Happy Reading, Love.
...
Yogyakarta, 28 Juli 2024
Keesokan paginya, Dai terbangun dan segera menyadari bahwa Shun sudah tidak ada di asrama. Tidak ada pesan atau tanda yang menunjukkan ke mana Shun pergi, seolah Shun benar-benar memberikan ruang bagi Dai untuk menikmati hari liburnya bersama Alan dan Ikuo. Dai merasa tidak perlu khawatir karena mereka sudah berpamitan semalam. Dengan perasaan tenang, Dai mulai bersiap-siap untuk berangkat ke pantai, membayangkan hari yang menyenangkan di depan bersama teman-temannya. Sambil mengemas barang-barangnya, Dai berpikir bahwa ini adalah kesempatan yang baik untuk melepaskan diri sejenak dan menikmati kebersamaan dengan Alan dan Ikuo, mengingat betapa jarangnya mereka bisa berkumpul bersama belakangan ini.
Pagi itu, Dai, Alan, dan Ikuo berangkat menuju pantai dengan perasaan bahagia. Jalanan yang tidak terlalu ramai membuat perjalanan mereka lancar, hanya diiringi oleh tawa dan obrolan ringan di sepanjang perjalanan. Dai yang mengendarai motor, dengan Alan sebagai pembonceng, sesekali melirik ke belakang memastikan Ikuo yang mengendarai motor di belakangnya tidak tertinggal. Mereka sudah lama merencanakan liburan ini sebagai pelarian dari kesibukan kuliah yang semakin padat.
Setibanya di pantai, suasana segar langsung menyambut mereka. Pasir putih dan deburan ombak seolah memanggil mereka untuk segera menikmati liburan. Tanpa membuang waktu, mereka segera meletakkan barang-barang di villa kecil yang telah mereka sewa, terletak tidak jauh dari bibir pantai. Villa ini sederhana namun nyaman, dengan pemandangan langsung menghadap laut yang membuat siapa saja betah berlama-lama di sana.
Begitu barang-barang tertata, mereka segera menuju pantai. Dai, yang terkenal paling antusias ketika berada di alam terbuka, langsung melepas bajunya dan berlari ke air. Alan dan Ikuo tertawa melihat Dai yang seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat pantai. "Lo serius banget, Dai. Tenang aja, ombaknya gak bakal kabur!" goda Alan, sambil menyusul Dai ke air. Ikuo, yang biasanya lebih pendiam, kali ini tak mau kalah. Ia juga ikut berlarian ke laut, menikmati dinginnya air yang menyentuh kulit.
Setelah puas bermain air dan berenang, mereka kembali ke villa untuk beristirahat sejenak sebelum malam tiba. Sore itu, mereka memutuskan untuk berkeliling pantai, menikmati pemandangan matahari terbenam yang indah. Warna oranye keemasan dari langit berpadu sempurna dengan birunya laut, menciptakan suasana yang magis. "Ini sih, sunset terbaik yang pernah gue lihat," kata Ikuo sambil menatap horison, suaranya penuh kekaguman.
Ketika malam tiba, mereka memutuskan untuk membuat api unggun di tepi pantai. Diiringi dengan suara ombak yang tenang, mereka duduk melingkar di sekitar api yang hangat. Alan, yang tak pernah kehabisan ide, mengeluarkan beberapa marshmallow dari tasnya dan mulai memanggangnya di atas api. "Ini baru liburan, kan? Santai, ditemani api unggun, dan obrolan seru," ujarnya sambil tersenyum puas.
Obrolan mereka malam itu penuh dengan nostalgia. Mereka berbicara tentang masa-masa awal kuliah, bagaimana mereka pertama kali bertemu dan menjadi teman. "Gue masih inget, waktu itu kita sama-sama terlambat masuk kelas pertama karena ga nemu ruangannya," kenang Alan sambil tertawa. Dai mengangguk sambil terkekeh, "Gue pikir waktu itu kita bakal diusir dari kelas."
Obrolan kemudian beralih ke masa depan. Dai mengungkapkan rencananya untuk kembali ke kampung halaman kakek-neneknya setelah lulus, membantu bisnis keluarga di sana. "Gue pengen bikin sesuatu yang berarti di sana, mungkin semacam galeri seni kecil," ujarnya dengan semangat. Alan dan Ikuo mendukung penuh ide Dai, bahkan menawarkan bantuan jika diperlukan.
Alan sendiri berbicara tentang impiannya bekerja di industri film, sementara Ikuo lebih memilih untuk mengejar karir di bidang desain game atau sebagai fotografer. "Kita harus tetep saling dukung, apa pun yang terjadi," kata Alan dengan serius, disambut anggukan setuju dari Dai dan Ikuo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlit Embrace
FanfikceCerita ini berpusat pada seorang pemuda bernama Dai, mahasiswa jurusan Film dan Televisi, yang memilih menutup hatinya terhadap cinta karena pengalaman pahit di masa lalu, membuatnya tidak ingin lagi terlibat dalam hubungan romantis. Sebagai gantiny...