•Part 19 : Hari pertama tanpa ...

387 72 0
                                    

Happy reading
Jangan lupa vote sebelum baca

*

*

*

Mentari mulai kembali menjalankan tugasnya. Cahaya hangat nan lembutnya menelusup masuk, menyorot pada wajah polos Gindra yang masih terlelap. Agaknya sinar itu mampu mengusik tidur si kecil. Kedua mata yang semula terpejam itu mulai terbuka dan mengerjap beberapa kali. Cukup lama untuk Gindra bisa menyesuaikan penglihatannya. Menangkap pemandangan yang berbeda, bocah itu tanpa sadar melengkungkan bibir ke bawah.

"Lupa, Ayah pergi," gumam Gindra siap menumpahkan tangisnya. Si kecil kembali menarik selimutnya hingga menutupi seluruh badan.

Pintu kamar mandi terbuka. Winda yang baru saja selesai mandi dibuat terkejut saat mendengar isakan Gindra. Gadis itu berjalan menghampiri keponakannya dengan cepat. Tangannya mengusap rambut Gindra yang tersembul dari balik selimut.

"Gindra sayang, kenapa? Bangun bobok kok udah nangis aja?" tanya Winda meskipun ia tau penyebabnya.

"Abang kangen ayah," jawab Gindra pelan sambil mengintip dari balik selimut.

Winda terkekeh pelan kemudian menyibak selimut yang menutupi tubuh sang keponakan. Tubuh kecil itu ia angkat dan didudukkan pada pangkuannya. Jari lentiknya mengusap air mata pada pipi berisi Gindra.

"Padahal tadi malam sebelum bobok kamu udah VC sama ayah, masa udah kangen aja?" tanya Winda geli.

Gindra mengerucutkan bibirnya. Ia tatap dengan lekat wajah yang begitu mirip dengan Anang itu. Keduanya benar-benar seperti pinang dibelah dua. Andaikan model rambut mereka sama, mungkin akan susah untuk membedakan di antara keduanya.

Winda hanya diam saat tangan kecil Gindra meraba wajahnya. Pipi dalamnya ia gigit ketika melihat wajah polos Gindra yang seakan tengah mengabsen bagian wajahnya.

"Kenapa? Mirip sama Ayah Gindra 'kan?" tanya Winda sambil tersenyum.

Gindra mengangguk. "Hu'um, sama. Hehe, kangennya agak kurang sekarang," ucap Gindra sambil tersenyum memamerkan deretan gigi kecilnya.

Winda memekik gemas kemudian menggosokkan hidungnya pada hidung mungil Gindra. Bocah itu tertawa, melupakan rasa sedihnya tadi.

"Mandi, yuk. Abis itu sarapan, nanti kalo ayah senggang, kita telepon ayah. Mau nggak?" Gindra tersenyum lebar mendengar ucapan tantenya.

"Mau! Ayo, Tante kita mandi," sahut Gindra dengan semangat. Winda tersenyum, lantas membawa bocah kecil itu ke kamar mandi.

Di kamar lain, Jenia dan Jihan tengah mencoba membangunkan kedua cucu mereka yang tidur bersama. Lio dan Nio semalam melakukan panggilan video bersama ayah mereka di kamar Lingga, hingga terlelap. Jenia yang khawatir Lio akan terbangun jika dipindah pun memutuskan untuk tidur di kamar itu sekalian.

"Bukan anak kandung tapi mereka mirip sama anak kita, ya, Han," ucap Jenia sambil memotret Lio dan Nio yang saling berpelukan.

"Iya, lho. Bisa pas gini. Dulu waktu kecil Lingga sama Gilang juga paling lengket 'kan, ya. Nggak nyangka nurun ke anaknya juga," balas Jihan yang juga tengah mengambil foto kedua bocah itu.

Tak lupa keduanya mengirim foto hasil jepretan mereka di grup yang berisi semua anggota keluarga. Para kakek yang ditinggal istrinya pun langsung merespon gambar itu dengan cepat. Lina dan Winda pun tak mau kalah, mereka juga mengirim foto Yuar yang sedang dimandikan oleh Marvel, dan Gindra yang tersenyum lebar dengan tubuh terlilit handuk.

"Ini kalo Gilang sama yang lain liat, pasti langsung pengen pulang, nih," gumam Jenia sambil melihat foto-foto yang dikirim Winda juga Lina.

Become A Papa||00LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang