Chapter 4

666 63 10
                                    

Happy Reading, Love.

...

Yogyakarta, 16 Juli 2024

Malam itu, Shun baru saja tiba di kamar setelah seharian beraktivitas di kampus. Ia tampak lelah dan hanya ingin menikmati ketenangan, namun Dai, yang penuh semangat, menghampirinya. Dengan senyum hangat, Dai mengajak Shun untuk bergabung bersama teman-teman di teras asrama. Awalnya, Shun menolak ajakan itu, merasa enggan untuk bersosialisasi setelah hari yang panjang. Namun, karena bujukan Dai yang mengatakan bahwa ini hanya akan memakan waktu sebentar, Shun akhirnya setuju untuk ikut. "Oke, cuma sebentar. Ini sebagai ucapan terima kasih karena lo ngerawat gue waktu demam," ucapnya dengan nada sinis. Meski begitu, Dai tetap mengangguk senang.

Setibanya di teras, mereka disambut oleh Alan, Ikuo, dan Ryo, teman sekamar Alan. Alan dengan antusias menyapa Dai dan Shun, namun sejak awal, Shun merasa tidak nyaman. Suasana yang ramai dan penuh percakapan membuatnya semakin gelisah, dan Dai yang peka dapat melihat perubahan pada raut wajah Shun. Saat Shun perlahan bangkit dari duduknya, bermaksud untuk pergi, Dai menahan lengannya dan bertanya dengan suara pelan, "Ada apa? Lo beneran ga nyaman?"

Namun, sebelum Shun sempat menjawab, Ikuo tiba-tiba menyela dengan nada tajam, "Dia emang ga suka ketemu orang baru kali, kelihatan orangnya ga bisa bersosialisasi." Kalimat itu membuat suasana menjadi canggung. Ryo, yang merasa dirinya sebagai orang baru dalam kelompok itu, langsung merasa bersalah. "Kalau emang nggak nyaman ada gue, gue bisa balik ke kamar duluan," ujar Ryo, nadanya penuh penyesalan.

Shun, dengan raut wajah yang menunjukkan kekesalan, menatap Ikuo dengan tajam sebelum mengalihkan pandangannya ke Ryo. "Nggak apa-apa, bukan salah lo. Gue bakal di sini sampai selesai," jawab Shun dengan suara tegas. Setelah itu, ia menatap Dai, yang membalas tatapannya dengan penuh pengertian. "Kalau nanti lo bener-bener ga nyaman, kita bisa balik ke kamar aja," ujar Dai sambil menepuk lembut lengan Shun, memberikan dukungan dengan caranya yang khas.

Menyadari ketegangan yang mulai meningkat, Alan segera mencoba mengalihkan pembicaraan, berusaha membuat suasana kembali ceria. Sementara itu, Shun perlahan mencoba berkomunikasi dengan Ryo, satu-satunya orang yang tampak tenang di tengah percakapan yang ramai. Berbeda dengan yang lain, Ryo tidak terlalu mendominasi percakapan, sesuatu yang membuat Shun merasa sedikit lebih nyaman. Dia merasa mungkin, di antara semuanya, Ryo adalah orang yang bisa membuatnya lebih seimbang dalam bersosialisasi, tanpa tekanan yang membuatnya muak dan marah. Seiring berjalannya waktu, meski perlahan, Shun mulai membuka diri, setidaknya sedikit.

🌱

Yogyakarta, 17 Juli 2024

Keesokan paginya, Dai sudah bangun lebih dulu, menikmati pagi yang tenang. Pagi itu, Dai sudah sibuk di dapur, menyiapkan sarapan tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Shun. Diam-diam, sebelum Shun terbangun, Dai mengambil keranjang cucian Shun dan membawanya ke mesin cuci, berniat membantu teman sekamarnya itu. Kebetulan, hari itu Dai hanya memiliki satu kelas di sore hari, sementara ia tahu bahwa Shun tidak ada jadwal kuliah sama sekali.

Sekitar jam tujuh pagi, Shun terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Saat keluar dari kamar, ia disambut oleh aroma deterjen dan makanan yang memenuhi ruangan, menciptakan suasana pagi yang hangat dan menyenangkan. Dengan sedikit rasa penasaran, Shun menuju dapur dan melihat Dai yang sibuk menyiapkan perlengkapan makan dan menata meja.

"Udah bangun? Selamat pagi, Tuan Muda Shun. Ayo, kita sarapan!" sapa Dai dengan senyum cerianya yang khas.

Shun mengangkat alis, merasa sedikit bingung dengan perhatian yang tiba-tiba ini. "Dalam rangka apa?" tanyanya dengan nada datar.

Moonlit EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang