggan bertanya lagi. Apalagi sekarang Sania sudah mulai ngebut. Maklum, jalanannya tidak terlalu ramai jadi lebih enak untuk menambah kecepatan berkendara.

"SANIA PELAN-PELAAANN!!!!" Teriak Bianca.

"NGGAK BISA!! UDAH MAU JAM SEPULUH!!"

Akhirnya, sepanjang perjalanan Bianca hanya bisa menyebut nama Tuhan, serta minta maaf kepada Malaikat karena telah dipermainkan oleh Sania di sepanjang perjalanan ke kampus.

🧶

"Ibu, nanti Nina nginep di rumah Sania boleh?"

Ibu yang sedang memotong sayuran melirik anak gadisnya. "Ada tugas, nak?"

Nina mengangguk. "Besok Nina juga ada kelas jam 8, Bu, kayaknya lebih enak aja berangkat dari sana. Lebih dekat."

"Nanti sama orangtuanya Sania gimana? Takut nggak enak lho, Nin."

"Mamanya Sania mah asyik banget, Bu, malah seneng kalau ada yang main apalagi sampai nginap. Boleh ya, Bu?"

Ibu tersenyum, lalu mengangguk. "Asal jangan ngerepotin."

"Siap!" Nina meletakkan tangannya di ujung alis. Ia hormat pada sang Ibu. Setelahnya, ia ulurkan tangannya guna salim pada Ibunya. "Nina pamit dulu, Bu, udah siang."

TANGLEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang