TIGA PULUH DUA

391 28 2
                                    

Lapak ini sudah berdebu wkwk, tapi belum bisa tembus target. Ternyata susah dapet 25 vote 😭

꧁꧞꧐꧞꧂

“Lo bikin gue keliatan kayak pelakor anjir,” bisik Riana ketus.

“Hah?” Memang dasar bodoh.

Senyum Freya sedikit pudar saat menatap Arya lagi. “Kemarin kamu ke mana? Katanya mau telepon.”

“Oh, sorry ketiduran.” Arya berkata dengan entengnya.

“Ketiduran dari pulang sekolah sampe tadi pagi?”

“Enggak, sih.”

“Terus?” tanya Freya tanpa henti demi menuntut penjelasan.

Riana menghela napas lelah. Pagi-pagi begini ia sudah menyaksikan pertengkaran rumah tangga yang menjemukan.

“Kalau butuh apa-apa bilang aja sekarang,” jawab Arya pada akhirnya.

“Kalau butuh apa-apa aku nggak bakal ngerepotin kamu karena aku bisa sendiri. Tapi ini masalahnya kamu udah janji mau telepon, tapi berakhir nggak ada kabar sama sekali. Padahal aku udah nungguin—”

“Kalau gitu kenapa nggak telepon duluan?” potong Arya.

“Udah,” timpal Freya cepat. “Tapi telepon kamu selalu sibuk, dari jam sembilan malem sampe tadi pagi.”

Ah, kemarin malam Arya menelepon Riana. Bukan hal penting, hanya omongan random khas Arya. Riana hanya mendengarkan celotehan sang sahabat sambil belajar. Lalu mereka ketiduran dengan sambungan telepon masih terhubung.

“Kehidupan gue nggak lo doang, Frey.” Arya berucap jengah. “Gue juga punya temen.”

“Intinya bukan itu, Ar.”

“Pembicaraan ini emang nggak ada intinya. Jangan bikin hal sepele jadi bahan perdebatan, Freya.”

“Ingkar janji itu hal sepele buat kamu?”

“Enggak ingkar janji. Gue cuma lupa. Manusiawi, kan? Padahal lo juga bisa chat buat ngingetin, dan gue bakal ngabarin lo dengan senang hati.”

“Jadi salah aku?” tanya Freya tak percaya.

Arya mengusap kasar wajahnya, lelah meladeni Freya. “Terus maunya gimana? Mau debat di sini sampe kapan? Ini udah mau bel.”

Menyadari ucapan Arya ada benarnya, Freya pun menyudahi perdebatan itu dengan tuntutan penuh penekanan. “Nggak mau tau pokoknya nanti kita pulang bareng!”

Arya melirik Riana sekilas, tampak ragu.

“Harus!” tukas Freya tegas.

“Fine.”

꧁꧞꧐꧞꧂

Riana melepas earphone yang menyumpal telinganya saat guru kimia memasuki kelas dengan membawa tumpukan kertas.

Matanya melirik kaki Dafa yang bergerak gelisah di bawah meja, tanda ia sedang gelisah. Sementara geng Winola di barisan belakang tampak damai tak terusik.

"Saya akan bagikan tugas kalian kemarin," sambut Bu Alfi begitu sampai di meja guru. “Saya sampai geleng-geleng kepala waktu mengoreksi tugas kalian. Ini kalau ditaruh di Gramedia, masuknya di rak kategori humor saking ngawurnya."

"Punya saya nggak usah dibagikan, Bu!” sahut Satya dari bangku belakang. "Nanggung, yang bener InsyaAllah nomor lima doang."

"Waduh, sayangnya jawaban kamu salah semua dan akan tetap saya bagikan,” ujar Bu Alfi tega. “Satya Lingga Bayu. Seratus dibagi dua, dikurangi lima puluh.”

Our (Happy) Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang