“Sultan, Stop!” Miranda Lesmana turun dari lantai teras rumah dengan wajah murka. Ibu mana yang bisa terima anaknya selalu jadi sasaran amuk Ayah kandungnya sendiri. Jangan hanya karena Marcel seorang anak laki-laki, jadi dia berhak mendapatkan semua ketidakadilan ini.
Pria yang statusnya masih sah menjadi suaminya––tapi sudah hampir lima tahun sudah tidak tinggal serumah, karena Sultan lebih memilih tinggal bersama istri mudanya––mendecak kesal sambil membuang muka.
“Marcel, kamu bisa pergi ke kantor polisi sekarang,” perintah Miranda kemudian.
“Jangan pergi!” Tapi Sultan melarang.
“Mama bilang pergi. Sel.” Paksa Mama lagi.
Bukan Marcel tiba-tiba ragu dengan semua keputusan yang dia ambil ini makanya dia berat mau beranjak pergi. Tapi dia hanya mengkhawatirkan sang Mama. Semua juga tahu kalau Sultan adalah sosok iblis yang sangat ringan tangan. Kalau dia pergi, takutnya tangan-tangan Sultan yang kotor itu bisa saja menyakiti Mama kapanpun. Siapa yang akan melindungi kalau dia pergi nanti sementara pria itu masih dalam keadaan meledak-ledak.
Miranda berputar lalu menatapnya. “Mama bakalan baik-baik aja. Kamu jangan khawatir, Nak,” ucapnya sambil mengangguk yakin. “Marcel percaya Mama ‘kan?”
Dengan berat hati pun Marcel balas mengangguk. Segeralah ia masuk ke dalam mobil untuk melanjutkan lagi perjalanan yang sempat tertunda.
“Kamu udah gila ya! Gladys itu anak kamu. Masa kamu tega membiarkan anak kamu jadi pesakitan!” Murka Sultan kembali berlanjut diiringi suara mobil Marcel yang sudah melaju pergi.
“Terus gimana dengan Marcel? Marcel juga anak kamu! Anak kandung kamu, Sultan! Tapi kenapa kamu memperlakukan dia seperti itu! Memangnya apa salah Marcel!” Tubuh Miranda gemetaran hebat menahan semua rasa yang sudah membuncah di ujung kepala. “Bukan salah Marcel ‘kan kalau orang tua kamu mendidik kamu dengan keras dulu. Tapi kenapa harus Marcel yang menerima akibatnya?! Marcel nggak salah! Selama ini dia selalu jadi anak baik dan penurut. Dia nggak pernah bikin masalah. Apa pernah dia melawan sama kamu?! Jangan mentang-mentang Marcel selalu diam jadi kamu berhak menjadikan dia pelampiasan di setiap kemarahan kamu apalagi menjadikan dia pelampiasan dikarenakan kamu gagal mendidik Gladys!”
“Sialan, sudah aku bilang jangan pernah berani berteriak di depanku!” Tangan kanan Sultan kemudian mencengkram, mencekik leher Miranda dengan tatapan menyalak marah. “Mungkin kamu lupa kalau aku ini Papanya. Aku berhak melakukan apapun yang mau aku lakukan ke anak itu. Mau dia aku sayang, mau dia aku pukul bahkan kalau aku mau bunuh pun aku berhak.”
“Sinting, Kamu!” Miranda yang tersedak karena mulai susah bernafas coba mencengkram lengan tangan suami gilanya ini yang semakin kencang mencengkram lehernya untuk meronta melepaskan diri. “Sultan, le-pa-sin––”
“OPA JANGAANNNNN! JANGAN JAHATIN OMAA!” Lalu dari depan teras tiba-tiba Andrew dengan seragam SD, sudah menenteng tas Spidermannya berteriak sambil berlari menuju ke tempat mereka. Bersyukurlah teriakan polos dari anak tujuh tahun itu berhasil membuat Sultan yang sudah kehilangan kewarasan, melepaskan cekikannya yang membabi-buta semakin keras itu dari leher Miranda.
Miranda langsung mengurut-urut dadanya yang sesak sambil meraup udara sebanyak-banyaknya. Inilah alasannya kenapa dia berani meminta Marcel untuk pergi tadi karena tahu kalau sekarang dia punya malaikat pelindung baru yang akan menjaganya. Yaitu Andrew. Kalau dengan putranya sendiri Sultan tidak mau merendahkan rasa egonya yang menjulang tinggi itu, tapi semua orang tahu kalau Andrew adalah satu-satunya sosok yang pasti bisa menaklukkannya.
“Opa jangan jahatin, Oma. Kasihan Oma.” Anak polos itu kemudian memukul-mukul paha dan perut Sultan dengan kepalan tangannya yang kecil. Pukulan-pukulan kecil tak berarti itu memang tidak sedikit pun menyakiti Sultan, tapi pastinya bisa menjadi tamparan terhebat baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Gone
General FictionTanpa perlu repot mencari kesana-kemari, tanpa disadari dan tanpa disengaja, Lala malah dipertemukan dengan dua pria yang tahu rahasia di balik kematian Ibunya.... Semesta memang sebaik itu pada Lala. Disaat usianya masih sangat muda, hidupnya penu...