•Part 21: Surprise yang gagal

590 84 4
                                    

Happy reading
Jangan lupa vote sebelum baca

*

*

*

Sinar matahari cukup menyengat siang ini. Di kediaman para papa muda, terlihat keempat bocil tengah bersantai di teras. Beralaskan karpet tipis, empat bocah yang hanya memakai singlet, dan celana pendek itu berbaring terlentang. Winda dan kedua pengasuh mereka senantiasa menemani, sembari memegang kipas angin mini untuk mengipasi para bocil itu.

"Belasa di pantai, ya. Tapi bedanya nggak ada pasil. Cuma ada debu beltebalan," celetuk Nio sambil membenarkan letak kacamata hitamnya.

Ida, Winda ,dan Risa yang mendengar celetukan lucu itu terkekeh. Dengan nada menggoda, Ida melayangkan sebuah pertanyaan pada anak Lingga. "Emang Adek pernah ke pantai?"

"Pelnah. Sama baba," jawab Nio sambil menoleh pada pengasuhnya itu.

"Oh, ya? Kapan?" tanya Gindra. Wajahnya menyiratkan rasa penasaran yang begitu kentara.

"Tadi malam," jawab Nio dengan polosnya.

Kekehan terdengar begitu Nio selesai berucap. Jenia, Lina, serta Jihan yang baru keluar---dengan camilan di tangan mereka---ikut terkekeh. Jihan yang merasa gemas pun tak ragu untuk mencubit pipi bulat cucunya.

"Berarti Adek mimpi, dong. Pantes aja kasurnya basah semalam," sindir Jihan, mengingat tengah malam tadi ia bangun untuk mengganti celana Nio.

Nio mendudukkan diri sambil melepas kacamatanya. Ia menatap sang nenek dengan polos. "Adek udah bilang, Oma. Semalam ailnya tumpah dali embel. Telus kena celana Adek. Jadinya basah."

Jihan hanya memilih mengangguk. Ia memberikan sepotong puding buah yang baru mereka buat. Yuar, Lio, dan Gindra pun segera mendudukkan diri, ikut menikmati makanan ringan yang telah nenek mereka buat.

"Oma, papi kapan pulang?" tanya Lio setelah menghabiskan satu potong puding dalam sekali suapan.

Sambil mengusap mulut Lio, Jenia menjawab, "belum tau. Papi kamu nggak bilang mau pulang kapan."

"Huh ... padahal Lio udah kangen papi," gumam Lio.

"Kamu 'kan tadi udah VC Papi Lalang? Kok udah kangen lagi?" tanya Gindra. Yuar yang duduk di samping Gindra pun ikut menoleh pada Lio. Bocah itu lebih sering diam dan menjadi penyimak. Sangat mirip dengan Bintang kalau kata Lina.

"Kan kalo VC ndak bisa nyium baunya papi," jawab Lio sambil cemberut.

"Belalti Lio kangen bau keteknya Papi Lalang, dong?" tanya Nio.

Sambil mengetuk dagunya seolah berpikir, Lio menjawab dengan santai, "mungkin. Wangi papi enak."

Melihat keempat bocah yang asik ngobrol itu membuat para wanita terkekeh gemas. Pemandangan empat bocil yang berpakaian singlet, duduk melingkar sambil sesekali menyantap camilan, benar-benar mengibur.  Mereka berbincang selayaknya orang dewasa yang tengah menikmati waktu santai sambil bergosip ria. Apalagi Lio dan Nio dengan sikap dramatis mereka, membuat obrolan random itu terdengar semakin menggemaskan.

"Assalamualaikum." Suara dari arah gerbang menginterupsi.

Rombongan bapak-bapak dengan dua remaja SMP di antaranya, datang dengan membawa beberapa plastik belanjaan berisi jajanan. Suasana teras semakin ramai kala rombongan itu ikut bergabung.

Become A Papa||00LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang