•Part 12: Perkara nikah dan calon mama

740 96 22
                                    

Happy reading
*
*
*
*

Sore hari yang cerah dengan suasana damai di rumah. Lantunan sholawat dari speaker bluetooth yang Anang pasang di dapur, setidaknya mampu mengurangi keheningan rumah mereka.

Hanya ada Anang dan Gilang di rumah. Anak-anak mereka tengah menjalani rutinitas sore hari, yaitu pergi mengaji ke TPQ. Untuk Bintang dan Lingga, keduanya tengah pergi keluar untuk membeli sesuatu. Anang yang baru saja menyelesaikan kegiatan memanggang kuenya, kini terlihat berjalan menuju ruang tengah dengan membawa sepiring brownies coklat.

Dia mendudukkan diri di samping Gilang yang sudah berada di sana sedari tadi. Pemuda itu nampak termenung dengan tatapan lurus pada layar TV yang gelap.

"Masih mikirin kejadian kemarin?" tanya Anang memecah lamunan Gilang.

Gilang mengangguk sambil bergumam. Tangannya bergerak mengambil satu potong brownies. "Iya, gue penasaran siapa yang sebar berita kaya gitu. Tapi pikiran gue langsung ngarah ke Anggita. Yah, you know lah. Dia 'kan nggak suka gue rawat Lio."

Setelah mengucapkan hal itu, Gilang mulai menyuapkan brownies bertoping keju itu ke mulutnya. Anang menatap lekat sang sahabat yang sibuk mengunyah dengan lesu. Nampaknya berita kemarin benar-benar mengganggu pikiran Gilang meskipun sudah reda.

"Jangan suudzon dulu, Lang. Kita belum tau kepastiannya gimana. Buat sekarang, kita cuma bisa nunggu Nolan dapet penjelasan dari admin base soal akun yang udah nyebarin fitnah itu," nasihat Anang.

Gilang menghela nafas lalu mengangguk. "Iya, Nang. Gue terlalu kebawa emosi sampe mikir kaya gitu. Tapi ..." Gilang menoleh pada Anang. "... nggak ada salahnya gue menduga 'kan? Siapa tau beneran Anggita yang udah sebar fitnah itu gara-gara nggak terima gue putusin."

Anang menatap datar sahabatnya. "Serah lo, deh, Lang. Lo mikir gitu seakan-akan lupa kalo dulu sampe bela-belain segalanya buat tu cewek. Yang sampe bilang cinta mati, lah. Apa, lah," sarkas Anang. Gilang dibuat kicep oleh omongan Anang itu. Mulutnya berdecak kesal lalu melahap sisa browniesnya sekaligus.

"Apasih," gumam Gilang sebal.

Anang hanya mengangkat bahunya acuh. Ia mengambil remote kemudian menyalakan TV yang langsung menayangkan sebuah kartun bis biru.

"ASSALAMUALAIKUM!"

Teriakan anak-anak terdengar dari pintu depan. Anang dan Gilang menjawab salam mereka. Tak lama, suara langkah kaki berderap terdengar menuju ruang tengah.

"Yeay!! Nio menang!" seru Nio semangat sambil melompat-lompat kecil. Peci yang dipakainya miring dengan celana sarung yang digulung sampai lutut.

"Ih, Nio culang. Kan tadi belum selesai hitungnya," protes Lio tak terima.

"Eh, udah benel, ya, tadi. Kan Kak Yual yang itung," bantah Nio. Kedua bocil itu saling melempar tatapan tajam yang terlihat menggemaskan.

"Sudah-sudah, kalian sama-sama menang. Kan tadi masuk rumahnya barengan," lerai Anang.

Mendengar hal itu, seketika Nio dan Lio membuang muka masing-masing. Mereka menyalami Gilang dan Anang terlebih dulu. Aura permusuhan masih terasa di antara kedua bocah itu. Namun lucunya, mereka justru kompak duduk di karpet menghadap layar TV dengan satu potong brownies di tangan masing-masing.

"Ih, napa, sih, Nio ikut-ikut Lio telus?" tanya Lio sebal.

"Sapa ikut Lio? Olang Nio dulu yang duduk kok, hump!" protes Nio sambil memalingkan wajahnya.

Gilang menghela nafas sabar. Entah kenapa melihat dua bocil itu seakan melihat kembali masa kecilnya yang suka sekali bertengkar dengan Lingga.

Tak berselang lama, Bintang dan Lingga pulang dengan masing-masing menenteng satu kresek belanjaan.

Become A Papa||00LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang