TIGA PULUH SEMBILAN

445 34 11
                                    

Halooo, selamat membaca! Tapi sebelum itu aku boleh tau nggak kalian nemu cerita ini dari mana? Thank youuu♡

꧁꧞꧐꧞꧂

Minggu. D-Day: DMC GALA!

Kevin menatap lurus pada tanggal yang telah ia tandai di kalender ponselnya. Matanya tampak menewarang jauh, sementara kepalanya tengah riuh oleh berbagai pemikiran. Entah ia akan datang ke acara itu atau tidak.

Lagipula tanpa alasan yang jelas, akan sulit baginya untuk keluar rumah, apalagi saat petang atau malam hari.

“Kak.”

Dengan segera Kevin mematikan ponselnya. Ia lalu menunduk, menatap Riana yang tengah berbaring sambil menonton film, dengan kepala bertumpu pada pahanya sebagai bantal.

“Menurut Kak Kevin, dia mirip Ayah nggak?”

Riana menunjukkan layar iPad yang sedang menampilkan salah satu karakter antagonis di seri Harry Potter kesukaannya.

Kevin merapatkan bibir, berusaha menahan tawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kevin merapatkan bibir, berusaha menahan tawa. Sulit sekali menebak jalan pikiran Riana. Bisa-bisanya Darma disamakan dengan orang seperti itu.

“Jangan bercanda ah. Nanti kalau ketauan Ayah gimana?” 

“Aman, Ayah kan kerja, jadi Kak Kevin jujur aja.”

“Nggak ada mirip-miripnya.”

“Kak Kevin nggak nonton filmnya sih makanya nggak tau kemiripan mereka itu di mana. Bukan mukanya loh ya, tapi sifatnya. Udah mah jahat, semena-mena, licik, kejam, manipulatif. Pokoknya semua sifat buruk di dunia diborong sama dia. Sama tuh kayak Ayah.”

Pandangan mata Kevin jatuh pada bekas merah di pipi kiri Riana. Adiknya itu bilang Darma yang melakukan itu tetapi ia tak mengatakan apa alasannya.

“Nggak sakit sama sekali kok,” timpal Riana saat merasakan tatapan Kevin. Ia lalu meringis saat Kevin menyentuh pipinya. “Kalau sengaja digituin ya perih dikit.”

“Itu namanya masih sakit,” tutur Kevin gemas. “Harusnya kemarin langsung dikompres biar nggak bengkak.”

“Mager.”

“Panggil Kakak kan bisa.”

Kevin lalu pergi ke dapur dan kembali dengan membawa es batu di dalam balutan kain. Dengan telaten ia mengompres pipi sang adik yang masih fokus menonton film sihir favoritnya.

“Ada nggak sih sihir yang bisa mindahin rasa sakit?” Kevin tahu itu pertanyaan konyol, tapi ia sungguh berharap dirinya yang menanggung rasa sakit itu.

“Kalaupun ada, aku nggak akan kasih tau Kak Kevin,” balas Riana seolah dapat membaca pikiran sang kakak. “Udah cukup selama ini Kak Kevin selalu nanggung rasa sakit aku sama Kak Rei. Mulai sekarang biarin kami belajar tanggung jawab sendiri.”

Our (Happy) Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang