•Part 22: Yuar & Papa__Ketika papa sakit

431 67 6
                                    

Happy reading
Jangan lupa vote sebelum baca
Ayo komen biar Buna makin semangat buat lanjut cerita ini
🔪🔪🔪

*

*

*

Yuar bangun dengan kedua mata sembab. Bocah itu tak berhenti menangis sedari papanya pulang. Ia bahkan menolak ajakan sang kakek untuk jalan-jalan kemarin. Yuar lebih memilih tinggal di rumah bersama sang papa, dibandingkan ikut adik-adiknya menghabiskan waktu bersama kakek mereka.

Yuar menoleh ke samping kanannya, tepat di mana sang papa masih terlelap. Yuar beralih ke arah nakas, menatap jam digital yang menunjukkan pukul 5 pagi. Si kecil itu menepuk pelan pipi Bintang, berusaha membangunkan.

"Papa, udah subuh," bisik Yuar tepat di telinga sang papa.

Bintang membuka matanya perlahan, kemudian menoleh pada Yuar. Senyum tipisnya terulas melihat sang anak yang sudah bangun lebih dulu darinya. Ia mendudukkan diri secara perlahan, sambil menahan rasa nyeri pada pundak kanannya. Bintang tersenyum geli melihat Yuar ikut membantu ia untuk duduk. Bocah itu memegang tangan kirinya, seolah menuntun dengan penuh kehati-hatian.

"Makasih, Sayang," ucap Bintang sambil mengusap rambut Yuar. "Ayo ke kamar mandi. Kita shalat bareng."

Yuar yang masih berada di atas kasur pun menatap papanya cemas. "Papa 'kan lagi sakit, mau shalat juga?"

Bintang terkekeh mendengar pertanyaan anaknya itu. Ia kembali duduk sambil menatap sepenuhnya ke arah Yuar.

"Shalat itu kewajiban yang mutlak bagi seluruh umat Islam. Nggak ada alasan untuk kita meninggalkan ibadah wajib itu, karena kelak di akhirat, shalat lah yang akan menjadi penentu perhitungan kita di depan Allah. Hari perhitungan dinamakan apa?"

"Ya ... Yaumul hisab. Bener 'kan?" Yuar menatap papanya dengan antusias.

"Bener banget. Papa cuma luka ringan, nggak ada alasan buat papa nggak shalat. Ayo, kita wudhu sekarang, nanti keburu terbit," ajak Bintang kembali. Yuar mengangguk mengerti.

"Papa, kalo butuh bantuan, bilang sama Kakak aja, ya. Nanti Kakak bantu," tawar Yuar membuat sang papa terkekeh gemas.

"Oke Pak Bos."

°°°°°° ••••••••• °°°°°°

Mbak Ida dan Mbak Risa datang saat anak-anak sedang melakukan sarapan. Hari ini mereka akan diantar jemput oleh kedua pengasuh agar para ayahnya bisa istirahat. Lingga dan Anang menyempatkan diri untuk membuat bekal bagi anak-anak sebagai sogokan agar mereka mau sekolah.

"Kakak ndak mau sekolah. Mau rawat Papa aja di rumah, ya," ucap Yuar sambil menatap sang papa melas.

Bintang tersenyum kemudian mengecup pipi Yuar singkat. "Nggak usah. Ada Ayah, Baba, sama Papi di rumah. Kamu sekolah aja, biar pinter."

"Kakak udah pinter," gumam Yuar dengan bibir yang cemberut.

"Iya, deh, yang pinter. Sana berangkat. Nanti telat, nangis lagi." Yuar semakin cemberut mendengar nada bicara papanya yang seperti mengusir.

Bocah itu melompat dari kursinya kemudian berjalan dengan kaki menghentak. Tas bergambar Tayo-nya bahkan tak dipegang dengan benar. Sepertinya Yuar benar-benar kesal saat ini.

"Kakak! Ndak salim dulu, kah? Nanti ndak dikasih uang saku, lho!" teriak Nio yang baru saja menyalami Lingga.

Sudur bibir Bintang berkedut melihat sang anak berbalik dengan wajah yang memerah. Masih dengan sikap juteknya, Yuar mengulurkan tangan tanpa menatap papanya.

Become A Papa||00LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang