jennie baru saja tiba di rooftop sekolah, ini masih jam masuk pelajaran tapi jennie memilih untuk tak mengikutinya dan berdiam disana seorang diri.
para guru dan pekerja disekolah sudah terbiasa dengan itu dan tak ada satupun diantara mereka yang berani melapor termasuk kepala sekolah itu sendiri.
jennie baru saja mendudukkan dirinya dikursi disana tapi seseorang yang tengah berdiri di sisi kanannya membuat jennie mengerutkan kening.
dari punggung orang itu saja jennie sudah kenal siapa sosok nya. Nayeon. yang mengherankan adalah kenapa dia ada disini? sendirian? dimana kedua temannya?
beberapa hari sejak jennie masuk sekolah ia tak pernah melihat gadis itu, nayeon seakan akan menghindarinya.
matanya terbelalak melihat nayeon menaiki pagar.
Bruk!
keduanya terjatuh saat jennie menarik nayeon yang hendak memanjat pagar pembatas.
"Kau gila!." bentaknya.
"lepaskan aku jennie!." nayeon terus memberontak dalam kukungan jennie, ia terus berusaha mencoba meraih pagar besi didepannya namun jennie semakin menarik tubuhnya menjauh.
"Yak lepaskan! biarkan aku mati!."
Plak!
nayeon memegangi pipinya yang terasa panas, tamparan yang jennie layangkan seketika membuatnya terdiam. ia seolah olah tersadar dengan apa yang akan dirinya lakukan.
tubuhnya mulai bergetar terisak dengan begitu dalam. mengingat dirinya yang begitu lelah dengan kehidupan yang ia jalani. nayeon rasanya tak sanggup lagi menjalaninya.
sudah cukup dirinya sendirian tanpa sosok orang tua disisinya tetapi justru beban dihatinya semakin bertambah, semenjak kekerasan yang ia lakukan dirinya semakin jauh dari orangtuanya ditambah bahkan orang orang sekarang menatapnya rendah... meski masih ada dua sosok sahabat yang dengan setia menemaninya tapi nayeon merasa dia tetap sendirian.
ia tidak sanggup menanggung hidupnya seorang diri tanpa sosok pendukung.
jennie kembali duduk dikursi, memijat area pundak kirinya yang terasa sakit. bukannya ia tak peduli pada gadis dibawahnya itu hanya saja jennie tak tahu harus berbuat apa.
tapi melihat kondisinya dan mengingat perkataan gadis itu saat ia mengurungnya di gudang membuat jennie mulai menerka nerka.
apakah ini ada hubungannya?
.
.
.sepasang suami istri itu menoleh dan menatap tajam putrinya yang terlihat sudah menginjakkan kaki dimension padahal waktu masih menunjukkan jam sekolah.
"nayeon!... eoh jennie-ya?."
namun tatapan mereka seketika berubah menjadi rasa heran saat melihat putri dari kim woobin yang berdiri dibelakang putri mereka.
perasaan malu kembali hinggap pada suami istri itu mengingat perlakuan nayeon yang sangat keterlaluan pada putri keluarga kim.
setelah kejadian itu mereka bahkan harus memohon pada kim woobin untuk memaafkan kesalahan yang nayeon perbuat. mereka merasa malu dan rendah di mata pria kim itu.
meski sejujurnya kim woobin tak terlalu mempermasalahkannya walaupun sejujurnya ia sangat marah tapi mengingat jika keluarga im adalah rekan kerjanya membuat kim woobin mau tak mau menerima dengan lapang apa yang sudah terjadi.
"jennie-ya apakah nayeon kembali berulah?." kepala keluarga im itu dengan hati hati bertanya pada jennie, takut jika memang putrinya kembali membuat kesalahan.
"tidak paman."
"jangan pergi kemanapun nayeon, tetap disini." suara dingin nyonya im terdengar, mereka kemudian menatap nayeon yang dengan mantap melanjutkan langkahnya menuju anak tangga.
"maaf bibi, tapi biarkan saja dia sedang tidak enak badan." balas jennie menghentikan wanita itu yang terlihat akan kembali mengeluarkan suaranya.
"mwo?... jadi kau kesini karena mengantarnya jennie-ya?."
jennie menghela nafasnya, ia menatap wajah sepasang suami istri dihadapannya itu.
.
.
.Brak!
"astaga! pelan pelan kan bisa." protes jennie karena jisoo membanting pintu mobil. kemudian ia menggeleng melihat kakaknya itu yang berwajah masam sembari menyilangkan tangannya di dada.
jisoo nya merajuk. jennie tahu ia salah karena terlambat kembali kesekolah, jisoo terus terusan menghubunginya menanyakan keberadaanya dan justru jennie malah memintanya untuk dijemput sopir saja.
tapi gadis itu bersikeras menunggu jennie menjemputnya hingga setengah jam lamanya.
"jangan manyun begitu, kau jelek."
"Yak! kurang ajar sekali kau, sudah membuatku menunggu lama sekarang mengataiku jelek." jisoo menjewer telinga jennie geram.
"aduh aduh.... nde mianhae mianhae."
jisoo tak melepaskannya ia hanya mengendurkan tekanannya sedikit. "sudah berapa kali aku bilang jangan membolos."
"shh... lepaskan jisoo."
barulah ia lepaskan tangannya itu dari telinga jennie karena melihat wajahnya yang menyedihkan menurutnya.
"pergi kemana kau?."
"kepo sekali."
"jawab atau aku..." jennie gelagapan karena jisoo menatapnya tajam.
"ehh... apartemen mino oppa."
jisoo menyipitkan matanya, dia mencolek sedikit pinggang jennie.
"yak jisoo aku sedang mengemudi.""jangan bohong, mino oppa pasti sedang kuliah sekarang."
"ekh memangnya kenapa? aku sering kesana meski tidak ada orangnya."
"Yak itu tidak sopan jennie."
"aishh.. berisik sekali."
"Yak!."
"Hei!."
jisoo berseru karena jennie tiba tiba saja keluar, dirinya tak sadar jika mobilnya sudah berhenti tepat didepan mini market.
jisoo akan menyusul tapi jennie terlihat sudah berjalan kembali ke mobil. jisoo mengalihkan pandangannya keluar jendela saat jennie memberinya es krim.
"ayolah ambil jisoo-ya."
menghela nafasnya melihat jisoo yang hanya diam. tangannya kemudian mendekatkan cone es krim pada bibir jisoo tapi justru es krimnya malah mengenai hidung nya.
"JENNIE!."
"heheh."
.
.
.
.TBC