Chapter 9

698 60 16
                                    

Happy Reading, Love.

...

Yogyakarta, 05 Agustus 2024

Suasana hari Senin di asrama terasa tenang saat Dai membersihkan sepatunya untuk dipakai ke kampus. Di sudut ruangan, Shun duduk di sofa, matanya menatap televisi yang sedang menampilkan iklan, tetapi pikirannya tampak jauh dari situ. Bibirnya sesekali tergigit, tanda kegelisahan yang sulit disembunyikan. Dai, yang sejak tadi memperhatikan Shun, merasa ada sesuatu yang mengganjal di benak Shun.

Dai meletakkan sepatunya, lalu mendekati Shun dengan langkah hati-hati. "Shun," panggilnya dengan suara lembut. "Lo mikirin apa? Gue perhatiin dari tadi pikiran lo kayak terganggu gitu."

Shun terkejut mendengar pertanyaan itu, tetapi ada kelegaan di matanya. Setelah hening sejenak, dia menghela napas panjang dan memutuskan untuk terbuka. "Gue... Gue khawatir soal penampilan gue besok di fakultas lo," ungkapnya. "Gue cuma sekali datang latihan, tapi tetep aja diikutsertakan dalam penampilan itu. Gue takut bakal bikin kacau penampilan mereka yang udah latihan keras. Gue pikir gue gak usah ikut tampil aja."

Setelah kata-kata itu keluar dari mulutnya, Shun merasa sedikit lebih ringan, seolah beban yang menghimpit dadanya perlahan berkurang. Namun, kegelisahan itu masih tersisa, membuatnya ragu.

Dai, yang mendengarkan dengan penuh perhatian, tidak butuh waktu lama untuk merespons. Dia duduk di samping Shun, meletakkan tangannya di atas tangan Shun yang masih tergeletak di pangkuan. "Shun, jangan takut," katanya, suaranya penuh keyakinan. "Mereka milih lo untuk ikut tampil karena mereka percaya sama bakat yang lo punya. Kalo mereka berpikir lo gak mampu, mereka gak akan minta lo untuk ikut."

Shun menatap Dai, mencari kepastian di matanya. Dia merasa tersentuh dengan kepedulian Dai, dan kata-kata Dai perlahan-lahan membangkitkan semangatnya yang sempat padam.

Dai tersenyum lebar, mencoba menularkan antusiasmenya. "Ini pertama kalinya lo tampil semenjak kita jadi lebih deket. Gue benar-benar nggak sabar mau lihat lo diatas panggung. Gue yakin lo bakal memukau semua orang."

Shun tersenyum tipis, merasa sedikit lebih percaya diri, tetapi bayangan kegagalan masih menghantui pikirannya.

"Kalo lo masih ragu," lanjut Dai, "gimana kalo malam ini kita latihan bareng? Gue bisa nemenin lo. Hari ini gue fokus sama persiapan workshop terakhir sebelum liburan, jadi malamnya gue bebas."

Kata-kata Dai memberikan harapan baru bagi Shun. Dengan ditemani Dai, dia merasa mungkin saja dirinya bisa tampil tanpa mengecewakan siapa pun.

Shun mengangguk pelan, menerima tawaran itu. "Oke, kita latihan malam ini."

Dai mengeratkan genggamannya, merasa puas telah bisa membantu Shun mengatasi rasa takutnya. "Gue seneng lo setuju, Shun. Ayo, kita lewati ini bareng-bareng."

Dengan itu, Shun merasa lebih ringan, setidaknya untuk sementara. Namun, jauh di dalam hatinya, dia tetap waspada, takut akan kekecewaan yang mungkin terjadi. Tetapi dengan Dai di sisinya, Shun merasa dia bisa mencoba dan memberikan yang terbaik.

Mereka berdua tahu bahwa apa pun yang terjadi, mereka akan selalu saling mendukung-dan itu adalah kekuatan terbesar yang mereka miliki Hari itu, suasana di asrama terasa lebih hangat, penuh harapan. Shun tahu bahwa apa pun yang terjadi besok, dia tidak akan menghadapinya sendirian.

🌱

Saat Dai melangkah dengan semangat menuju parkiran, tak bisa diabaikan betapa antusiasnya ia malam itu. Alan dan Ikuo, yang baru saja keluar dari ruangan, saling melirik heran melihat sahabat mereka itu. Di ruangan tadi, Dai memang tampak bersemangat, tetapi tidak seintens ini. Alan, yang tak bisa menahan rasa penasarannya, mengungkapkan keheranannya, "Dai kayak dapat suntikan energi ya? Biasanya nggak segitu semangatnya."

Moonlit EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang