Chapter 20

409 41 10
                                    

Happy Reading.

...

Yogyakarta, 24 September 2024.

Selasa yang mendung, Dai menjemput Shun di depan fakultasnya di tengah gerimis. Sesampainya di sana, Dai melihat Shun berdiri bersama teman-teman bandnya-Genta, Davin, dan Ben. Mereka adalah wajah-wajah yang familiar bagi Dai, karena dia pernah melihat mereka tampil di atas panggung beberapa kali di acara fakultas, tetapi belum pernah berinteraksi langsung. Melihat Dai, Shun tersenyum dan mengajaknya menepi sejenak karena gerimis berubah menjadi hujan yang sedikit deras.

Begitu mereka berada di tempat yang berteduh, ketiga teman band Shun menyambut Dai dengan hangat. Dai, dengan sifatnya yang mudah berbaur, langsung merasa nyaman dan akrab dengan mereka. Obrolan ringan antara mereka pun mengalir dengan lancar. Teman-teman Shun terlihat penasaran dan mulai bertanya-tanya tentang hubungan Dai dan Shun saat mengetahui bahwa mereka sekamar di asrama. Shun hanya tersenyum tipis saat Dai menjawab dengan santai, tidak menunjukkan apa pun yang terlalu mencolok.

Di tengah kehangatan perbincangan mereka, Genta tiba-tiba berceletuk, "Eh, laper banget, nih. Gimana kalau kita mampir ke asrama kalian aja?" Sontak Davin dan Ben langsung setuju dengan antusias, sementara Shun menatap Dai sejenak untuk memastikan apakah Dai tidak keberatan. Dai, dengan senyum lebar yang selalu tulus, mengangguk. "Boleh, dong. Ayo, sekalian main ke asrama! Kalian kan belum pernah mampir," ucap Dai ramah.

Mereka pun sepakat untuk berangkat ke asrama Dai dan Shun ketika hujan sedikit reda. Bagi Dai, ini menjadi kesempatan yang bagus untuk lebih mengenal sisi lain dari Shun-sebagai anggota band yang memiliki dunia dan teman-teman sendiri, dan bagi Shun, ini menjadi momen di mana ia merasa lebih percaya diri memperkenalkan Dai ke lingkaran pertemanannya.

🌱

Ketika hujan semakin deras di luar, asrama Dai dan Shun yang biasanya tenang dan rapi kini menjadi lebih ramai dan berantakan karena ulah Genta, Davin, dan Ben. Shun, yang awalnya menyambut tamu dengan hangat, mulai melontarkan komentar sarkas, mengatakan bahwa teman-temannya benar-benar tidak tahu diri. Namun, bukannya merasa bersalah, ketiganya malah semakin bertingkah-menjadikan suasana semakin riuh.

Genta dan Davin, dengan penuh antusias, langsung terkesima dengan kondisi asrama Dai dan Shun. "Kamar kalian luas banget, nyaman lagi," komentar Genta sambil melirik sekeliling, membandingkan dengan kamar asramanya yang katanya tidak ada apa-apanya dibandingkan milik Shun dan Dai. Davin, yang lebih berani, langsung tiduran di kasur Shun yang rapi, sementara Ben hanya tertawa melihat tingkah mereka berdua.

Saat Ben mengamati tempat tidur Shun yang tampak begitu bersih, ia melontarkan komentar bahwa kasur Shun sepertinya jarang ditiduri akhir-akhir ini, membuat suasana jadi agak kikuk. Dai dan Shun hanya saling memandang dengan senyum kecil, seakan berbagi rahasia yang tidak perlu dijelaskan kepada siapapun.

Tak lama kemudian, mereka bergeser ke ruang tengah, mulai memainkan alat musik milik Shun. Suara gitar dan nyanyian mengisi ruangan, mengiringi hujan di luar. Dai dan Shun bergantian ke kamar mandi, sementara Genta, Davin, dan Ben terus menghibur diri dengan memainkan lagu-lagu yang mereka sukai.

Sore itu, mereka memutuskan untuk memesan makanan melalui Go-food atas usul Genta yang tidak ingin merepotkan Dai dan Shun memasak untuk mereka. Davin, yang bersedia mentraktir, menganggap itu sebagai anugerah. Saat menunggu makanan tiba, suasana kembali ramai ketika Shun dan Genta berebut remote TV. Akhirnya, Dai dan Ben yang melihat 'perang kecil' ini dengan geleng-geleng kepala, memutuskan untuk menengahi dan menyarankan menonton acara tentang kampus, yang berhubungan dengan program kerja mereka.

Moonlit EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang