DUA PULUH DELAPAN

474 30 3
                                    

Part ini agak panjang karena bingung motongnya di mana. Sooo happy reading♡

꧁꧞꧐꧞꧂

“Om ngapain di sini?” sapanya riang pada lelaki yang ia temui di rumah sakit tempo hari.

“Eh, Riana.” Lelaki paruh baya itu tampak senang melihat Riana. “Ini lagi jemput anak Om.”

“Anak Om sekolah di sini juga ternyata. Namanya?” Riana sok bertanya. Padahal meski dikasih tahu pun ia tidak akan kenal. Teman sekelasnya saja ia tidak hapal.

“Winola.”

Senyum di bibir Riana meluruh tanpa aba-aba. Hal itu tertangkap basah oleh lelaki itu. Dia menanggapinya dengan tawa.

“Kamu kenal Winola?”

“Di sini nggak ada yang namanya Winola deh, Om. Om salah anak mungkin. Bikin anak lagi aja.”

“Papa!” Tak lama kemudian, Winola datang dengan wajah cemberut bercampur bingung. “Papa ngapain sih ngomong sama Tuan Putri?” sindirnya terkait kejadian di mana Riana sempat menghina Yasa.

“Udah tau lo itu cuma rakyat jelata, berani-beraninya nyela bangsawan lagi ngobrol. Mau dipenggal?”

Alih-alih tersindir, Riana malah mengikuti alur yang dibuat Winola dan membalasnya dengan telak, di depan induknya langsung pula. Hal itu berhasil membuat Winola mendengus marah.

“Kalian kenal? Katanya tadi Riana nggak kenal Winola?” Liam menatap Winola dan Riana secara bergantian.

“Aku lupa kalau sekelas sama budak kerajaan.” Riana menyahut ringan.

“Bacot lo bab—”

“Riana mau ikut makan nggak? Nanti kita sekalian ngobrol tentang ibu kamu,” ucap lelaki itu tanpa diduga siapa pun.

Winola dibuat mematung oleh kalimat papanya, Liam. Pupil matanya membesar, masih tidak percaya papanya yang sangat tertutup dan menjaga privasi itu tiba-tiba mengajak orang asing untuk makan bersama.

Tangan Winola terkepal kuat di sisi tubuhnya. Ekspresinya tumpul dan napasnya berubah cepat. Winola tidak mau rahasianya diketahui oleh siapa pun, khususnya Riana.

Tidak boleh ada yang tahu bahwa papanya yang sempurna itu ternyata mengalami gangguan jiwa. Apalagi Liam bisa kambuh kapan saja. Baik dirinya sendiri maupun keluarganya, semuanya harus tetap terlihat sempurna.

Padahal tanpa sepengetahuan Winola, Riana sudah mengetahui itu semua di DMC beberapa hari yang lalu.

“Pokoknya aku nggak mau ikut pulang kalau Papa kekeh ngajak Riana. Sekarang Papa pilih aku atau dia!” tunjuknya pada Riana. Apa pun caranya, Winola harus mencegahnya ikut.

“Lo pikir ini take me out Indonesia?” cibir Riana dengan satu alis terangkat.

Liam mengembuskan napas lelah, mencoba membujuk sang putri. “Jangan kayak anak kecil dong, Nak. Lagian ini temen kamu juga, kok. Terus ibunya Riana ini dulu teman dekat Papa.”

“Ibu?” cicit Winola tajam. “Dia punya ibu juga ternyata. Kirain lahir dari rahim perempuan di rumah pelacuran.”

“Winola!” sentak Liam dengan rahang menegang, mengejutkan kedua gadis itu. “Papa nggak mau denger kamu ngomong sekotor itu lagi. Apalagi soal ibunya Riana!”

Our (Happy) Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang