•part 8: "R" dan Setengah porsi bubur ayam

819 99 11
                                    

Siang sengsengku
Masih menunggu cerita ini bukan?
Ayo coment dan votenya jangan lupa!

Happy reading

*

*

"Ayo dimulai dari Kakak dulu."

Suara Anang terdengar menginterupsi di mushala pagi ini. Tatapan Anang sepenuhnya tertuju pada sosok Yuar yang duduk di sebelah kanannya. Di hadapannya ada Nio dan juga Lio. Sementara putranya sendiri berada di sisi kirinya. Keempat bocah itu duduk melingkari Anang dengan masing-masing memangku buku iqro' di atas bantal.

Setiap satu minggu sekali, tepatnya di hari Minggu, Yuar, Lio, Nio, dan Gindra akan melakukan evaluasi bacaan iqro' mereka. Jika hari biasa mereka akan mengaji di TPQ, maka pada hari Minggu, Anang dan yang lain secara bergantian akan menyimak untuk menilai perkembangan mereka. Hal ini merupakan usulan dari Jefran sebagai wujud tanggung jawab Bintang dan yang lain dalam memenuhi pemahaman ilmu agama anak-anak mereka. Keterbatasan waktu lah yang menjadi alasan utama Jefran mengusulkan hal ini. Dengan begini, Bintang, Gilang, Anang, dan Lingga tetap bisa memantau pengetahuan agama anak-anak di tengah kesibukan kuliah mereka.

Yuar mulai membaca deretan huruf hijaiyah yang tertulis di buku iqro'nya. Anang menyimak dengan cermat setiap bacaan Yuar. Sesekali ia akan mengoreksi pelafalan huruf putra Bintang itu.

Di antara keempatnya, Yuar lah yang paling cepat berkembang. Dalam kurun waktu dua minggu saja, bocah itu sudah hampir menyelesaikan tiga jilid iqro'. Sedangkan Gindra, Nio, dan Lio masih sering terkendala dalam pelafalan mereka yang belum sesuai dengan makhorijul hurufnya. Sedikit memaksakan, namun ini sebagai pembiasaan agar kelak si anak bisa membaca Al-Qur'an dengan fasih dan benar.

Ucapan hamdalah terdengar serempak begitu sesi evaluasi pagi ini berakhir. Secara beriringan, Bintang, Lingga, dan Gilang masuk kemudian duduk di samping anak mereka.

"Gimana evaluasi hari ini?" tanya Bintang seraya melepaskan peci yang menutupi rambut Yuar. Pertanyaan itu ia tujukan pada Anang yang sedang melipat sarung milik Gindra.

Dengan tenang, Anang menjelaskan hasil dari evaluasi pagi ini. Bintang, Gilang, dan Lingga mendengarkan penjelasan Anang dengan seksama. Setiap selesai evaluasi, keempat pemuda itu akan berdiskusi tentang perkembangan sang anak. Mengoreksi hal-hal yang masih kurang lalu mencari solusi bersama.

Pagi ini, keempatnya memiliki perkembangan yang cukup signifikan. Seperti Yuar yang semakin lancar membaca, pelafalan Gindra yang semakin fasih, dan yang lebih membuat para pemuda itu -- terutama Lingga dan Gilang-- bangga adalah karena Nio dan Lio yang mulai bisa membaca huruf ro' (ر) dengan cukup jelas.

"Akhirnya Langgg!! Anak kita nggak cadel lagi!!" seru Lingga dramatis. Keduanya saling berpelukan dengan wajah terharu yang dilebih-lebihkan.

Gilang mengusap air mata gaibnya lalu tersenyum sumringah ke arah Lio. "Gue harus kasih tahu Papa!"

Tanpa membuang waktu lagi, Gilang mengambil ponselnya. Di tekannya ikon telepon pada kontak sang Papa. Hanya butuh beberapa detik, panggilan telah diangkat.

"Assalamualaikum." Suara lembut Jenia mengalun, menyambut Gilang.

"Wa'alaikum salam. Mama! Lalang ada kabar gembira, Ma!" seru Gilang tak sabar. Ketiga temannya yang menjadi penonton terkekeh kecil melihat keantusiasan dari sahabat mereka itu.

"Kabar gembira apa, nih? Kok kayaknya kamu seneng banget?" tanya Jenia. Dari suaranya saja sudah terdengar bahwa wanita itu tengah tersenyum.

"Lio udah bisa baca huruf ro', Ma. Kata Nanang, tadi Lio udah bisa," jawab Gilang dengan menggebu. Dahinya mengernyit mendengar suara grasak-grusuk di seberang.

Become A Papa||00LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang