•Part 2: Rumah dan keluarga

1.9K 184 10
                                    

Happy reading

*

*

*

*

*

Karena kejadian tak terduga itu, rencana untuk camping selama dua malam pun harus dibatalkan. Bintang dan ketiga sahabatnya sepakat membawa Yuar dan adik-adiknya pulang.

Mereka membawa bocah-bocah itu ke rumah mereka. Bukan rumah mereka bersama orangtuanya, tapi itu rumah mereka berempat. Orang tua mereka berada di kota yang berbeda. Mereka berpisah dari orang tuanya untuk menuntun ilmu di sebuah universitas di kota ini. Awalnya hanya ayah Anang yang ingin menguliahkan anaknya di kota ini, tapi dasarnya emang para orang tua itu sudah bersahabat sangat erat, akhirnya orang tua Bintang, Lingga, dan Gilang turut serta mengirim anaknya ke kota ini.

Ayah mereka memfasilitasi dengan sebuah rumah berlantai dua untuk menjadi tempat tinggal mereka selama menuntut ilmu. Sebuah rumah minimalis yang cukup mewah. Terdiri dari empat kamar utama di lantai dua, dan dua kamar tamu yang sudah mereka sulap menjadi ruang musik dan ruang game.

"Nah, kita sampai, selamat datang di rumah!" seru Gilang dengan riang. Tangan kanannya menggenggam tangan mungil Lio, sedangkan tangan kirinya memegang beberapa buah paper bag berisi perlengkapan Lio. Bocah lima tahun itu terlihat lebih manis dengan balutan sweater rajut berwarna purple dengan celana hitam selutut. Tawa girang keluar dari bibir mungilnya saat melihat Gilang yang memperkenalkan rumahnya dengan heboh.

"Ayo, untuk saat ini dan seterusnya, kalian akan tinggal disini. Apa Nio suka?" tanya Lingga pada Nio di gendongannya. Kaki anak itu masih sakit dan saat ini telah berbalut perban.

"Eum, Nio suka," jawab Nio semangat.

Sebelum pulang mereka memang sempat mampir ke rumah sakit dan pusat perbelanjaan. Hasil pemeriksaan menunjukkan tak ada yang serius, mereka hanya butuh tambahan nutrisi agar lebih sehat dan berisi. Pengecualian untuk Gindra yang memang memiliki penyakit asma bawaan sejak lahir. Namun kata dokter sejauh ini keadaan Gindra bisa dibilang cukup stabil.

Anang menuntun pelan Gindra dan mendudukkannya di sofa ruang tengah. Ia berjongkok sambil menatap hangat wajah Gindra. Tangannya terulur untuk mengusak surai hitam itu. Bocah enam tahun itu diam memejamkan mata menikmati sensasi hangat dari usapan Anang.

"Dengar, jika dadamu terasa sakit, jangan pernah menahannya oke? Segera bilang agar kamu bisa segera diobati, mengerti?" Pesan Anang. Gindra mengangguk mengerti. Ia bahkan menirukan gaya hormat layaknya sedang upacara.

"Ay ay kapten!" seru Gindra sambil tersenyum lebar. Anang yang terlampau gemas pun menciumi perut kurus Gindra membuat sang empu terkekeh geli. Anang menatap perut itu lamat. Ah, dia akan membuat perut tipis ini menjadi seperti balon. Pasti akan sangat lucu jika Gindra memiliki baby Tummy dan pipi yang cukup tembam itu menjadi semakin tembam.

Bintang sendiri langsung membawa Yuar ke kamar. Ia mendudukkan bocah itu di sofa kamarnya, sedangkan ia memasuki walk in closed untuk menyimpan perlengkapan Yuar. Yuar sendiri menatap ke sekeliling. Ia berdecak dalam hati mengagumi setiap sudut ruangan bernuansa dark grey itu.

Hampir semua interiornya di dominasi warna abu-abu gelap. Mulai dari ranjang berukuran sedang, sofa yang tengah ia duduki, dan yang lainnya. Hanya beberapa yang berbeda seperti pintu kamar mandi yang berwarna abu-abu terang dan juga rak buku berwarna putih gading. Sungguh kalem seperti pemiliknya.

Become A Papa||00LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang