27

342 57 11
                                    


Sepasang suami istri itu segera berdiri ketika melihat putrinya tiba disana dengan seorang pria dibelakangnya.

"Jisoo, siapa dia?." Tanya woobin pelan.

"Kau punya pacar jisoo?." Ucap hyojo membuat jisoo gelagapan.

"Eh, bukan eomma appa, ini mino oppa."

Mino membungkuk hormat "selamat siang tuan, nyonya kim." Pria itu dibuat gugup oleh tatapan dingin dari woobin, ia jadi berpikiran buruk jika pria kim itu tak menyukainya.

Sedangkan woobin menatap nya karena merasa waspada, ia juga heran kenapa jisoo membawa seseorang sembarangan kemari.

"Appa jangan menatapnya seperti itu, mino oppa sahabat jennie."

"Sahabat jennie?." Beo woobin terkejut, matanya memperhatikan mino lebih intens. "Tapi dia terlihat seumuran dengan irene."

"Nde, mino oppa bahkan satu angkatan dengan eonni."

"Ah benarkah." Mino balas mengangguk.

"Apa kau ada keperluan dengan jennie nak? Tapi jennie sedang tidak bisa ditemui sekarang." Ucap hyojo.

"Nde, saya tahu nyonya." Balas nya sopan.

Kedua orangtua itu menatap bingung jadi tanpa berlama lama lagi jisoo segera menjelaskan niatnya.

Woobin tak menyangka jika jennie mempunyai seorang teman yang bisa sangat dekat dengannya bahkan melebihi kedekatan mereka.
Tapi tak mengherankan karena dibalik pertemanan itu ada sebuah kisah yang sangat mengharukan.

Rasa bersyukur menghampirinya ketika ia tahu jika selama ini jennie tak terlalu kesepian dengan kesendirian karena ada mino yang begitu setia berteman dengannya.

Jadi setelah itu kini mereka berdiri di depan pintu kamar jennie sekarang, kesunyian yang lapang membuat perasaan mereka gusar, tiga diantar mereka memasang ekspresi tegang saat punggung jari jari mino dengan perlahan mulai mengetuk pintu berbahan kayu didepannya.

"Jennie." Panggilnya.

Tak ada sahutan, tak ada suara lain yang menghancurkan kesunyian disana, seharusnya hanya dengan satu kata yang keluar dari mulutnya jennie sudah tahu siapa yang berada di balik pintu kamar itu, tetapi sepertinya jennie benar benar enggan bertemu siapapun.

Sudah berhari hari ia mengurung diri, dan keluar dari sana hanya ketika hendak pergi bersekolah.

"Jennie ini oppa."

"Jennie-ya, buka pintu nya oppa mohon."

Bahkan setelah panggilan ketiga dari mino suara seseorang dibalik pintu itu masih sama sekali tak terdengar,
Justru yang terlihat kini merekalah yang seperti seakan akan tengah terkurung dan meminta dibebaskan dari keheningan yang ada.

Perasaan gusar semakin menghantam mereka dan entah kenapa keringat secara drastis muncul di dahi pria bermarga song itu.

"Setidaknya jawab panggilan oppa jika kau baik baik saja di dalam sana."

Ketukan di pintu itu semakin kencang dan keras hingga keheningan tak lagi mereka rasakan dan digantikan oleh perasaan takut entah karena apa.

Tok! Tok! Tok!

"Lemparkan sesuatu pada pintu jika kau memang tidak ingin bertemu dengan oppa."

Diam, masih tak ada sedikitpun suara dari dalam sana.

Nafas pria itu memburu, tak ada lagi sebuah ketukan karena sudah terganti dengan bentuk sebuah pukulan dari lengannya.

"Jennie!."

INVISIBLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang