18. Sahabat

11.8K 1K 50
                                        

Vote dong biar aku seneng
.
Typo tolong tandai
.

~o0o~



"Satu....dua......tiga."

"Dokter gila!"

"CEO bodoh!"

Deg!

Samuel dan Lino tentu saja terkejut. Panggilan itu, hanya sahabat mereka saja yang tahu. Dan apa ini?

"Tidak mungkin!"

Lino terkejut, tentu saja. Dia yang tidak percaya menunjuk ke arah wajah Samuel. "Kau, Samuel Morgan? Dokter gila dan baik hati itu?"

Awalnya Samuel terkejut, namun sekarang ia kesal dengan panggilan dari pria di hadapannya ini.

"Apa-apaan nama itu? Menyesal juga aku penasaran dengan mu." Ucap Samuel kesal.

Ayolah, siapa yang tidak kesal saat sahabat mu hanya mengingatkan ejekannya terhadapmu? Walaupun Samuel begitu juga terhadap pria di depannya ini.

"Hei, kau juga memanggil ku CEO bodoh tadi." Ucap Lino sewot.

"Baiklah kita impas." Tanggapan dari Samuel barusan, membuat Lino terdiam tidak percaya. Apa-apaan dengan tanggapan santai itu?

Keheningan menyelimuti mereka berdua. Tidak ada yang berbicara selama beberapa detik, mereka sibuk memandangi indahnya taman yang dirawat oleh tukang kebun yang bekerja.

Lino memperhatikan Samuel yang masih memandangi taman bunga dandelion yang memang sangat indah. Lino tersenyum tipis, akhirnya ia bisa bertemu dengan sahabatnya ini.

"Heh, ternyata, kau tidak pergi ke neraka ya." Ucap Lino dengan senyuman tipis di wajahnya.

"Hm, lagi-lagi Tuhan mempermainkan ku." Lino hanya bisa mengangguk saja.

Samuel kini mengalihkan perhatiannya dari taman bunga, dan menatap Lino penuh tanya. "Lalu, bagaimana kau bisa ke dunia ini, Haken?"

Haken, nama Lino di kehidupan sebelumnya. Haken dan Samuel berteman sedari SMP, mereka menghabiskan waktu bersama demi melupakan keluarga gila mereka.

"Cara aku mati, cukup aesthetic." Lino berucap dengan wajah yang terlihat memancar kesombongan.

Sungguh, Samuel sangat jengah dengan tingkah pria itu. "Memangnya bagaimana?" Tanya Samuel.

"Aku mati, saat aku dalam perjalanan pulang dari makam mu."

Ajarkan Samuel untuk sabar menghadapi temannya ini. Sungguh, mengapa pria bodoh itu selalu berbicara panjang lebar. "Aku bertanya bagaimana ku mati, bukan kapan kau mati." Ucap Samuel jengah.

"Kau ini, terlalu banyak basa-basi." Lanjut Samuel kesal.

Lino mendengus kesal, mendengar perkataan temannya itu. "Aku mati, karena menabrak tiang lampu merah." Ucapnya bangga.

Samuel hanya bisa membuat wajah cengo. Estetik dari mananya? Itu malah terdengar bodoh.

"Kau mati karena menabrak tiang lampu merah?" Lino mengangguk dengan santainya.

"Dan kau mengatakan bahwa cara kau mati itu aesthetic?" Lagi-lagi dia mengangguk.

Samuel hanya bisa menggeleng saja. Mau bagaimana lagi, panggilan CEO bodoh, sangat cocok untuk pria dihadapannya ini.

"Lalu bagaimana kau bisa menjadi sekretaris dari Arthur?" Pertanyaan Samuel kini mulai terasa serius.

Mendengar hal itu Lino menjawab dengan jujur. "Entahlah,ku pikir aku akan mati, ternyata jiwa ku memasuki raga ini. Lino meminta ku untuk mencari orang yang menabraknya waktu itu. Dan sampai sekarang, belum ada yang ku dapatkan."

Takdir Ku Berubah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang