malam harinya, saat tengah malam tiba, seperti biasa jennie akan pergi ke balkon kamarnya sekedar melihat langit malam.
namun niatnya tersampirkan karena kehadiran irene dibalkon kamarnya yang memang berseblahan dengan nya.
kini bukan langit yang ia pandangi melainkan wajah irene.
wajah kakaknya itu terlihat sangat cantik dibawah sinar rembulan. tidak, wajah irene memang selalu cantik.
irene tak menyadari keberadaan sosok lain didekatnya ia terus menatap bulan diatas. cukup lama hingga air mata yang ia tahan mulai mengalir dipipinya.
entah kenapa malam ini dia begitu merindukan sosok Min ah, kenangan kenangan kebersamaannya yang hanya dalam jangka pendek kembali berputar dikepalanya.
air mata yang semula hanya setetes demi tetes berjatuhan kini semakin deras mengalir di pipi diiringi isak tangis yang terdengar memilukan.
jennie? meski wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun tapi hatinya merasakan sakit. perasaan bersalah selalu hinggap dihatinya, jennie tahu penyebab dari air mata yang kakaknya itu keluarkan karena dirinya.
"kau!."
jennie menatap irene yang kini berhadapan dengannya, dapat dengan jelas ia lihat wajah irene yang berantakan.
"kenapa kau disini? kau senang melihatku menderita eoh?."
"aku benar benar membencimu!, kau merenggut kebahagiaanku, kau merenggut eomma dari ku!, aku membencimu, sangat sangat membencimu jennie!." irene melampiaskan semuanya pada gadis itu. ia berkata dengan semua amarah yang dimiliknya.
"kau pasti bahagia melihatku menderita, kan?."
'apa aku terlihat seperti itu?'
melihat jennie yang hanya diam menatap kosong dirinya entah kenapa malah membuat irene semakin tersulut emosi. dia menggenggam kuat pembatas besi, lantas kembali masuk dan menutup kuat pintu kamarnya.
Brak!
inilah dia, jennie. ia tak pernah membalas atau bahkan membela dirinya sendiri ketika irene ataupun woobin terus terusan menyalahkan dirinya atas kematian sang ibu, yang bahkan jennie pun tak menginginkan hal itu.
tapi jennie tahu diri, ia sadar betul memang dirinyalah penyebab hal itu terjadi. tapi mengatainya bahagia diatas penderitaan mereka, jennie sangat membantah itu.
tak satupun kenangan yang bisa mendeskripsikan kebahagiaanya, jennie bahkan tidak tahu perasaan bahagia itu seperti apa, dan dia bahkan tak tahu dengan cara apa dia menciptakan kebahagiaan itu sendiri.
.
.
.
."berhenti."
"jisoo berhenti." jisoo menghentikan mobilnya, tapi bukan karena perintah jennie.
"unnie jennie, unnie, astaga..." jisoo geram,
apa susahnya sih memanggilnya eonni."Yak! Yak!." jisoo ikut keluar mobil karena mengikuti jennie yang sudah keluar lebih dulu.
"jennie kau mau kemana? sebentar lagi kita sampai kesekolah." jisoo menahan pintu taksi yang akan jennie masuki.
"kau mau kemana?."
"ada urusan."
"urusan apa? kenapa tiba tiba sekali?. hei! hei!."
"berhenti jennie kim!."
"JENNIE—!."
Titttttt——
"hei nak!." seorang pria memanggilnya dari dalam mobil.