“Bawa keluar cepattttt!”
Dari ruangan yang panas penuh kobaran api, lalu di kamar sejuk dengan bau obat-obatan ini Daniel sudah berada sekarang. Di tepi tempat tidur rumah sakit tempat Lala yang sedang tidak sadarkan diri berbaring karena mengalami dehidrasi akut bahkan hampir kehabisan oksigen di dalam ruangan penuh api yang hampir memanggang tubuhnya hidup-hidup.
Sejak tadi Daniel melamun cukup lama disana dengan posisi dua tangan masuk ke dalam dua sisi saku celananya.
Ada satu hal sebenarnya yang ingin dia katakan pada Lala tapi mungkin mustahil untuk bisa mengungkapkannya. Satu hal berarti yang pernah bersangkutan dengan kenangan di masa lalunya––atau mungkin maksudnya dalam kenangan masa lalu mereka berdua.
Dimana sebelum keluarga Setyawan yang kaya raya dan dermawan itu mengangkatnya menjadi bagian dari keluarga mereka. Tidak banyak atau bisa jadi, tidak ada yang tahu kalau sebelumnya Daniel berasal dari keluarga miskin. Sewaktu kecil dia hanya dibesarkan oleh ibu dan neneknya, yang dimana keduanya harus bekerja banting tulang menjadi jadi tukang cuci pakaian dari rumah ke rumah supaya bisa mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-hari mereka. Ia tidak pernah mengenal sosok ayahnya secara nyata karena menurut kabar yang ia pernah dengar, sang Ayah telah pergi meninggalkan ibu demi menikahi wanita lain saat dirinya masih di dalam kandungan.
Kehidupan mereka yang serba kesusahan tatkala membuat Daniel di masa lalu selalu menjadi bahan olok-olokan teman-temannya di lingkungan rumah maupun sekolah.
“Heh, Anak Babu, kemarin gue lihat emak Lo jadi tukang cuci di rumah Paman gue. Kasian banget ya lo. Makanya punya bapak dong biar sekolah Lo ada yang biayain. Kasihan ‘kan emak Lo capek-capek jadi babu cuma untuk nyari uang buat makan sama sekolah Lo. Hahahah!”
“Kalau miskin nggak usah sok-sokan sekolah segala deh. Mending sono bantu emak Lo jadi tukang cuci juga!”
“Lihat aja dia ke kantin bukan karena mau jajan tapi cuma mau ngeliatin kita-kita jajan. Pasti kamu nggak punya uang saku ‘kan? Miskin!”
HAHAHAHAHA!
Tidak ada yang bisa Daniel lakukan ketika geng anak-anak nakal di sekolah terus saja menghinanya selain hanya menunduk menahan tangis di pojok dinding kantin sambil mereka kerumuni.
“Itu mereka Bu guru. Anak-anak nakal itu selalu gangguin Kakak itu! Kasih hukuman sama mereka. Mereka jahat!”
Sampai akhirnya seorang gadis kecil berseragam merah putih datang menyelamatkannya dengan membawa guru BP. Anak-anak nakal itu pun dibawa ke kantor guru untuk dihukum dan bersyukur semenjak kejadian itu mereka tidak pernah mwmbully'nya lagi.
“Kakak jangan diam aja dong kalau dijahatin sama anak-anak nakal. Harus dilawan dong. Kakak ‘kan anak cowok. Harus berani.” Disaat anak-anak lain, bahkan penjaga kantin selalu hanya diam menonton bahkan terkadang ikut tertawa saat melihatnya dibully, tapi gadis kecil dengan rambut dan kulit kecoklatan––akibat sering terkena paparan sinar matahari––ini malah dengan berani datang membelanya.
Saat itulah pertama kali dia mengenal sosok Sheila Danika Ardiwilaga alias Lala, gadis yang sekarang tengah terbaring di atas tempat tidur rumah sakit ini. Sebelum akhirnya, tiga bulan setelah kejadian di kantin itu berlalu, mereka tidak pernah lagi saling bertatap muka karena keluarga Setyawan sudah mengadopsinya. Daniel mau tidak mau harus mengikuti kemauan keluarga barunya untuk dipindahkan ke sekolah yang lebih baik.
Lalu tidak disangka-sangka, Daniel yang berpikir mereka tidak mungkin akan dipertemukan lagi nyatanya dipertemukan saat gadis ini tahu-tahu muncul sebagai mahasiswa baru di universitas dimana tempatnya juga berkuliah, tapi sudah dengan status baru; menjadi cucu Teddy Ardiwilaga, walau ia sendiri sampai saat ini tidak pernah tahu seperti apa jalan ceritanya kenapa Lala bisa sampai berada pada titik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Gone
Fiksi UmumTanpa perlu repot mencari kesana-kemari, tanpa disadari dan tanpa disengaja, Lala malah dipertemukan dengan dua pria yang tahu rahasia di balik kematian Ibunya.... Semesta memang sebaik itu pada Lala. Disaat usianya masih sangat muda, hidupnya penu...