Perubahan sikap woobin tentu menjadi sebuah tanda tanya bagi
jennie.Pria itu akhir akhir ini terlihat mulai memperhatikan jennie. Ia juga bersikap lembut selayaknya ia bersikap pada putrinya yang lain dan tentu saja hal itu menjadi sebuah kegembiraan untuk hyojo dan jisoo.
Namun jennie merasakan sebuah perasaan aneh, perubahan woobin yang secara mendadak tidak membuat jennie senang. Ia tak terbiasa dengan itu dan lebih memilih menjauh dari woobin.
Woobin tentu sadar jika jennie tak nyaman dengannya. Tapi pria itu sudah bertekad untuk memperbaiki hubungan mereka dan memberikan sesuatu yang seharusnya jennie dapat dari dirinya sebagai sosok ayah.
"Hei... Kenapa melamun disini?." Woobin menghampiri jennie yang tengah duduk di teras belakang.
"Appa mencari mu dari tadi."
Tak ada sautan dari jennie membuat suasana menjadi canggung menurut woobin.
"jennie-ya."
"..."
"Appa ingin memperbaiki semuanya."
Jennie menghela nafasnya, ia tak tahan berlama lama disana, dirinyapun hendak pergi tapi woobin menahan pergelangan tangannya.
Woobin perlahan melepas genggamannya karena jennie menatap tautan itu dengan tajam.
"Appa—."
"Tuan kim,.. jangan panggil dirimu dengan sebutan itu padaku, karena kau sendiri yang meminta untuk aku tak mengucapkan kata itu padamu."
"Aku bukan puteri mu."
Jennie berlalu meninggalkan woobin yang menatapnya sendu.
Jennie tak pernah lupa bagaimana pria itu dengan lantang mengatakan jika ia tak akan pernah mau mengakui nya sebagai anaknya dan tak sudi jika kata appa terlontar dari bibir jennie untuknya.
.
.
.Mino menyajikan segelas kopi caramel macchiato kepada jennie, itu adalah kopi favorit nya setiap kali gadis itu berkunjung ke cafe tempat mino bekerja.
"Gomawo oppa."
"Ingin bercerita?." Pria itu bertanya setelah mendudukkan dirinya berhadapan dengan jennie.
"Kim woobin."
Mino mengangkat alisnya dan seketika mimik khawatir muncul diwajahnya "ada apa? Apa dia menyakitimu lagi?."
"Tidak."
Mino dengan sabar menunggu gadis itu melanjutkan ceritanya, beruntung cafe sedang cukup sepi jadi mino bisa lebih lama menemani jennie.
"Dia bersikap aneh padaku."
"Aneh bagaimana?." Mengerutkan keningnya tak mengerti.
Terlebih dahulu jennie meghela nafasnya dan meminum sedikit kopi yang dipesannya membuat air dingin itu mengalir membasahi tenggorokannya yang terasa kering.
"Tunggu sebentar, jam kerja oppa sudah selesai."
Mino dan jennie kini keduanya tengah duduk dikursi dipinggir sungai Han, mereka tak peduli dengan angin yang berhembus kencang menghantarkan rasa dingin pada keduanya.
"Dia selalu berusaha mendekatiku akhir akhir ini."
"Bukankah itu bagus? Ayahmu mulai berubah."
"Aku tidak nyaman dengannya... Apakah dia tulus melakukannya? Karena dulu dia bilang tak akan pernah sudi untuk mengakuiku sebagai anaknya."
"Aku bahkan tak boleh memanggilnya appa kecuali dihadapan orang orang."
Mino terdiam ia paham betul perasaan jennie, gadis itu pasti terkejut dengan perubahan ayahnya yang mendadak. Pria yang sangat dingin dan acuh terhadapnya tiba tiba memberikan perhatian yang begitu besar yang tak pernah jennie dapatkan darinya.