Chapter 22: Ulangan kenaikan Kelas

18 12 13
                                    


Pagi yang cerah, para siswa berangkat sangat awal sekali. Mereka berangkat lebih pagi karena ingin belajar lebih cepat. Setiap lorong, sudut-sudut taman, tempat ibadah, kantin, perpustakaan, lab, dan lain-lain, mereka gunakan sebagai tempat belajar. Tak ada satu siswa pun yang tidak belajar, termasuk Gyra.

Bel penanda ujian pun berbunyi, membuat para siswa berteriak histeris.

"Enggaaa!!!", Teriak Gyra.

"Dah Gyr taruh buku lo", Ujar Qisya.

"Engga, biar in gue belajar lima menit lagi", Ujar Gyra memberontak.

"Legyraa!!", Teriak salah satu guru pengawas.

"Cepat simpan buku kamu!!", Ujar Guru itu.

"I-iya pak", Ujar Gyra sembari menaruh bukunya ke dalam tas.

Ulangan sudah di mulai. Para siswa mulai fokus dengan kertas ulangan mereka, tidak ada yang menoleh ke teman-teman mereka masing-masing, karena ruangan ulangan di jaga oleh 10 orang guru dengan beberapa di antaranya guru keamanan yang jarang terlihat kecuali ada sebuah ujian dan lain sebagainya yang membutuhkan seseorang untuk mengawasi agar tidak ada kecurangan terlebih lagi guru keamanan ini dulunya mereka adalah seorang petinggi di sebuah agresi militer, jadi wajar saja kalau mereka bertindak tegas kepada siapapun yang melakukan aksi kecurangan.

Kringgggg

3 jam berlalu dengan cepatnya, para siswa sudah gelisah karena ada yang belum sempat menjawabnya.

"Cepat!! Letakkan alat tulis kalian di meja  sisi kiri kalian!!", Perintah guru keamanan itu.

Dengan tangan bergetar para siswa meletakkan alat tulis mereka di meja sisi kiri.

"Silahkan anak-anak, kalian boleh istirahat dan jangan lupa untuk belajar lagi karena ada satu ulangan lagi", Ujar guru pengawas.

"Siap pak!!", Jawab mereka secara serempak.

Saat waktu istirahat, benar-benar tidak ada yang pergi ke kantin sama sekali. Mereka semua benar-benar fokus belajar, termasuk Gyra.

"Aduhh, kenapa sih susah banget buat ngingetinnya", Ujar Gyra dalam hati.

"Ck, tadi polanya apa ya?", Lanjut Gyra dalam hati lagi.

Teng teng teng

"Jajdjjfjfkk, ngga tau lah terserah nanti mau gimana", Ujar Gyra kesal saat mendengar bel ulangan itu terdengar.

Waktu berlalu sangat cepat, ulangan terakhir pun sudah selesai.

"Huftt", Ujar Miyen mengeluarkan napasnya.

"Keliatannya lega bener lo Yen", Ujar Qisya.

"Terpaksa", Ujar Miyen.

"Hah?! Maksudnya!?", Tanya Gyra yang tidak paham dengan maksud Miyen.

"Iya, gue terpaksa lega karena para pengawas tadi serem banget. Apalagi kita bakal di awasin kaya gitu sela satu minggu penuhh. Ngga kebayang sih kek gimana", Ujar Miyen.

"Bener juga", Ujar Gyra.

"Oh ya, gue pengin belajar bareng sama kalian berdua. Besokkan ulangan olahraga, kebetulan Qisya itu pinter terus olahraga itu bidangnya si Gyra banget. Jadi bisalah transfer ilmu sama gue", Ujar Miyen.

"Dih, kalau mau njelasin ke orang kaya kamu gini ngga bakal masuk ilmunya", Ujar Qisya.

"Jahat banget lo", Ujar Miyen.

"Candaa", Ujar Qisya dengan kekehannya.

"Tapi mau ketemuan dimana?", Tanya Qisya.

"Cafe Tamrin gimana? Ngga jauh juga kan dari tempat tinggal kalian?", Ujar Gyra memberi ide.

"Boleh juga, nanti gue kabarin", Ujar Miyen lalu berlari menuju mobil jemputan yang sudah menunggunya.

Mereka pun bergegas pulang lalu bersiap-siap untuk belajar bersama.

"Tumben dek, rapi banget. Mau kemana?"  Tanya Zigar saat melihat adiknya turun dari tangga.

"Belajar bareng Bang", Jawab Gyra.

"Mau abang anterin ngga?", Tawar Zigar.

"Ngga Bang makasih. Gyra mau bareng sama temen", Jawab Gyra.

Zigar nampak kebingungan, pasalnya dia merasa teman-temannya tidak ada yang bisa membawa motor ataupun mobil.

"Abang pasti bingung ya, Gyra mau berangkat sama siapa dan pake apa?", Ujar Gyra.

Zigar hanya mengangguk.

"Tuhhh", Ujar Gyra sambil menunjuk ke arah mobil Ayah mereka.

"Hai kak Zigar!!", Panggil Miyen sambil melambai ke arah Zigar.

"Oh sama Ayah", Ujar Zigar dengan raut muka datar.

"Gue kira temennya yang namanya Miyen yang bawa, kalau dia yang bawa duhh dah jadi kaya Bunda tuh sih Gyra", Ujar Zigar dalam hati.

"Sama Ayah?", Tanya Zigar ke Gyra.

Gyra hanya mengangguk dan berpamitan dengan Abangnya lalu mulai meninggalkan halaman rumah.

Di perjalanan menuju Cafe Tamrin, mereka sangat bersemangat sekali, Kecuali Qisya.  Dia hanya sibuk membaca bukunya tanpa melihat ke arah jendela.

"Qisya, kamu anaknya Tuan Mahendran ya?",.Tanya Laksamana pada Qisya.

"Iya bener paman", Jawab Qisya.

"Oh ya, kakak perempuan kamu gimana kabarnya? Bukankah Dia sedang berkuliah di luar negeri?",.Tanya Laksamana lagi.

"I-iya, dia baik-baik saja", Jawab Qisya.

Laksamana hanya mengangguk dan melanjutkan percakapannya.

"Ternyata benar ya, keluargamu pecinta buku. Bahkan kau mewarisinya", Ujar  Laksamana.

"Benar paman. Keluarga besarku memang menyukai buku. Sudah jadi tradisi kami kalau membangun rumah harus ada ruangan khusus membaca atau perpustakaan kecil.", Ujar Qisya.

"Wahh, rumahmu ada perpustakaan Sya?"  Tanya Miyen.

Qisya hanya mengangguk.

"Kau Miyen anak tunggal pemilik tambang timah itu kan?"  Ujar Laksamana menyimpulkan.

"Iya benar paman", Jawab Miyen.

"Ayah tau segalanya tentang teman-temanku, darimana Ayah tau tentang itu?", Tanya Gyra.

"Kamu kan tau Ayah setiap pagi suka baca koran, apalagi mereka ini dari keluarga berpengaruh pasti ada banyak berita-berita yang berasal dari mereka", Jawab Laksamana.

Karena panjangnya percakapan itu, mereka sampai tak sadar kalau sudah sampai di tempat tujuan. Mereka mulai belajar bersama sambil memakan makanan yang mereka pesan dan setelah semuanya selesai mereka pun kembali ke rumah masing-masing dengan Laksamana yang mengantar mereka pulang.

Bersambung.....

memory in my lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang