•Part 15: Banyak bapak banyak rezeki

756 107 11
                                    

Happy reading

*

*

*
Jam masih menunjukkan pukul setengah lima pagi, namun Anang dan Lingga telah memulai aktivitas mereka di dapur. Memasak lebih awal demi menyiapkan bekal untuk anak-anak sesuai requestan mereka semalam.

Anang menutup mulutnya dengan tangan ketika menguap. Rasa kantuk menyerangnya yang baru tertidur selama dua jam itu. Lingga yang sedang memotong sayur menoleh pada sahabatnya.

"Ngantuk, Nang? Lo tidur jam berapa?" tanya Lingga.

"Jam 2. Materi buat presentasi gue belum selesai, jadi gue kebut tadi," jawab Anang dengan suara yang terdengar berat.

"Tidur, gih. Biar gue yang lanjutin ini. Tinggal masak sayurnya aja 'kan?" Lingga menatap tak tega pada Anang. Terlihat sekali kalau pemuda itu tengah menahan kantuknya.

"Ya udah. Gue tidur ruang tengah aja. Nanggung hampir subuh juga." Anang menghentikannya kegiatannya, lalu segera membawa langkah menuju ruang tengah.

Tak lama setelah kepergian Anang, kini Bintang yang datang dengan membawa sebuah cangkir kosong. Lingga melirik Bintang yang tengah mencuci di wastafel.

"Nggak tidur, Bin?" tanya Lingga.

Bintang menggeleng. "Tidur bentar. Yuar batuk terus. Tadi sempet muntah juga, meriang kayaknya."

Lingga mengangguk mengerti. Ia segera menyelesaikan kegiatannya, sementara Bintang memilih kembali ke kamar memeriksa keadaan anaknya.

Adzan subuh berkumandang, menarik Anang dari tidur singkatnya. Segera saja pemuda itu kembali ke kamarnya untuk mandi dan shalat. Saat hendak ke mushala, ia berpapasan dengan Gilang yang juga memiliki tujuan sama.

"Jama'ah, yuk. Lo jadi imamnya," ajak Gilang.

Anang hanya mengangguk sebagai balasan. Keduanya pun segera melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Lingga dan Bintang menyusul tak lama kemudian, menggabungkan diri dengan kedua temannya.

Selesai shalat dan berdzikir, keempat pemuda itu ngobrol santai sembari membereskan perlengkapan shalat mereka.

"Yuar sakit, Bin? Semalem gue denger dia batuk terus," tanya Gilang.

"Iya, anget. Tapi bilangnya mau tetep sekolah. Jadi, pulang sekolah nanti mungkin gue bawa ke dokter," jawab Bintang sembari melipat Sarungnya.

"Kelas lo siang 'kan? Minta tolong anterin Gindra, ya. Gue berangkat jam setengah tujuh, nih. Mau persiapan buat presentasi nanti," pinta Anang yang dibalas anggukan Bintang.

Mereka pun kembali ke kamar untuk membangunkan anak-anak. Anang dengan pelan memberitahu pada Gindra kalau ia tak bisa mengantar sang anak hari ini.

"Ndak papa, Ayah. Semangat kuliahnya," ucap Gindra sambil memberikan sebuah kecupan di pipi sang ayah.

Anang tersenyum lega mendengarnya. Karena mau bagaimana pun, ia dan yang lain masih memiliki tanggung jawab pada kuliah. Beruntung anak-anak mau mengerti keadaan ayah mereka yang tak bisa selalu menemani. Meskipun begitu, para papa muda itu tetap berusaha menyeimbangkan waktu agar anak-anak tetap merasa diperhatikan. Dengan memasakkan sarapan dan menyempatkan mengantar ke sekolah, menjadi cara Anang dan yang lain untuk menunjukkan pada anak bahwa mereka juga menjadi prioritas bagi ayahnya,

Gilang datang ke kamar Anang untuk mengajak Gindra mandi bersama Lio. Hal yang memang sering terjadi, mengingat jadwal mereka tak selalu sama, maka keempat papa muda itu akan saling bantu membantu dalam mengurus anak-anak.

Anang berangkat pukul setengah tujuh disaat semuanya masih bersiap. Ia juga berpamitan dan minta maaf karena tak bisa menyiapkan bekal untuk sang anak.

Become A Papa||00LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang