TUJUH BELAS

580 29 0
                                    

"Woi, Reiki."

Reiki yang tengah kewalahan mengimbangi langkah cepat Riana mendengar panggilan itu. Dia menyipitkan mata ke arah ujung gang gelap dan menemukan dua orang cowok sedang menunggunya. Salah satunya yang barusan memanggil Reiki sambil melambaikan tangan.

"Udah adek lo?" tanya cowok itu ketika Reiki menghampirinya dengan berlari.

"Udah," singkat Reiki melirik Riana.

"Ketemu di mana?"

"Main masak-masakan sama curut di tumpukan sampah—aduh gila!" Reiki mengusap mata kakinya yang ngilu terkena tendangan maut sang adik. "Maklum. Emang belum jinak dia," sambungnya kepada temannya.

Cowok bertopi navy itu terkekeh mendengar celetukan Reiki.

"Katanya cari taksi?" sahut Riana. Sejak tadi dia tidak bisa tenang, terus-terusan meremas sisi roknya dengan perasaan cemas. Kevin sudah dibawa pergi entah kemana dan Reiki malah asik bercengkrama dengan temannya.

"Taksi buat apaan? Orang udah ada ini." Reiki menunjuk dua motor yang masing-masing dikendarai oleh satu temannya. "Tinggal nunggu kabar lokasinya aja. Daripada muter-muter nggak jelas, gue sih males."

"Siapa yang ngikutin mobilnya, Gen?" imbuh Reiki.

"Si Rifan."
 
Riana sebenarnya hendak protes karena Reiki sangat santai dalam kondisi genting dan serba tidak pasti seperti ini. Namun, Riana merasa situasinya memang tidak mendukung untuknya protes. Apalagi di depan teman-teman Reiki yang datang membantu.

Akhirnya Riana memilih untuk menjauh, berdiri gamang sendirian.

"Dari pagi nggak nongol ternyata diuber-uber orang lo," ujar Genta memecah keheningan.

"Bukan orang itu mah."

"Setan mana coba yang bisa nyetir mobil BMW," sanggahnya.

"Bukan setan bukan orang. Coba tebak apa hayooo?"

"Sempet-sempetnya nih anak main tebak-tebakan." Genta menggeleng heran, tapi ikut tertawa juga. Dia kemudian mengecek ponselnya yang berbunyi. "Yok berangkat!"

"Udah dapet info dari Rifan, Gen?" Reiki yang bersandar di tiang lampu usang akhirnya berdiri tegak.

Genta hanya mengangguk singkat. "Buruan naik. Biar adek lo sama si Dipta." Ia menoleh ke cowok satunya yang sedari tadi diam seribu bahasa. "Dip, titip ya."

"Oke."

"Udah, naik sana cepetan. Tadi buru-buru kayak kebelet boker," suruh Reiki yang sudah bertengger manis di boncengan Genta.

Riana melangkah ragu sebelum akhirnya naik ke atas boncengan cowok asing itu dengan gerakan kaku bak robot. Seumur-umur, Riana tidak pernah sedekat ini dengan cowok selain Arya dan kedua kakaknya. Jika tidak sedang dalam kondisi genting, dia sudah jelas tidak akan mau melakukan ini.

Begitu juga dengan Kevin. Jika dia ada di sini, ia pasti akan berteriak panik menyuruh Riana turun.

Lain halnya dengan Reiki. Melihat adiknya terduduk kaku bersama seorang cowok membuat Reiki mengulas senyum menggoda. "Ciye ciyeeee, Riana kiw kiw. Pegangan dong, nanti jatuh loh kalo ngerem mendadak."

Our (Happy) Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang