TIGA PULUH

425 30 2
                                    

Ada yang nungguin cerita ini update nggak? Absen dulu coba. Udah? Selamat membaca♡

꧁꧞꧐꧞꧂

“Satu menit lagi kalau nggak dikumpulin gue tinggal, ya. Kumpulin sendiri ke ruang guru,” ancam Dafa.

Kalimat sang ketua kelas tersebut memicu sorakan tak setuju dari seluruh penghuni kelas. Mereka semakin pontang-panting, beralih dari satu bangku ke bangku lainnya untuk mencari contekan.

“Bentar, Daf! Woy, nomer lima jadinya a atau b?” tanya seorang cowok dengan panik.

“Jangan sok mikir, anjir. Dari nomer satu sampe terakhir kan lo jawabnya capcipcup. Kenapa nomer lima lo pusingin sampe segitunya?” sambung yang lain.

“Soalnya ultah gue tanggal lima, hehe.”

“Haha. Tolol nih anak!”

Di antara keriuhan teman sekelasnya yang panik karena belum selesai mengerjakan tugas, Riana berjalan santai menuju meja guru. Soal kimia yang dikeluhkan sangat sulit oleh teman-temannya itu ia kerjakan dengan sangat mudah. Alhasil, hanya ada kertas jawabannya di atas meja.

Karena jam pelajaran sudah selesai, Riana langsung pergi ke perpustakaan. Toh percuma ia berdiam diri di kelas katena tak ada seorang pun yang akrab dengannya.

Tak berselang lama, Winola menyusul. Setelah meletakkan kertas jawabannya di atas meja, ia mengambil kertas milik Riana dan menyimpannya di balik jas seragamnya.

“Sssttt!” Winola menatap Dafa yang menyaksikan ulahnya itu. Ia mengedipkan sebelah mata sambil menaruh telunjuk di bibirnya yang tengah menyeringai lebar.

Tidak punya pilihan lain, dengan helaan napas berat Dafa pun  membiarkan hal itu terjadi di depan matanya. Tanpa bisa melakukan apa pun di hadapan Winola. 

Tanpa keduanya sadari, hal itu tertangkap jelas oleh seorang siswi yang duduk di bangku belakang.

꧁꧞꧐꧞꧂

“Kertas jawaban lo diambil Winola.”

Riana mengangkat pandangan hingga matanya bertumbukan dengan milik Freya. Masih belum ada ekspresi di wajahnya, ia juga tak merespon dengan kata-kata.

“Gue cuma mau bilang itu.” Freya membawa bukunya lalu keluar dari perpustakaan.

Ada dua tanda tanya besar di kepalanya.

Pertama, benarkah Winola melakukan itu? Bukannya tidak mungkin, tapi Winola tak biasanya bermain dengan cara halus seperti ini. Dia cenderung menganggu orang yang tidak disukainya secara terang-terangan. Mempermalukan lawannya di depan umum menjadi kepuasan tersendiri baginya.

Lalu yang kedua, mengapa Freya memberitahunya hal ini padahal mereka tidak dekat? Mereka bahkan baru bicara satu kali selama hampir satu tahun berada di kelas yang sama. Akan lebih masuk akal jika dia tidak peduli dan mengabaikannya begitu saja.

Saat Riana masih melamun, bel masuk berbunyi. Ia mengemasi buku-buku di atas meja dan bergegas kembali ke kelas. Namun, ia tak sengaja berpapasan dengan Dafa.

“Lo tadi lihat gue ngumpulin tugas kimia, kan?”

Awalnya Dafa berniat untuk pura-pura tidak melihat Riana, tetapi pertanyaan itu terpaksa membuat langkahnya terhenti.

Dafa masih diam.

Riana mendekat satu langkah ke arah ketua kelasnya itu lantas menyilangkan tangan di depan dada. “Kalau mata lo nggak buta harusnya tadi lo lihat, sih.”

Our (Happy) Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang