Chapter 17: Bunda....

105 80 78
                                    

Mereka sudah sampai di rumah sakit sekitar 2 jam yang lalu. Ayah hanya berdiri dengan tatapan kosong di samping pintu sebuah ruangan yang dimana di dalamnya terdapat istrinya yang sedang di obat i oleh para medis. Sedangkan Zigar, hanya duduk termenung dan Gyra menangis di pelukan sang nenek.

"Cup cup sudah ya sayang Bunda ngga papa dia cuma lecet sedikit", Ujar sang nenek yang sedang menahan tangisannya saat mengetahui putri kesayangannya itu mengalami kecelakaan.

Bunyi pintu ruang operasi itu pun terbuka memunculkan seorang dokter dengan pakaian operasinya. Ayah langsung bergegas dan mencengkeram kerah dari sang dokter.

"Gimana dok, istri saya ngga papa kan? Cepet jawab", Ujar Ayah dengan nafas yang menggebu.

"Laksamana, sabar dulu biarkan dokter itu bicara", Ujar Mertuanya itu.

Ayah pun melepas cengkramannya.

"Cepat, bagaimana kondisi istri saya?!", Ujar Ayah.

"Maaf sebelumnya kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun istri, istri anda tidak dapat kami selamatkan", Ujar dokter itu.

"TIDAKK!!! LINAA!!", Ujar Ayah sambil mendorong dokter itu dan langsung masuk ke ruang operasi.

Zigar yang mendengar bahwa Bundanya itu telah tiada langsung diam tak percaya.

"Bunda?", Ujar Zigar dengan lirih.

"Hikss, Bundaaaa!!!!", Teriak Gyra.

"Bangggg!! Bunda Bangg, Bunda masih ada kan Bang?? Bangg jawabb!!", Lanjut Gyra dengan tangisnya.

Zigar yang mendengar tangisan adiknya langsung memeluk dan menenangkan.

"Ngga dek, Bunda masih ada, Bunda masih ada di hati kita", Ujar Zigar dengan bibir yang bergetar.

Pintu ruang operasi terbuka dan mengeluarkan seseorang yang terbaring dengan kain tertutup di badannya.

"Bundaa!!", Ujar Gyra langsung berlari memeluk Bundanya yang sudah dingin tanpa nyawa.

"Bunda bangun Bunda!! Bunda maaf in Gyra, Gyra sering bikin Bunda kesel, Bunda kalau Bunda bangun Gyra janji bakalan nurutin apa yang Bunda mau, ya Bun bangun ya?!!" Ujar Gyra sambil menggoyang-goyangkan badan Bundanya.

"Dek minggir dulu ya kita bawa Bunda kamu sebentar", Ujar seorang suster dan membawa Bundanya itu pergi.

"Engga Bundaaa!!!",


-------------

Keesokan harinya.....

"Wehh tumben Gyra belum dateng jam segini, biasanya dia paling cepet", Ujar Qisya.

"Iya wehh, kemana dah dia, sakit kah?", Ujar Miyen.

Saat mereka sedang menebak-nebak sekarang Gyra kenapa tidak masuk, suara speaker sekolah pun berbunyi.

"Minta perhatiannya sebentar ya anak-anak, Inalillahi wa Inaillahi Roji'un, telah berpulang ke rahmatullah Ibunda dari Lezigar Mylvano AlFekka dan Legyraa Mekar AlFekka pada malam tadi, sekali lagi telah berpulang ke rahmatullah Ibunda dari Lezigar Mylvano AlFekka dan Legyraa Mekar AlFekka pada malam tadi, semoga beliau husnul khatimah dan keluarga yang di tinggalkan di berikan ketabahan dari Allah, terima kasih",

"INALILLAHI, SERIUS INI HAH?!", Ujar Miyen dan Qisya bersamaan.

Wali kelas Gyra memasuki kelas itu dan membuat banyak murid bertanya-tanya.

"Bu ini beneran bu beritanya??", Tanya Qisya.

"Shttt, diam dulu", Ujar Bu Ina selaku wali kelas itu.

"Jadi gini anak-anak, seperti yang kita tahu yah, Ibunya Gyra telah meninggal dunia. Sekarang, kita takziah kerumahnya dulu, jadi pelajaran hari ini kita tunda sementara ya", Ujar Bu Ina sambil mengarahkan murid-muridnya itu.

----------------

Sebuah rumah dengan bendera kuning berbicara di depan menandakan seseorang telah pergi menuju ke alam selanjutnya, sebuah tangisan berupa penyesalan keluar dari Gyra dan Zigar.

"Permisi", Ucap seorang pria yang seumuran dengan Laksamana.

"Laksamana", Ucap orang itu dengan lirih dan menghampiri Laksamana.

"Ligato...", Ucap Laksamana dan langsung memeluk sahabatnya itu.

"Aku, aku benar-benar sangat menyesal tak menemaninya saat itu", Lanjut Laksamana dengan tangisannya.

"Sudah lah, ini takdir Tuhan. Tidak ada yang tau kalau ini ujungnya", Ucap Ligato menenangkan sahabatnya itu.

Banyak orang berdatangan menandakan bahwa mereka juga merasa kehilangan orang yang mereka sayang.

Teman-teman Gyra dan Zigar sudah sampai di kediaman rumah duka. Qisya dan Miyen langsung berlari menuju sahabatnya itu.

"Gyraaaa", Ujar mereka.

"Hiks, kalian dateng?", Ujar Gyra.

"Iya Gyr, kita dateng buat nyemangatin kamuu", Ujar Miyen.

"Sya, Yen, Bunda Guee Hiks. Bunda Gue marah sama Gue sampe ngga bangun-bangun", Ujar Gyra dengan tangisannya.

"Shtt, dah Gyr jangan gitu nanti Bunda Lo malah tambah sedih liat Lo nangis gini", Ujar Qisya menangkan.

Kalau kalian nanya Zigar, Zigar sekarang sedang duduk di teras rumah sendirian menatap orang-orang yang datang dengan diam, ngelamun udah dengan tatapan kosong bahkan temannya datang pun Ia tak mempedulikannya.

"Bro, turut berduka cita ya", Ujar temannya.

Tapi lagi-lagi, Zigar tak menjawab.

"Oh ya Gar, gue ada permen kesukaan Lo nih, biasanya lo rebutan sama Gue, Lo ngga mau?", Ujar Hendra.

Tiba-tiba di ingatan Zigar...

"Bundaa, Zigar mau permen ituuu, bolehh yaa", Ujar Zigar kecil.

"Ya udah cuma itu aja yaa", Ujar Bunda dengan mengeluarkan uang yang tinggal pas-pas an untuk membeli permen.

Zigar yang mengingat hal itu langsung menunduk dan meneteskan air matanya.

"Ehh, Gar", Ujar Hendra.

"Jangan gitu lah bro, nanti Bunda Lo tambah sedih gimana?", Sambung Hendra.

Pukul 09.30 waktu setempat, jenazah dari Lina Mia Assyani Ibunda dari Gyra dan Zigar sedang proses di makamkan di TPU yang berada di sekitar rumah mereka.

"Baik lah, sekarang tinggal di adzan kan, siapa yang akan mengadzankan beliau", Ujar seorang Kyai.

"Saya ingin sekali mengadzankan anak saya, tapi saya takut tidak kuat karena mengingatkan saya saat dia pertama kali terlahir kedunia ini", Ujar sang Ayah dari Lina.

"Gar, kamu ya nak?", Ujar Ayah.

Zigar hanya mengangguk dan turun ke Liang lahat dan mengumandakan adzan.

Di akhir kalimat adzan bibirnya bergetar tak kuasa menahan tangis dia langsung tertunduk dan membisikan sesuatu di dekat telinga sang Ibu.

"Bun.... terima kasih", Ujar Zigar dan langsung naik ke atas.

memory in my lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang